Chapter 5

1K 146 10
                                    

"Bunda, apa Zee tampan?" Suara kecil milik putraku terdengar. Aku tersenyum bangga padanya. Kutatap tubuh gagah nan mungil miliknya.

"Tentu saja sayang!" Jawabku. Zee tersenyum senang. Hari ini adalah hari pertama Zee sekolah. Aku sudah mengantongi izin dari suamiku.

"Bunda..."

"Hm...?"

"Apa ayah akan menemani Zee sekolah?" Aku tertegun dengan pertanyaan itu. Aku menangkap ada raut sedih diwajah putra semata wayangku itu. Tangan-tangan mungilnya bergerak memperbaiki dasi seragam taman kanak-kanaknya yang miring.

"Ayah sibuk sayang, Biar bunda saja yang antar Zee sekolah ya?" Aku mencoba menghiburnya. Tapi tak berhasil.

"Kenapa ayah selalu sibuk? Kenapa ayah tak pernah menemani Zee? Kenapa.. kena... kenapa ayah jarang bermain dengan Zee... Ken.. kenapa harus dengan... Dengan bunda?" Ia mulai terasa teriris. Anakku pun merasakannya. Ini yang aku takutkan.

"Zee, dengarin bunda sayang..." Aku merangkul tubuhnya hangat. Kuusap lembut pipinya yang mengeluarkan air mata. Tak boleh, kau tak boleh menangis nak...

"Ayah sibuk sayang, jadi tak bisa menemani Zee sekarang. Akan ada waktunya nanti Zee akan bersama ayah. Sabar ya sayang..."

"Tap tapi.. bunda selalu bilang begitu! Tapi apa? Ayah masih saja diemin Zee. Ayah ga sayang sama Zee kan bunda?" Aku terdiam. Mungkin benar nak, ayah mungkin tak sayang padamu. Tapi ada bunda disini.

"Zee tak boleh bicara seperti itu nak, zee percaya bunda kan? Ayah sayang sama Zee. Kalau ayah ga sayang sama Zee, ayah ga mungkin sekolahin Zee kan?" Aku mencoba menyakinkan Zee.

Kulihat perlahan Zee menggerakan tangannya untuk mengusap air matanya. Aku tersenyum lemah. Tuhan.. diusia sedini ini putraku harus mendapatkan kesedihan yang seperti ini.

"Iya bunda.. maaf ya bunda.."

Aku tersenyum bangga padanya. Inilah putraku. Aku bangga padanya. Ia kuat meski terus diterjang oleh penderitaan seperti ini. Ya... Aku yakin putraku ini menderita jika terus diacuhkan ayahnya. Kupeluk tubuhnya sekali lagi.

"Bunda nangis?" Lagi-lagi aku tak mampu menahan emosiku. "Zee nakal ya?"

" Tidak Zee. Ayo cepat berangkat sayang, nanti kita terlambat..."

0000000000000000000

"Namaku Zee Arez Natio... Mohon bantuannya!" Aku tersenyum saat melihat putra kecilku berdiri didepan kelasnya. Memperkenalkan diri. Ia sama sekali tidak gugup, nampak gagah dan tampan. Kulihat ada beberapa anak perempuan nampak memerah wajahnya akibat melihat wajah putraku. Hah... Dasar Shani kecil banyak saja fansnya.

"Selamat pagi." Tiba-tiba ada suara seseorang yang mengagetkanku. Aku langsung menoleh kesumber suara. Kulihat disampingku ada seorang laki-laki muda. Nampaknya tiga tahun lebih tua dariku. Rambutnya bergelombang Sangat tampan.

"Ah..selamat pagi." Balasku ramah. Ia tersenyum. Mendadak wajahku memanas melihat senyumnya. Langsung saja kualihkan wajahku ke arah jendela kelas Zee.

"Nampaknya Muthe cepat akrab dengan putra kamu ya..." Ucapnya seraya mengikuti arah pandanganku. Aku menyipitkan mataku.

"Ah... Iya, Dari mana kamu tahu itu putra saya?" Tanyaku heran.

"Karena sedari tadi pandangan mata kamu tak lepas darinya.." Jawabnya ramah. Aku tersenyum. Kuulurkan tanganku, mengajaknya berjabat tangan.

"Yessica Natio, panggil Chika aja. Dan itu Zee Natio putra saya. Kamu?"

"Gita, itu putri saya Muthe namanya. Senang bertemu dengan kamu Chika." Ia memperkenalkan diri. Kulihat Zee sedang bermain puzzle dengan Muthe.

Memori Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang