26. SETITIK KEBAHAGIAAN

212 19 1
                                    

"Aku harus mengandung anakmu Jae"

"Kau gila Taeyong?"

"Jae, masalah ini gak semudah yang kamu bayangkan, kamu tau apa yang menjadi perbincangan orang-orang diluar sana? Mereka mulai mengungkit-ungkit kedekatanmu dengan Jaemin selama ini, mereka mulai mempertanyakan apakah orang tuamu tak becus dalam mendidik anak-anaknya hingga timbul perasaaan yang tak semestinya diantara kalian, orang-orang pun juga mulai bergosip tentang Jaemin, bahkan beberapa dari mereka mulai mengata-ngatai Jaemin sebagai seorang adik yang tak tau diri,

Mereka mulai menerka-nerka apa pernikahan kita hanya sekadar pengalihan isu agar kau dan adikmu itu bisa bebas berhubungan tanpa kecurigaan dari orang lain, terlebih saat itu kau sempat membatalkan pernikahan ini secara sepihak lalu dengan tiba-tiba dalam satu bulan kau berbalik ingin mempercepat pernikahan kita, disamping itu juga ada teori lain yang menyebutkan bahwa kau menikahi ku hanya untuk memanfaatkan nama baik dan kekayaan orang tuaku untuk pencalonan Ayahmu,

Dan kini mereka juga sudah mulai menyangkut pautkan semua teori-teori itu dengan kondisiku yang belum juga hamil. Sudah enam bulan lebih Jaehyun, sudah enam bulan lebih kita menikah, orang tuaku tau bahwa kondisi rahimku baik-baik saja, orang-orang pun tau kalau kau juga cukup sehat untuk bisa membuatku hamil Jae, tapi sampai sekarang aku belum juga mengandung anakmu, semua orang mulai memandang keluarga kita dengan sebelah mata, tidakkah kau sadar sedari awal orang-orang telah bergunjing diatas pernikahan kita, dan kini semuanya semakin menyoroti pernikahan kita. Aku lelah Jae, aku lelah selalu dijadikan objek dari tatapan remeh orang-orang diluar sana"

"Aakkhh" Jaehyun semakin merasa pusing, tak pernah terfikirkan olehnya bahwa kebodohannya malam itu akan membawa dampak yang begitu besar untuk orang-orang yang menyayanginya. Ia juga tak pernah sadar bahwa selama ini Taeyong selalu menahan kesedihan atas gunjingan orang-orang terhadapnya. Lalu sekarang bagaimana? Sekadar menyesal tak akan bisa mengubah keadaan.

"Jae, situasi ini benar-benar takkan baik untuk kita, ini tidak akan baik untuk Ayah, dan ini juga takkan baik untuk Nana yang baru saja mengembangkan bisnisnya, apakah kau tidak bisa melakukan ini demi keluargamu? Demi Ayah, Bunda dan juga Nana?"

"Taeyong, ini tak semudah yang kamu bayangkan, aku tak bisa, aku tak ingin semakin menyakitimu, aku tak mungkin menyentuh dan menghamili mu disaat aku sendiri tak pernah mencintaimu, aku tak ingin semakin menjadi orang yang jahat di hidupmu, kau tau sendiri kan, bagaimana perasaanku selama ini"

"Aku mohon Jae, aku janji tidak akan meminta dan menuntut apapun darimu, aku hanya ingin memiliki anak darimu, darah dagingmu"

.

.

.

.

Jaehyun merebahkan punggungnya diatas sofa kecil di dalam ruangan bernuansa orange-pink yang kini sudah terasa bagaikan kamar tidurnya itu.

Rumah besar dan mewah dengan banyak kamar yang dulu ia bangun bagai tak ada harga baginya, dari sekian banyak ruang dan sisi dari rumah mewah itu, hanya ruangan itulah yang selalu menjadi tempatnya untuk pulang.

Hanya di ruang itulah Jaehyun merasa hidup, ditemani puluhan gambar Jaemin yang terpampang disana, ditambah satu gambar lawas sang Mama, setidaknya itulah yang menjadi penyemangat hidup bagi seorang Na Jaehyun.

