Prolog

11 3 0
                                    

Jepang, 2120

'M–Mo...monster!!'

'Ti...tidak! A-Ampuni diriku!'

'Bagaimana bisa dia sampai ke tempat ini?! P–Padahal...aku sudah menghilangkan jejak!'

Pada saat ini, sesosok wanita berjubah hitam dengan garis merah sedang mengayunkan pedang odachi miliknya ke arah kerumunan orang berjas. Bilahnya yang tajam dengan mudah membelah tubuh mereka, bahkan sampai mereka tidak sempat untuk berteriak.

Memang siapa yang dengan sadis membantai semua orang itu?

Saat mereka menyadari bahaya yang datang, hanya ada satu cara untuk menyelamatkan diri mereka dari monster tersebut. Lari.

'La–Lari! Aku harus lari jika tidak ingin mati di tangan wanita itu! Hiek-'

Swoosh

Satu langkah belum pria itu ambil, namun kepalanya sudah melayang dan menggelinding di atas lantai. Dijambak lah rambut dari pria itu, netra birunya berhadapan dengan netra merah menyala seperti permata rubi yang tengah diselimuti oleh murka.

"Aku tidak sangka kalian akan berbuat sejauh ini. Sungguh menabjubkan," hina wanita itu, melempar kepala itu ke luar jendela.

Pemandangan yang kurang mengenakan kini biasa saksikan sendiri. Banyak sekali pemudi atau perempuan yang disekap dan dijadikan budak seks oleh para politikan, mereka terduduk tanpa busana, wajah mereka telah dibasahi oleh air mata. Siapa sangka jika umur mereka yang baru belasan tahun sudah mendapatkan takdir menjijikan seperti ini.

Siapa yang harus ia salahkan? Politikan? Atau Tuhan?

Namun tak ada gunanya berguman tentang keadaan yang telah terjadi. Dia mengambil langkah lagi, membasmi tikus atau sampah masyarakat yang masih hidup. Pedang odachi ia keluarkan dari sarungnya, mencincang habis mereka semua.

Polis kemudian berdatangan dan mengamankan situasi. Mereka masuk dan menyelematkan para gadis yang masih tidak berpakaian, menutup tubuh mereka dengan kain.

"Astaga, aku tidak menyangka jika wanita itu bisa membantai mereka semua dengan sadis," cetus salah seorang polisi dengan tatapan horor, "tidak salah jika mereka memanggilnya dengan sebutan Steel Shogun."

"Cepat! Periksa lantai dua!"

Sepasang polisi pun bergegas naik ke lantai dua. Pemandangannya tidak jauh seperti di lantai bawah, mayat-mayat dari para politikan yang telah mati bergelimpangan di atas lantai. Bau menyengat dari darah seketika membuat kedua polisi tersebut menahan napas.

'G–Gila...ini sudah pembantaian namanya.'

'Dimana dia sekarang?'

"Cepat, kita pergi ke kantor utama!" seru salah seorang polis pada rekannya.

Mereka pun pergi ke kantor utama, tempat dimana pemimpin dari para politikan berada. Namun saat mereka sampai, mereka dikejutkan dengan sebuah badan yang tergantung di langit-langit. Tubuh mereka bergetar, karena saking terkejutnya mereka dengan pemandangan yang mereka temui. Ini seperti dalam film horor dan mereka sendiri yang menyaksikannya.

"Kalian telat," sambut seseorang di samping mereka. Sesosok wanita duduk di samping tembok dengan pakaiannya yang sudah berlumuran darah, menatap mereka dengan tatapan lesu.

Para polisi itu kemudian berteriak, "Nona Ryuu!" dan menghampiri wanita itu dengan cepat.

'Ya Tuhan! Dia terluka!'

"Bertahanlah! Kami akan segera memanggil tim medis!" Salah satu dari mereka hendak meninggalkan tempat, namun tangannya sudah terlebih dahulu ditarik oleh wanita itu.

"N–Nona...apa yang kau–"

"Beri tahu ayah dan ibuku, bahwa aku mencintai mereka semua," pinta Ryuu dengan nada lembut, tenang, dan penuh keikhlasan. Tubuhnya sudah kehilangan darah begitu banyak, karena luka tembak yang berada di sekujur tubuhnya.

"Tolong, bertahanlah!" pinta polisi itu dengan nada khawatir, seakan dia benar-benar menginginkan wanita itu untuk tetap hidup.

"Tidak..." namun Ryuu menolak, "tugasku ku di sini sudah selesai. Berikan salam dan cintaku pada anakku tersayang, Lulu, katakan padanya jika ibunya tidak bisa hadir pada ulang tahunnya. K–Kumohon...sampaikan padanya..."

Itu adalah kata-kata terakhirnya. Para polisi hanya dapat diam, melihat sosok wanita yang mereka kagumi dan butuhkan, kini wafat dihadapan mereka sendiri. Mereka pun menitikkan air mata, seakan merasakan kepedihan yang dirasakan oleh wanita itu.

'Nona Ryuu...'

'Tidak.'

Setelah bergelut dengan putaran emosi, mereka akhirnya memanggil bala bantuan, memindahkan jenazah sang pahlawan. Mereka juga saling memberikan info, jika akan ada hari besar pada esok hari untuk mengenang wanita itu.

Dia adalah Kazawa Ryuu, Pendekar Pedang Odachi Legendaris, juga dikenal sebagai Steel Shogun.

<<<<▶️>>>>

The Tale of Ryuko EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang