Jaemin kembali terbangun dengan kondisi kacau. Mata bengkak, hidung merah dan tenggorokan yang terasa perih. Semalam ia kembali menumpahkan semua kesedihannya pada bantal keramat yang seolah telah mendengar semua kesedihan yang pernah Jaemin alami selama hidupnya.
Jaemin meremas rambutnya pelan, kepalanya masih terasa berat, waktu istirahatnya belum cukup karena semalam ia menangis entah sampai pukul berapa, seingatnya jam sudah menunjuk pukul tiga pagi saat ia mulai menghentikan tangisnya yang terdengar sangat bodoh.
Bagaimana tidak? Ia yang dengan sadar telah menikmati sentuhan yang Jaehyun berikan pada malam saat ia ingin memergoki perilaku aneh Jaehyun, ia juga telah menyadari bahwa Jeno telah begitu tega menyakiti dan bermain atas perasaannya, ia juga yang memulai pertama kali menyatukan bibirnya dengan bibir sang kakak, ia juga yang dengan kesadaran penuh memberi lampu hijau pada Jaehyun untuk melakukannya dengan lembut, yang jujur saja sampai saat ini bahkan ia masih mengingat dan hafal dengan baik kenikmatan yang telah Jaehyun berikan padanya.
Lalu dengan bodohnya, ia malah memutarbalikkan semuanya, dengan permainan kata yang menyakitkan ia mulai memojokkan Jaehyun. Dengan berkata seolah Jaehyun adalah seorang yang buruk yang telah menjadikannya objek fantasi gila, ia juga semakin menyerang Jaehyun dengan mengatakan bahwa ia hanya khilaf, dan yang lebih bodohnya ia malah melibatkan Jeno yang bahkan sudah tak memiliki tempat apa-apa lagi di hatinya.
Jaemin turun dari kasurnya, tampaknya makhluk mungil itu telah benar-benar menyadari kebodohannya.
Semua yang ia katakan semalam pada sang kakak bukanlah berasal dari hati kecilnya, semua itu hanya perkataan sampah yang keluar dari mulut seorang yang tengah dilema.
Jaemin sendiri belum cukup memahami dan mengerti tentang perasaannya, namun sang kakak malah datang dan membahas sesuatu yang salah di waktu yang juga tak begitu tepat, hingga yang keluar dari mulutnya hanya berupa kicauan kebohongan dan makian yang tak sadar terlontar begitu saja, hanya semata-mata untuk menutupi dan mengalihkan kegugupannya.
Barulah pagi harinya, setelah ia menumpahkan semua tangis dan perasaannya, ia akhirnya menyadari bahwa ia telah menyampaikan hal-hal yang malah hanya menghancurkan hati dan perasaan Jaehyun.
Itulah kenapa ada kalimat bijak yang mengatakan, 'Jangan pernah membuat sebuah janji disaat kita tengah bahagia, dan jangan pernah membuat keputusan ketika kita tengah marah' kini Jaemin menambahkan 'jangan pernah berkicau apapun disaat kita sendiri masih dalam tahap dilema'.
Dengan langkah gontai dan wajah yang masih kacau, Jaemin menyeret tubuhnya keluar kamar, ia mulai mencari seseorang yang kini tengah memenuhi pikirannya,
Saat hendak menuju dapur, ia menoleh sesaat kearah sebuah ruang lepas tanpa atap, hal itu memungkinkan cahaya matahari pagi dapat masuk dengan bebas tanpa hambatan apapun disana. Ruang itu telah didesain sebaik mungkin oleh sang Ayah yang diperuntukkan sebagai tempat olahraga pribadi, disana terdapat beberapa alat gym dan juga kolam renang besar yang membentang di sudut ruangan.
Saat-saat libur seperti ini, biasanya sang Ayah menyempatkan waktu untuk berolahraga ringan dengan sang Kakak disana.
"Pagi Ayah"
"Eeh, pagi sayang, udah bangun?" Siwon yang tengah melakukan olahraga pembentukan otot dada itu membalas sapaan Jaemin tanpa mau bersusah payah menoleh padanya, Jaemin pun tak mempermasalahkan, karena sejatinya ia pun tak ingin Siwon menyadari wajahnya yang kacau.
"Udah" Jaemin menjawab seadanya, pandangannya kini tengah bergeriliya memutari seluruh sudut ruangan, namun sosok yang ia cari tak berada disana. Ia menarik nafas panjang, kenapa disaat seperti ini sang Kakak malah menghilang?
Ia pun berniat kembali melangkahkan kakinya untuk melanjutkan mencari keberadaan sang Kakak, namun baru dua langkah beranjak dari ruang gym itu, Jaemin menghentikan langkahnya, untuk beberapa saat ia merasa merinding disekujur tubuhnya.
"Uuhh" Jaemin mendengar geraman kecil yang keluar dari mulut sang Ayah, suara itu mengalun samar namun cukup untuk membuat bulu kuduknya berdiri ngeri.
Pikiran kotornya mendadak melayang tepat pada hari disaat ia melakukan hal tidak senonoh dengan sang Kakak.
Waktu itu Jaehyun terlihat berkali-kali lebih tampan, suara geramannya terdengar penuh kenikmatan dan mengalun seksi dari mulut sang Kakak. Hal itu saja cukup untuk membuat Jaemin merasa panas.
Jaemin menelan ludahnya kasar, dengan cepat ia segera menetralkan nafas dan pikiran liarnya sebelum pikiran liar itu semakin membuatnya kehilangan kewarasan.
"Pagi Bunda" sesampai di dapur Jaemin menyapa sang Bunda yang tengah sibuk dengan masakannya.
"Pagi sayang, tumben jam segini kamu udah bangun?"
"Heemm, Nana mau siap-siap balik ke rumah Haechan, Bunda"
"Loh? Kamu mau pergi hari ini juga? Gak mau disini dulu? Bunda sama Ayah baru balik lo, masak kamu mau langsung pergi"
"Eemm, liat nanti aja Bunda" Jaemin kembali menimbang-nimbang keputusannya mengenai kepindahannya itu, jujur saja ia masih belum sepenuhnya yakin mengenai ini.
"Eemm, kakak mana Bunda?" ia tak ingin berbasa-basi lama, ada hal yang ingin ia luruskan dengan sang kakak.
"Gak tau, kayaknya dari semalam kakak pergi belum balik deh"
"Loh? Kakak pergi?"
"Iya, Bunda juga gak tau pastinya sih, tapi sekitar jam satu malam Bunda denger suara mobil kakak keluar, Bunda gak tau juga kemana"
"Bunda gak nahan kakak?"
"Enggak"
"Kenapa?"
Yoona yang merasa jengah dengan pertanyaan si bungsu pun menoleh sembari menata makanan yang telah siap untuk disajikan diatas meja makan.
"Ya gak sempat sayaang, kan Bunda udah bilang Bunda pun gak tau kakak pergi, kakak gak izin sama Bunda, Bunda tau nya cuma dari bunyi mobil kakak pas keluar dari garasi"
"Harusnya Bunda nahan kakak" Jaemin masih melayangkan protesnya, namun kali ini suaranya mulai melemah dan wajahnya yang seperti ingin menumpahkan air mata kesedihan.
"Ya ngapain juga ditahan, kakak kan udah gede Na, hal yang biasa kalau laki-laki dewasa kayak kakak keluar rumah jam segitu" Siwon yang datang dari ruang gym segera menghentikan perdebatan antara sang isteri dan anaknya yang kini tampak tengah bersedih itu.
"Tapi.. Kakak pergi kemana yah? Baliknya kapan?" saat ini Jaemin memutar badannya dan berfokus pada laki-laki yang telah berumur dihadapannya itu.
"Yaa.. Ayah gak tau"
"Ish Ayah, kalau kakak gak pulang gimana?"
"Ya gak mungkinlah kakak gak pulang, kan rumah kakak disini Na, kakak pasti pulang kok, lagian kamu kenapa khawatir gitu sih?" Yoona benar-benar merasa aneh dengan anaknya yang satu ini, sepertinya ia memiliki pemikiran yang sering diluar nalar.
Aah, Jaemin segera berlari menjauh dari sana, ia tak lagi ingin berdebat dengan kedua orang tuanya itu, mereka benar-benar tak mengerti dengan kekhawatiran yang tengah melanda pikirannya saat ini, kalimat yang Yoona sampaikan itu justru semakin membuatnya merasa pusing dan panik.
Dengan langkah cepat Jaemin memasuki kamar Jaehyun yang tak dikunci, air mata yang sedari tadi ia tahan, seketika lolos dengan bebas saat ia membuka lemari pakaian Jaehyun.
Ia terduduk lemah saat menyadari lemari tiga pintu itu tampak begitu kosong, ada beberapa helai pakaian yang masih ada disana, namun tak banyak, dan itu membuat dunia Jaemin mendadak terasa berhenti.
Pikirannya melayang kembali pada percakapan malam sebelumnya saat Jaehyun hendak keluar dari kamarnya.
"Maaf kalau kakak terlalu lancang mencintaimu dan berharap kaupun bisa membalas perasaan kakak Na, kakak lupa jika hanya ada pria itu di hati dan pikiranmu.. Baiklah jika begitu kakak akan berhenti sampai disini, kakak janji akan menemukan kebahagiaan kakak sendiri agar kamu bisa memaafkan kakak"
Jaehyun berlalu dan membuka pintu kamar Jaemin, namun sebelum tubuh itu benar-benar menghilang dari sana, ia kembali berucap.
"Oh ya, jika alasanmu pergi dari rumah ini hanya untuk menjauhi kakak, kau tak perlu melakukan itu, biar kakak yang pergi, karna dari awal, rumah ini adalah rumahmu"
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love [NOMINJAE] 🔞
FanficCinta, ketulusan, kesetiaan, bahkan kehormatan yang telah Na Jaemin berikan, ternyata tak mampu mengikat seorang Lee Jeno, yang akhirnya malah memilih mengkhianati dan mematahkan harapan Jaemin untuk hidup bahagia bersama sang terkasih. Setelah sek...