Mata lelahnya terpejam, namun pikirannya menerawang entah kemana, ia lelah, sudah sebulan ia dibayang-bayangi oleh gunjingan-gunjingan yang makin hari makin melebar entah kemana, walau makin kesini para penikmat gosip itu makin berkurang, dan elektabilitas Siwon pun mulai membaik, namun tetap saja masih ada beberapa pihak yang masih senang menjadikan peristiwa malam itu sebagai topik nyinyiran. Tampaknya masih ada beberapa oknum yang merasa bahwa hidup tanpa gosip memang terasa kurang lengkap.

Tentu hal itu harus tetap jadi perhatian penting bagi Jaehyun dan keluarganya, walau saat ini suasana semakin membaik, namun belum bisa dipastikan bahwa gosip itu akan menghilang selamanya, kemungkinan-kemungkinan buruk itu masih tetap ada, sehingga Jaehyun tak boleh lengah sampai ia bisa memastikan bahwa gosip itu benar-benar hilang untuk selamanya.

Ia kembali teringat akan permintaan Taeyong yang menginginkan anak darinya.

Seketika bayangan masa lalu kembali bermain dipikirannya, ia ingat bagaimana ia diperlakukan buruk oleh Papa kandungnya, ia masih menyimpan trauma itu dengan jelas, sungguh ia takut, bagaimana jika nanti ia tak bisa menerima kehadiran anak itu, dan malah ia juga ikut menurunkan trauma yang sama pada sang anak. Ia takut, ia takut tak bisa bersikap baik pada anak yang jujur saja sama sekali tidak ia inginkan.

Jaehyun membuka matanya perlahan, tatapannya mengarah pada satu bingkai foto yang didalamnya menyimpan gambar Jaeminnya yang tengah tersenyum riang, pipi anak itu membulat indah dengan bulu mata yang terlihat sangat cantik dan panjang.

"Nana" suara yang dulu selalu ceria saat menyebut nama itu, kini terdengar sangat lirih menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Sudah sebulan sejak kejadian ia melihat Nananya terlihat nyaman dalam pelukan Jeno, sejak saat itu pula ia memutuskan untuk tak lagi datang sekadar menatap sang pujaan walau dari jauh.

Ia takut jika ia datang untuk menemui Nananya, akan ada orang-orang yang melihat sehingga bisa menimbulkan spekulasi dan gosip baru.

Selain itu ia juga takut, takut jika kejadian malam itu terulang, saat ia harus berdiri dengan bodohnya melihat kesayangannya berada dalam pelukan laki-laki lain. Ia takut, ia masih belum siap untuk itu.

"Nana, kau sedang apa disana?"

"Kau baik-baik saja kan sayang?"

"Na, kakak rindu" satu butir air mata berhasil lolos membasahi pipinya.

Tak pernah terpikirkan oleh Jaehyun bahwa ia akan serapuh itu.

Dulu semua yang ia bayangkan terasa begitu sempurna, dirumah mewah ini, disanalah ia akan membawa Nananya hidup berdua, saling berbagi kasih, tawa maupun duka, ditemani dengan suara khas dari anak-anak mereka yang cantik, tampan, lucu dan menggemaskan.

Dan saat nanti di waktu tua menjelang, ia ingin membawa Nana ke tanah kelahiran sang Mama. Jika memungkinkan ia ingin membeli sepetak rumah kecil disana, kembali hidup berdua, melupakan hiruk pikuk kota dan beban pekerjaan yang menumpuk. Memakan kue yang mereka masak bersama dan ditemani dua cangkir cokelat panas. Menikmati sisa-sisa waktu dengan penuh kebahagiaan, saling menjaga dan saling setia menggenggam tangan satu sama lain.

Namun sekarang khayalan itu hanya sebatas angan, kenyataannya kini ia harus menghabiskan waktunya dengan menjadi orang lain, berpura-pura mencintai orang lain, dan dipaksa untuk mengubur kisah cintanya yang bahkan belum sempat ia mulai.

Dan sekarang ia seolah dipaksa untuk menghamili orang yang sama sekali tak bisa ia cintai.

Ia tak tahu harus sejauh apa ia membunuh dirinya.

Ia tak tahu harus sejauh apa ia menjadi seseorang yang jahat untuk Taeyong yang selalu mencintainya dengan tulus.

Ia tak tahu apakah masih ada kesempatan baginya untuk pulang. Pulang ke rumah yang benar-benar ia inginkan, pulang ke pelukan seseorang yang selama ini selalu ia dambakan.

"Mama, apakah masih ada setitik kebahagiaan untuk Jae?"







TBC

Forbidden Love [NOMINJAE] 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang