"Jadi kau tidak mencintai dia?" Seohyun tegas menggeleng. "Berarti kau masih mencintaiku?"
"Yoong!"
"Hahahaha, mian," gurau Yoona mengalungkan lengan di leher Seohyun. "Ngomong-ngomong aku tidak pernah lagi melihat keadaan kantor SM Trade. Bagaimana keadaannya sekarang?"
Seohyun pun mengajak Yoona agar bertandang ke mantan rumah kedua mereka, ingin mengetahui bagaimana kondisi bangunan berlantai tiga yang dulu diharapkan bisa menggurita. Secara fakta perusahaan tersebut memang mengembangkan tentakel tapi bukan branding atau nama baik lebih-lebih kejayaan melainkan kerugian. Hingga kini menurut kabar Yunho semakin dicari banyak orang. Beberapa investor masih berusaha mencari informasi melalui mantan-mantan staff meski selalu berakhir tangan kosong.
"Dia bilang perusahaan sedang sakit tapi faktanya memang tidak pernah sehat," gumam Seohyun setengah terduduk di motor tepat di sisi Yoona.
"SM Trade tidak pernah jaya karena dibangun dari haus akan validasi, keangkuhan, dan perbudakan. Padahal ilmu Yunho hoejangnim sangat bagus dan konsepnya pun begitu, tapi eksekusi selalu berantakan," sahut Yoona melirik jemari Seohyun meremas, seperti kedinginan. Dia lantas melepaskan jaket dan dipakaikan ke tubuh Seohyun.
"Ilmu adalah aset, memiliki staff loyal dan mampu membangun kekeluargaan juga aset. Sayang, dia gagal menghargai aset yang tak ternilai ini."
Yoona memanggut memandang tiap jengkal tatanan bata menuju serambi berkeramik semeter di depan pintu besi. Di balik pintu entah apakah masih berisikan sisa-sisa monitor atau meja-kursi sebagaimana saat ditinggalkan setengah tahunan lalu. Mungkinkah sudah dipindahkan semua dan hanya menyisakan kenangan?
Dari depan hanya menampilkan tirai merah di lantai 2 dan hijau di lantai 3. Sesekali Yoona menikmati panorama senja dari lantai teratas, pemandangan terindah ada di sana setelah berjam-jam diisi tekanan. Sementara dari balik jendela lantai tengah, dia bersaksi atas pemukulan bandit-bandit pada Tao dan Sehun.
"Aku rindu semuanya. Bahkan rindu berdebat dengan Seulgi," tutur Seohyun tersenyum sendu.
"Kita bisa berdebat dengannya di lain waktu dan tempat, meski pada akhirnya akan bernostalgia pada setiap ukir gedung ini."
Yoona memanah lantai 3, jendela terbuka atau memang sengaja dibuka untuk sirkulasi udara. Mungkin Yunho dan Donghae sempat kemari awal-awal pengosongan dengan harapan bisa beroperasi lagi. Persis seperti harapan seluruh staff, bisa berkumpul dan bekerja secara normal. Namun, bagaimana cerita ini berlanjut masih di luar kendali tangan mereka. Mau berusaha sebagaimana keras juga semesta memiliki wewenangnya.
Seohyun melirik rahang Yoona sesaat, dari semua kenangan sejak pertama menginjakkan kaki di SM Trade, setiap detik bersama Yoona adalah yang paling dirindukan. "Yoongie, keadaan baik tidak bisa terulang tapi kau telah kembali. Jangan pergi lagi, soal perasaan biar kutata sendiri! Ratusan hari memendam cinta sudah biasa kulakukan, menguburnya lagi demi persahabatan bukan masalah besar. Tidak perlu khawatir."
"Sangat disayangkan, tapi beberapa hal tidak selalu memiliki kesempatan untuk diperbaiki."
"Karenanya penting sekali menghargai setiap ruang, waktu, dan siapapun yang berada di sisi kita. "
Yoona merangkul pundak Seohyun sejenak lalu mengelus kepala itu sebelum kemudian menjatuhkannya lagi ke bahu. Selain bantal, pundak adalah tempat paling nyaman dan miliknya adalah kesukaan Seohyun.
Tiba-tiba saja dada Yoona menghentak kencang, jemari dan wajah terasa memanas. Udara malam di tempat sunyi justru mengompres oksigen menjadi sedikit. Napasnya sedikit sesak dan berat senada jemari mendarat kaku di lengan Seohyun. Seketika suasana kian hening, membiarkan mereka saling membisu antara bergelut pada perasaan aneh ini atau kembali merindukan masa-masa kerja. Entah, kedua bibir hanya membisu membiarkan angin bersiul ke sana-sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forex In Love
FanfictionSaat mencintai dalam kebisuan tetaplah kesalahan, biarkan jarak dan waktu menunjukkan bahwa tumpukan rindu ingin berpulang. Namun, jalan kembali tidak selalu mudah apalagi sama.