⚠️~7~⚠️

176 33 53
                                    

Happy Reading

Baca+Vote+Komen× Share = Anak Bunda

Wajib Follow sebelum baca
De_Ria

Sebagai bentuk menghargai penulis

○●○●○●○●○●

Those who insult must die

<Yang menghina harus mati>

○●○●○●○●○●

"Gue gak tau lagi, kenapa lo masih bertahan dengan Devan yang sering nyakitin hati," geram Zea sembari mengerjakan soal matematika.

"Apa karena Devan ketua geng motor, lo masih bertahan?" Zea menghela nafas berat sembari menatap intens sahabatnya. "Ka, kisah lo gak seperti di buku novel. Sadar dong Devan itu lebih peduli sama Liona, saudari tiri lo."

Kara hanya diam, mencoba menahan rasa nyeri di punggungnya yang terdapat ukiran luka baru kemarin malam.

Luka bekas pukulan dan cambukan dari Alex yang belum sempat di obati, menyakitkan.

"Cuman dia yang gue punya.. selain lo dan Devan gak ada yang lain." desis Kara dengan suara tertahan.

"Gue tau Ka-" ucapan Zea terjeda saat melihat seorang cowok yang berdiri di depan pintu kelas 12 IPA 1. Kara menatap kearah pintu singkat lalu kembali fokus pada soal matematikanya.

Cowok itu membawa langkahnya memasuki kelas Kara yang sepi di jam istirahat. "Kenapa gak ke kantin?" Kara hanya diam saja, enggan memberi respon.

"Ka?"

"Lo gak lihat kita lagi ngapain?!" bentak Zea tidak suka.

"Kenapa gak balas chat gue?"

"Apa urusan lo sama gue?" tanya Kara akhirnya sembari melayangkan tatapan membunuh pada cowok yang tak lain adalah kekasihnya.

"Gue cowok lo. Gue khawatir sama lo." Kara menutup bukunya lalu tersenyum sendu kearah Devan. "Selalu kata itu! Tapi lo pedulinya sana Liona! Lo lebih perhatian ke dia!!"

Devan menarik salah satu kursi lalu mendudukkan diri didepan Kara.
"Liona butuh gue."

"Lo lebih peduli ke Liona saat gue dipermaluin!!"

"Maaf gue bentak lo kemarin. Gue gak suka apapun dari lo dilihat orang lain...." lirih Devan sembari menurunkan pandanganya, tak ingin semakin ribut dengan Kara.

"Bukanya lo suka itu?!! Saat gue dipermalukan?!!" tangan hangat itu meraih tangan Kara, namun dengan kasar si empunya menepisnya.

"Jangan sentuh gue!!"

"Awsh!!" Kara mendesis saat tanganya yang terluka menghantam sisi meja dengan kuat.

"Jangan lakuin seperti kemarin lagi, gue gak suka. Lo mutiara yang harus gue lindungin, lo berharga." tangan Devan tergerak mengusap rambut panjang Kara yang menutupi sebelah wajah cantikknya.

Tanganya tergerak mengusap bekas lebam biru keunguan di pipi kiri Kara.
"Sakit Dev... selain lo yang selalu nyakitin hati, orang lain juga nyakitin fisik gue. Gue capek."

"Maaf gue selalu gagal jagain lo."

"Seribu maaf tak menyelesaikan masalah." helaan nafas berat terdengar dari Devan.
"Gue-"

"Pergi!!" bentak Kara dengan sangat keras.

"Dengerin gue-"

"Pergi atau gue pergi?" Devan bangkit lalu meletakkan sebotol jus strawbarry yang sengaja ia bawakan untuk Kara.
"Gue pergi."

Kara menatap punggung Devan yang perlahan mulai menjauh ditelan jarak. Senyum sendu terukir di bibir pucatnya.
"Mau lo gimana Dev, gue gak ngerti."

~24Day~

"Kakak besok di sekolah ada acara ayah dan anak." Devan menangkup wajah Aleta gemas, "Terus apa lagi?"

"Bu guru bilang ayahnya harus datang. Teman Leta mau couple sama ayahnya, bahkan mau foto juga," ucap Aleta sedih.

Devan menghela nafas pelan. Hatinya teriris mendengar itu, sebisa mungkin ia menyunggingkan senyum didepan gadis kecilnya.

"Besok jam berapa?"

Tangan Aleta yang memainkan kunci motor sport milik Devan terhenti. Anak kecil itu beralih menatap kakaknya.
"Jam 07.00 sampai selesai. Kakak kapan Papa pulang?"

Bungkam. Devan terbungkam dengan pertanyaan polos namun sangat menyakitkan dari Aleta.

"Kenapa sayang? Kan ada Bunda dan Kakak." sela Lia. Hal itu membuat keduanta menatap bundanya yang baru pulang dari kantor, tapi masih menyempatkan diri membawakan nampan berisi makanan.

"Bunda gak capek?" Lia tersenyum tipis sembari menatap Devan.
"Demi kalian Bunda tidak pernah merasa capek."

"Bunda, kenapa Papa kerjanya lama dan kapan pulangnya?" rengek Aleta.

"Papa kerjanya jauh sayang, jadi pulangnya lama." wajah Aleta cemberut seketika saat mendengar perkataan Lia.

Devan memejam singkat, sakit tak kasat mata kembalu menorehkan luka untuk kesekian kalinya di hatinya yang rapuh.

"Kakak kenapa, sakit lagi?" gelengan pelan sebagai jawaban. "Adek jangan sedih. Besok Kakak akan datang." final Devan.

Tangan cowok itu meraih jemari Lia lalu mengecupnya singkat. "Bukan sebagai Kakak tapi sebagai Papanya Aleta..." Lia menahan nafas, putranya banyak menderita sejak kecil. "Maafin Bunda, sayang."

"Bunda buatin surat izin, nanti Dev kasih ke Alva, sekalian mau ke Bintang."

Devan memeluk bundanya dengan erat, tangan Lia tergerak mengusap rambut putranya lembut. Devan butuh ketenangan. "Devan akan selalu ada buat Bunda dan Adek."

"Kakak sama Kara ada masalah?" anggukan kecil sebagai jawaban. Bohong pun percuma, Bundanya tetap tau. "Pipi Kara lebam lagi. Devan gak bisa jaga Kara. Devan hanya buat Kara menderita."

~ 24 Day ~

Gimana part ini

Ada yang mau disampaikan?

Devan

Kara

Thoria

Jangan lupa baca cerita karya thoria yang lain

Im your brother

&

Silent love

Biar thoria semangat nulisnya

24 Day [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang