13. ANDAI

417 36 0
                                    

Hari telah berganti malam.

Seharian penuh hanya Jaemin lalui dengan tiduran diatas ranjang kamarnya. Ia terlihat sangat tak bersemangat. Ada sesuatu yang hilang dari pandangnya, yang jujur saja membuat hatinya tak tenang.

Ia bahkan telah membatalkan janjinya untuk kembali ke tempat Haechan hari ini.

Entah kenapa, suasana hatinya kini turut menyedot tenaga dan semangat hidupnya, ada hawa dingin yang entah datang darimana seakan tengah membungkus tubuhnya dan menertawakan semua kebodohan yang telah ia perbuat.

Tangan tangannya tak berhenti mengelus boneka orange kesayangannya yang selalu berhasil mengantarkannya pada kenangan indah bersama sang kakak. Sedang tangan kirinya menggenggam sebuah ponsel, berharap sang kakak menghubungi dan memberi kabar padanya.

Namun, saat Jaemin tersadar, berjam jam waktu ternyata telah berlalu, sedang ia masih terdiam sendiri dengan air mata yang tanpa permisi keluar begitu saja membasahi pipinya, dan semua masih sama, tetap tak ada kabar apapun dari Jaehyun.

Jaemin melangkahkan kakinya, mencoba menyeret paksa tubuh tak bersemangatnya ke ruang makan saat sang Bunda memanggilnya.

Makan malam berjalan dengan sunyi, seperti tak ada orang disana, padahal ada tiga orang yang sedang menikmati santapan malam itu, namun mereka sepertinya tenggelam pada pikiran masing-masing.

Jaemin menyantap makanannya dengan tanpa semangat, sesekali ia menatap kursi kosong disebelahnya yang selalu diduduki Jaehyun jika sedang berada dirumah, entah kenapa pemandangan itu terasa sangat berbeda dan sangat menyayat hatinya, padahal dulu pun kursi itu telah kosong selama enam tahun lamanya, namun kini terasa berbeda, ada hal yang.. entah ia sendiri tak tahu apa, namun terasa sangat ia rindukan.

Siwon yang merasa tak nyaman dengan atmosfer rumah yang terasa jauh lebih dingin, memilih untuk membuka suara, memecah keheningan.

"Udah ada kabar dari Jaehyun?"

"Belum, Bunda juga gak paham kenapa tiba-tiba dia seperti ini, bahkan ponselnya pun tak aktif" Yoona yang awalnya mencoba berpikiran positif, akhirnya mulai merasa cemas.

Bagaimana tidak, Jaehyun tak biasanya pergi tanpa pamit seperti ini, dan kalaupun ada hal urgent yang mengharuskannya pergi tanpa sempat berpamitan, setidaknya satu sampai dua jam setelahnya pasti ia akan segera mengabari dan memberitahukan keberadaannya. Tapi kali ini tidak, sudah seharian penuh Jaehyun pergi dan tanpa memberi kabar sedikitpun.

"Ayah.. Bunda khawatir sama kakak" Yoona menggenggam tangan sang suami, yang dibalas dengan lembut oleh Siwon.

"Bunda gak perlu khawatir, kakak itu laki-laki yang udah dewasa loh Bun, dia pasti tau bagaimana caranya menjaga diri, mungkin kakak lagi ada masalah pribadi yang mengharuskannya untuk menenangkan diri beberapa waktu"

Jaemin mengeratkan genggaman pada sendok makan yang tengah ia gunakan. Dengan susah payah, ia menahan semua tangis yang ingin segera keluar dari matanya, entah kenapa perkataan Siwon barusan terasa seperti batu besar yang menghantam hatinya.

"Tapi 'yah.. Gimana kalau kakak malah melampiaskan semuanya pada hal yang salah? Gimana kalau kakak melakukan hal-hal yang malah merugikan dirinya sendiri?"

"Sayang.. Kamu gak lupa kan, Jaehyun udah hidup enam tahun lamanya di dunia barat yang pergaulannya sungguh sangat diluar nalar, disana semuanya legal, alkohol, sex, semua bebas disana, tapi apa? Apa pernah kakak terjerumus pada hal-hal seperti itu? Disana kakak tanpa pengawasan dari siapapun, bahkan ia tak harus peduli pada siapapun disana, tapi apa? Kakak selalu menjaga pergaulan dan nama baik keluarga kita kan? Kakak bahkan selalu menjadi panutan dan role mode bagi dosen-dosennya, mereka bahkan selalu mengatakan bahwa kakak adalah orang yang paling dewasa, kakak mampu mengendalikan emosi dan menahan nafsunya dari hal-hal yang tercela, kakak bahkan gak pernah terlibat masalah apapun dengan siapapun. Jadi, udah ya negatif thinkingnya, kita beri kepercayaan penuh pada kakak, untuk anak seperti Jaehyun, kita hanya perlu memberi kepercayaan sepenuhnya padanya" Siwon mengelus punggung tangan sang isteri mencoba memberi ketenangan.

"Iya ayah, maafin Bunda ya, Bunda cuma lagi khawatir aja, sampai-sampai Bunda lupa Jaehyun anak yang seperti apa" Yoona kembali tersenyum dan menenangkan dirinya.

Hingga sesaat setelahnya, terdengar suara kursi saat Jaemin berdiri dengan lemah, matanya terlihat sangat merah.

"Ayah.. Bunda.. Nana pamit ke kamar duluan ya, kepala Nana pusing, Nana juga udah ngantuk"

"Kamu gapapa nak?" Tanya Ayah terlihat khawatir dengan kondisi si bungsu.

"Gapapa kok Yah, mungkin cuma efek kelelahan beberapa hari kemaren Nana kurang istirahat"

"Yaudah, kamu istirahat lebih awal malam ini ya, jangan begadang, istirahatkan juga pikiranmu"

"Iya Ayah, kalau gitu Nana ke kamar dulu, selamat malam Bunda, Ayah"

"Malam sayang"

"Malam Nak, tidur yang nyenyak"




Sesampainya di kamar, Jaemin membiarkan tubuhnya terhempas begitu saja diatas ranjang. Ia menumpahkan semua tangisnya disana. Ia menangis dalam diam. Ia menyesal, namun ia tak tahu harus melakukan apa. Bagaimanapun ia tetap tak bisa menuruti semua ini. Hatinya dan hati Jaehyun, tak seharusnya bersatu dalam perasaan terlarang seperti ini.

Untuk saat ini, pikirannya ia seperti dibutakan, ia tak tahu mana yang benar dan mana yang salah.

Beberapa waktu berlalu, sudah dua jam ia memaksakan matanya untuk terlelap, namun tetap tak bisa, hatinya masih tetap terjaga, berharap Jaehyun akan datang dan memberi solusi atas semua ini.

Jaemin akhirnya bangkit dari ranjang besarnya, ia berjalan menuju balkon kamarnya.

Tangannya masih sama, yang satu menggenggam boneka ryan pemberian Jaehyun, dan satunya lagi menggenggam ponsel pintarnya.

Jaemin berdiri menatap bulan malam yang tertutup awan, tampaknya malam itu akan turun hujan. Pantas saja udara terasa dingin sedari sore. Semilir angin malam yang menyapu wajahnya semakin membuat Jaemin merasa kedinginan, ia mengusap kedua lengannya, namun tetap tak berbeda, masih dingin, dan Jaemin tak suka itu.

"Kak.. Kakak dimana? Nana rindu, disini dingin sekali, Nana pengen tidur dipeluk kakak, terlalu sulit rasanya tidur sendiri dalam keadaan seperti ini, Nana butuh kakak, Nana rindu kakak"

Pikiran Jaemin menerawang, apa disana Jaehyun juga merasa dingin? Apa Jaehyun membawa penghangat yang bisa menghangatkan tubuhnya?.

"Kakak kenapa pergi tanpa pamit ke Nana? Kakak semarah itu ya sama Nana? Kakak terluka karna ucapan Nana?" Tanpa sadar, air mata kembali membasahi pipi Jaemin yang sudah terasa membeku.

Pikirannya kembali melayang, ia teringat pada ucapan sang Ayah di ruang makan barusan.

Benar kata Ayah, Jaehyun adalah anak yang baik, ia tahu bagaimana menjaga kehormatannya dan nama baik keluarga, Jaehyun tak pernah terlibat pergaulan yang buruk, ia selalu menjaga semuanya dengan baik. 

"Kak.. Nana minta maaf.. Apa kakak mau memaafkan Nana? Kalaupun tidak, tak apa.. Nana tau ucapan Nana udah keterlaluan, Nana tak pantas mendapat maaf dari kakak, tapi tolong, Nana mohon kali ini aja, pulang kak.. Nana pengen ngeliat kakak, Nana rindu kakak"

Tentu Jaehyun sangat tersinggung atas ucapan Jaemin pada malam sebelumnya, yang dengan tanpa perasannya Jaemin malah menyudutkan Jaehyun dengan tuduhan pergaulan bebasnya dan mengucap kata-kata yang tak baik padanya.

Hanya saja Jaemin masih tak menyadari, sebenarnya  bukan hal itulah yang menjadi hal utama penyebab hancurnya hati Jaehyun.

Melainkan tentang sebuah nama.

Nama yang tak seharusnya terlontar dari mulut Jaemin, yang malah membuat keberanian dan ketulusan yang telah Jaehyun tumpahkan pecah dan hancur dalam waktu sekejap.

Jaemin menyentuh dadanya yang terasa semakin sesak.

"Andai..

Andai saja perasaan kita ini diperbolehkan kak..

Andai saja Nana bukan adek kandung kakak..

Andai saja tak ada ikatan diantara kita..

Maaf kak, Nana terlalu lemah atas semua ini, maaf.. Maafin Nana.."



TBC

Hai haii.. Lama tak berkabar..

Ada yang nungguin book ini tidak yaa?

Forbidden Love [NOMINJAE] 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang