BAB 10

73 3 0
                                    

Pak Harun masih anteng duduk di tempatnya. Perhatiannya dicurahkan sepenuhnya pada dua wanita cantik yang ada dihadapannya. Menunggu penjelasan mengenai mengapa dirinya bisa dibawa tiba-tiba ke restoran tersebut.

"Jadi begini.... " wanita made in japan itu mulai berbicara dengan nada yang sengaja di lambat-lambatkan, mungkin agar bapak yang terbengong-bengong di depannya itu bisa paham. "Pada sabtu dini hari, apa bener bapak cek-in di Florist Hotel?"

Alis pak Harun terangkat, mencoba menelaah. Baru akan membuka mulut. Akira kembali menyerobot.

"Bapak tidak bisa mengelak karena data diri bapak yang ada di sana!" tegasnya.

"Astaga, neng. Beri bapak kesempatan bicara dulu ngapa? Main serobot aja," pungkas pak Harun, mengalihkan pandangan pada Aretha, dan memandangi wanita itu dengan dalam. "Astaga, maaf. Bapak benar-benar tidak mengenali, maklum sudah uzur, pantas saja dari awal melihat seperti tidak asing. Ternyata neng ini wanita mabuk malam itu," lanjutnya seraya menggeleng-geleng kepala.

"Jadi benar itu bapak?" tanya Akira dan Aretha serempak.

"Iya, itu memang bapak yang bantu cek-in di hotel. Karena tidak tahu neng mau dibawa kemana. Neng itu mabuk parah kaya orang gila, mana pakaian neng juga... Astagfirullah, terbuka dimana-mana. Neng itu cantik. Harusnya bisa jaga diri, jaga pakaian. Bagaimana kalau orang jahat yang menemukan neng malam itu? Kan bisa bahaya. Kasihan orang tua, neng. Pasti kepikiran.

Pak Harun terus berceramah panjang lebar. Aretha dan Akira yang berniat menuntut penjelasan jadi melongo di buatnya. Terlebih saat Pak Harun membacakan berbagai macam hadist tentang menjaga aurat.

Seperti dua anak gadis yang di sidang karena kepergok nakal oleh bapaknya, Aretha dan Akira terpaku dengan salah tingkah mendengar kultum mendadak. Bahkan saking menusuknya sindiran bapak itu, Aretha merapatkan blazer dan menarik kain taplak meja menutupi pahanya. Begitu pun dengan Akira yang juga tidak berkutik.

"Ini kenapa bisa terjadi seperti ini?" bisik Aretha pada Akira. Matanya melotot dengan gigi menggelatuk menahan diri.

"Mana aku tahu. Harusnya gak gini konsepnya."

"Ya, sudah. Cepat!" seru Aretha seraya menginjak kaki Akira di bawah meja, membuat mata Akira membola menahan rasa sakit.

"Hmm!" Akira berdehem dan menegakkan punggung seraya mengembalikan kembali sikap tegasnya.

"Sudah ceramahnya, Pak?"

Pak Harun tersentak, mulut yang tadinya berkomat kamit tanpa jeda langsung terkatup rapat. Menelan ludah kemudian menerbitkan senyum. "Maaf, bapak keterusan. Terbiasa di masjid suka ceramah singkat. Liat neng cantik gini, bapak teringat anak gadis bapak satu-satunya. Oh iya, jadi, bagaimana?" tanyanya balik.

"Bagaimana apanya?" Akira yang mendadak blank.

Aretha kembali menginjak kaki berbalut stiletto hitam di bawah sana saking kesalnya.

"Sakit bego!" seru Akira tanpa sadar. Meringis sambil mengusap punggung kakinya.

Aretha hanya menyeringai dan mengabaikan kesakitan sahabatnya itu, kemudian menatap pak Harun setajam silet. Seakan ingin menguliti bapak itu hidup-hidup.

"Kalau begitu, jelaskan apa yang sudah bapak lakukan padaku di kamar hotel?"

"Hah? Melakukan apa? Bapak tidak melakukan apapun kok."

Dinikahi Dengan CEO Cantik Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang