Chapter XIV: Asal-Usul Sihir

0 0 0
                                    

Dua minggu sudah aku habiskan untuk beristirahat. Aku mendengar jika kedua orang tuaku bertemu dengan dokter Gilbert, jadi mereka menyuruhku untuk beristirahat untuk saat ini.

Jadi aku mengiyakan perintah mereka dan mengumpulkan tenaga untuk beraktivitas. Seperti saat aku sedang menikmati secangkir teh di paviliun dekat taman bunga kedimanku sekarang.

"Sisy, bawakan kue kering yang kalian buat kemari."

Sisy mengangguk, pergi ke dapur, kembali dan mendorong troli yang berisikan kudapan manis yang sudah dibuat oleh para maid. Aku mendapat berita bahwa pangeran akan mengunjungiku pada siang hari ini. Awalnya aku menepok jidat, memikirkan untuk apa anak laki itu menemuiku.

Tapi jika dipikir ulang, tidak ada salahnya juga. Lagi pula bagi dirinya, mungkin Ryuko adalah satu-satunya gadis yang sangat dicintai oleh pangeran Garry.

"Kuharap dia datang dengan tidak membawa badai."

Aku tersenyum aneh, menyeruput teh di tanganku.

Pemandangan asri ditemani oleh ratusan bunga-bunga cantik dan berwarna-warni ini sungguh memanjakan mata dan menenangkan jiwa. Tampaknya aku harus memberika reward kepada para tukang kebun nanti.

"Sisy, apakah para tukang kebun bekerja hari ini?"

"Iya nona. Mereka sedang memperbaiki gudang kayu di sebelah sana."

Sisy menunjuk ke salah satu sudut, dimana aku bisa mendengar suara ketukan palu dan gergaji yang tengah memotong kayu.

"Bilang pada ayahku untuk memberikan hadiah pada mereka. Aku sangat puas dengan hasil kerja mereka saat ini."

"Ah... kalau boleh tahu hadiah dalam bentuk apa, non?"

Lalu aku berpikir. Apakah menaikkan gaji mereka akan membuat mereka puas? Karena pada dasarnya, uang adalah elemen penting bagi masyarakat menengah ke bawah. Apalagi bagi masyarakat miskin, tanpa uang mereka tidak bisa membeli apapun termasuk makanan.

"Naikkan gaji mereka dan berikan sekantong kecil kue-kue kering!"

Terdiam. Aku tidak mendengar balasan dari dari Sisy, jadi aku melirik ke arahnya. Dia terlihat bingung dan seakan tercekat, ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?" tanya diriku. "Sudah cepat sana!"

"Apakah nona yakin tentang hadiah-hadiah tersebut?"

"Kau mempertanyakan perintahku!?"

Aku segera memberikan tatapan sinis nan dingin, serta membanting cangkir di tangaku ke pisin kecil. Sontak saja Sisy meminta maaf dan berlari pergi masuk ke dalam manor. Sebelum itu, aku lihat dia berpapasan dengan Ruby yang datang berjalan ke arahku.

"Nona. Pangeran Garry sudah sampai."

Akhirnya dia datang juga.

"Bilang padanya jika aku menunggu dirinya di sini. Jangan lupa untuk meninggalkan kami berdua! Aku tidak ingin diganggu."

Ruby tanpa membalas, menunduk dan berlalu pergi. Semenit kemudian, dari kejauhan, rambut pendeknya yang pirang tertiup angin dan menampilkan sisi ketampanannya. Saat dia menatap kemari, pandangan kami terkunci dan dia melempar senyum manisnya.

Aku tidak tahu harus membalas senyuman itu dengan apa, jadi aku hanya melambaikan tangan. Dia pun tampak tidak keberatan.

"Selamat siang puteri Ryuko. Senang bisa bertemu denganku lagi."

"Sama denganku pangeran. Silahkan duduk."

Garry mengambil kursi di seberang diriku. Kemudian kami mulai berbincang perihal kedatangannya kemari. Dia bilang ingin menemuiku untuk membicarakan pasal ujian masuk akademi sihir.

The Tale of Ryuko EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang