⚠️~18~⚠️

74 10 9
                                    

Happy Reading 😘

Ada yang kangen sama bunda Ria?

Jangan lupa

Baca
Vote
Komen
Share
Dan
Tandai Typo

"Jangan jadi ninja, dengan menghilang tanpa meninggalkan jejak."

Riaxoxoxo

Plak!

"Karena lo Devan jauhin gue!" teriak Liona keras seraya melayangkan pukulan tepat ke pipi kiri Kara. "Devan itu milik gue!"

Seraya bangkit Kara terkekeh lirih, abai dengan rasa sakit yang ada di wajahnya. "Milik lo huh? Gak salah denger?" Liona terdiam. Cewek itu mengepalkan tangannya dengan kuat hingga pada akhirnya ia merebut paksa ponsel Kara dan membantingnya hingga retak di bagian layar.

"Bangsat!"

Tanpa ragu Kara membalas semua perlakuan Liona, ia tak lagi peduli kalau gadis murahan itu akan membuat sandiwara baru. Ia tak peduli dengan pukulan dan hukuman yang sudah menanti jika sampai Liona terluka karenabulahnya, ia muak dengan semuanya.

"Lo hancurin keluarga dan hidup gue! Sejak lo dan ibu lo datang, hidup gue seperti neraka! Bajingan!"

Kara lepas kendali ia membanting tubuh Liona ke lantai, bahkan punggung gadis murahan itu nyaris retak. "Papa... sakit..."

Tangis dan pekikan kesakitan dari Liona rupanya menarik perhatian seorang pria muda yang baru melangkah memasuki mension. "Kara Ravelyn!"

Sontak kara terdiam, mata gadis itu menangkap pemandangan sosok Alex yang berjalan cepat kearahnya dengan wajah marah. "Sini kamu!"

Kara berusaha keras memberontak dari cengkraman tangan Alex, namun pria itu tanpa kasihan menarik rambut panjang Kara lantas menyeretnya paksa.  Jeritan dan tangis Kara  terdengar miris, tapi tidak jika di telinga pria itu. "Anak tidak tau diri! Dasar anak jalanan, lenyap saja kamu!"

"Arghhhh... Papa sakit!"

Kara memekik keras sesaat setelah Alex membenturkan kepalanya ke arah ujung meja yang runcing, membuat darah mengalir dengan deras dari sana.

"Liona saudari kamu, mau tak mau kamu harus mengalah! Termasuk berbagi semuanya!"

"Hiks... hiks... sakit Pa!" 

Alex tak mengindahkan rintihan putrinya. Pria itu tak akan melepaskan cengkramannya di rambut Kara sebelum anak itu mengerti.

Setelah dirasa cukup Alex menghempaskan tubuh Kara kasar ke lantai lalu menghampiri Liona yang menangis dan memeluknya dengan erat.

"Jangan menangis sayang...."

Susah payah Kara mencoba bangkit ia tak lagi peduli dengan darah yang terus menetes, bahkan beberapa sampai meninggalkan noda di lantai mension mewah itu. Dengan tangan terkepal disela isak tangisnya yang terdengar menyesakkan amarah Kara meledak.

"Kara anak Papa bukan sih!  Yang anak kandung itu siapa, yang anak pungut itu siapa?! Kenapa selalu Liona! Kenapa bukan Kara!" Kara berteriak 0arau sambil menarik kuat rambutnya. Tak peduli meski rambutnya banyak yang rontok, ia hanya ingin tau kebenaran.

24 Day [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang