Chapter 6

923 141 5
                                    

Senyum cerah terkembang dibibirmu. Kulihat kamu begitu bahagia. Akhir-akhir ini aku sering melihatmu bersenandung kecil dan terkadang tertawa. Kupikir kamu gila, karena tak biasanya kamu seperti itu. Selama menjalani kehidupan rumah tangga yang pahit ini, aku belum pernah sekalipun membuatmu tersenyum semanis ini.

Selalu saja air mata yang kamu suguhkan padaku. Membuatku muak. Tapi kini, kulihat kamu begitu bahagia dan senang dengannya. Ya.. Dengannya, dengan orang lain.

Aku menatap frustasi dirimu dari balik kaca mobil milikku. Kamu tak sendiri. Ada Zee, seorang anak perempuan berambut hitam dan sosok pria yang duduk berseberangan denganmu. Kamu terlihat menikmati es krim dikedai itu sambil bercengkrama dengannya. Kalian terlihat seperti keluarga. Keluarga utuh yang terdiri dari ayah, ibu dan kedua anaknya.

Hatiku terasa panas. Kenapa aku ini? Seharusnya tidak boleh seperti ini kan?

Aku tak memiliki perasaan apa-apa padamu. Aku tak peduli sedikitpun padamu. Tapi kenapa setiap kali melihatmu berdekatan dengan pria lain membuatku kesal?

Apa kamu selingkuh? Ini sudah yang ketiga kalinya aku melihatmu bersama dengannya.

Kamu tersenyum, tak ada rasa takut sedikitpun saat bersamanya. Sedangkan bersamaku? Kamu selalu menunjukan rasa takutmu. Kamu selalu menangis. Kamu bahagia dengannya dan merana denganku. Kalau tahu begitu, kenapa kamu tak meminta cerai padaku? Kenapa kamu terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan sandiwara ini?

Kulihat juga Zee menerima pria itu dengan baik. Ia tak sedikitpun menunjukan rasa takutnya seperti saat berhadapan denganku. Apa ini sosok ayah yang ia inginkan? Dan aku bukanlah sosok itu. Aku bukan sosok ayah yang ia inginkan. Membuatku marah.

Apa aku hanya bisa menyakitimu? Aku ingin menyentuhmu Chika. Tapi aku takut, aku takut kamu menolaknya. Entah kenapa aku selalu merasa puas setelah memukulmu, menamparmu, menendangmu atau yang lainnya.

Apa aku ini seorang psikopat? Psikopat yang menunjukan rasa sayangnya dengan kekerasan? Psikopat yang menunjukan rasa cintanya dengan hinaan?

Aku payah! Kenapa mendadak jadi lemah begini? Mau bagaimana pun aku tetap tak akan pernah mencintaimu. Aku takkan mencintai Chika. Karena kami bersama pun karena kesalahan. Dan itu takkan berubah.

000000000000000000

"Bunda, besok boleh main sama mumu-chan lagi?" Tanya seorang anak laki-laki berambut hitam indah pada sosok Bundanya. Sang bunda tersenyum dan mendekatkan dirinya pada sang anak. Merangkul anak laki-laki itu dan menatap mata beriris hitam itu hangat.

"Sayang, besok kan hari libur. Biarkan mumu-chan dan ayahnya istirahat sayang!"

"Yaah..." Anak laki-laki tampan itu mengeluh mendengar penjelasan Bundanya, Chika. Ia menundukan wajahnya dan sesekali tangan mungilnya mengaduk-ngaduk es krim vanilla yang ada dihadapannya.

"Zee ga usah sedih, nanti kita main lagi! Iya kan yah?" Ayah sang gadis hanya tersenyum menanggapi putrinya yang berniat menghibur teman kecilnya yang bersedih.

"Zee kesepian..." Ungkap Zee. Chika hanya tersenyum hambar menanggapi pengakuan putranya itu. Memang benar, setiap hari Zee hanya bisa bermain sendirian dikamar dengan Hula. Hula berbentuk seperti anak laki-laki. Matanya terbuat dari kancing baju, sedangkan mulutnya hanya terbuat dari untaian benang. Hula adalah boneka yang dibuat Chika saat usia Zee empat bulan. Hula dibuat sebagai tanda terima kasih Chika pada Zee yang telah menyelamatkannya dari maut saat Shani mencekiknya waktu itu.

"Zee, gimana kalau om traktir vanilla milkshake? Nanti Zee bawa pulang milkshake-nya buat temenin Zee dirumah nanti?" Tawar Gita lembut. Cara seperti adalah cara paling ampuh yang sering ia gunakan pada Muthe yang sedang merajuk.

"Gita, ga perlu..-"

"Ga apa-apa Chika tenang saja."

"Ayo Muthe temani Zee!" Muthe tersenyum dan langsung menggandeng tangan Zee.

Chika sebenarnya tidak enak pada Gita. Sudah tiga hari ini Gita selalu mentraktirnya dan Zee makan es krim. Chika bukanlah perempuan murahan yang begitu saja menerima ajakan pria yang baru dikenalnya, apalagi ia telah memiliki suami. Yah...walaupun kita semua tahu ia tak bahagia hidup dengan suaminya, tapi tetap saja ia tak boleh sembarangan menerima ajakan pria lain.

Tapi apa daya. Ia kasihan melihat Zee. Ia ingin putranya itu bahagia. Dan mungkin kebahagian Zee ada pada sosok Gita. Selama ini Zee tak penah sedikitpun mendapat perhatian Shani. Setiap hari ia hanya bermain dirumah. Shani tak memperbolehkan Zee bermain dengan anak tetangga. Walaupun setiap hari Chika menemani putranya bermain, tapi tetap saja itu tak begitu membuat Zee senang. Disaat banyak anak seusianya memiliki banyak mainan, Zee hanya memiliki satu boneka butut yang sudah banyak lubangnya.

"Ada yang mengganggumu Chika?" Tanya Gita lembut.

"Ga ada, cuma aku merasa kamu terlalu baik sama aku dan aku rasa ini sudah berlebihan." Tegas Chika.

"Soal itu ga masalah. Kasihan Zee dan Muthe. Mereka berdua sama-sama kesepian. Dirumah Muthe selalu murung dan protes karena aku pulang malam terus. Lagipula kulihat Zee juga begitu." Gita menenangkan. Tapi justru ini semakin membuat Chika takut. Bukan takut pada Gita yang akan berbuat macam-macam karena ia yakin Gita adalah orang baik. Tapi ia takut pada perasaannya. Ia takut perasaannya pada Gita berubah dan pada akhirnya ia akan melupakan Shani.

"Hei.. apa itu?" Tanya Gita mengejutkan Chika. Tangan kekarnya bergerak menuju kearah leher Chika. Disingkirkannya beberapa helai rambut Chika yang menutupi sesuatu dilehernya.

Refleks Chika langsung menepis tangan Gita dan memegang lehernya. Dirasakannya wajahnya memanas sekarang.

"Hm... ternyata suamimu agresif juga ya?" Goda Gita. Chika hanya tersenyum salah tingkah sambil menutupi ruam kebiruan dilehernya. Ruam atau bisa disebut memar yang sama sekali bukan berasal dari kissmark Shani. Melainkan berasal dari cekikan Shani dua hari yang lalu.

Kenapa Shani mencekiknya? Biasa lah, Shani sedang kalah taruhan. Dan Chika lah yang jadi sasarannya.

"Chika, sepertinya Zee butuh teman. Berikanlah ia adik. Lain kali diskusikan masalah ini pada suamimu ya." Lagi-lagi Chika hanya tersenyum menanggapi godaan Gita. Andai saja Gita tahu apa yang sebenarnya terjadi dirumah tangganya. Mungkin sekarang ia takkan bisa bicara seperti itu lagi.

Karena bagaimanapun perasaan Shani pada dirinya takkan berubah. Kenyataannya adalah suaminya sendiri tak mencintai dirinya.

-&-

Memori Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang