8. Official?

13 1 0
                                    

Sepasang manusia lunguh bersama di sebuah Cafe dengan memasang wajah berseri seperti sinar senja sore ini.

Mereka terlihat tak memusingkan buku-buku tebal yang mampu membuat sebagian orang mengeluh. Bahkan sesekali mereka masih sempat tertawa.

Gadis dengan rambut terurai bergerak gelisah. "Gue mau ke toilet," pamit Enola. Lelaki di depannya mengangguk.

"Hati-hati," peringat Devon.

Enola mengulas senyum manis seraya menggelengkan kepalanya dengan gemas.

Tangan kanan Devon sontak mencubit pahanya yang tertutup celana jeans. Beranggapan bahwa itu adalah pipi mulus Enola.

"Gue cuma ke toilet depan situ," tunjuk Enola, "bukan toilet rumah gue, Devon!"

Pandangan Devon mengikuti arah tunjuk Enola. "Sama aja jauh!" Devon menampilkan wajah melasnya.

Enola melangkah ke belakang sembari menggeleng lagi. Ada apa dengan lelaki itu. Mengapa tiba-tiba dia menjadi manja kepadanya.

Setelah punggung Enola benar-benar tidak terlihat, Devon kembali memandang ke depan. Tepat di balik tembok bercat putih tulang, berdiri dua laki-laki yang sedang menertawakannya.

Devon menatap tajam ke arah mereka. Setan di sampingnya seakan menyuruh dia memasukkan gelas ini ke dalam mulut mereka. Namun sayang, dia masih membutuhkan dua orang itu untuk melancarkan misinya.

Ia memberi jempolnya dari bawah meja. Kemudian ia melambaikan tangannya bermaksud untuk kembali bersembunyi.

Kreek....

Devon merobek selembar buku tulisnya. Lalu ia potong menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian dituliskannya sesuatu.

Buru-buru ia letakkan potongan kertas tadi ke dalam buku cetak milik Enola dan kembali menutupnya, mengandalkan sebuah pena untuk menjadi penandanya.

"Ngapain senyum-senyum?" tanya Enola ketika telah berada di depan Devon.

"Gue lagi peregangan otot mulut. Nih!" Devon menggerakkan bibirnya berulangkali.

Enola tertawa sendiri melihat tingkah Devon.

"Gimana kalo kita udahan dulu?!" pinta Enola yang tampaknya mulai muak berhadapan dengan angka.

Bagaimana tidak muak? Dari jam 1 siang dia disini sampai senja hampir tenggelam dia belum juga beranjak pergi. Pantatnya panas, otaknya terbakar, dia sungguh butuh refreshing sekarang!

"Sebentar lagi, Enola. Masih ada yang belum lo ngerti. Nanti gue jelasin lagi," bujuk Devon dengan sabar. Sejak tadi Devon begitu telaten mengajari Enola. Ia tidak sekali pun mengumpat atau mengatai Enola.

Gadis dengan celana denim dark blue yang dipadukan dengan jaket kulit crop warna putih itu menghembuskan napas berat.

Gadis itu mengangguk pasrah. Ia menarik bukunya kemudian membukanya. Tidak lama ia mengernyit bingung lalu menatap Devon penuh tanya.

"Dibaca dulu!" titah Devon penuh harap.

Enola kembali menatap potongan kertas tadi. Ia menyatukan potongan kertas yang tak berurutan itu agar menjadi sebuah kalimat sempurna.

Gadis itu mengernyitkan keningnya semakin dalam. Secara bergantian ia menatap antara lelaki di hadapannya yang duduk dengan senyuman dengan potongan kertas yang bertuliskan, "Will you be my girlfriend?" eja Enola.

Stuck on One Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang