Chapter XVI

0 0 0
                                    

Saat waktu terus bergulir, Ryuko menyadari bahwa jam makan siangnya telah usai, terbukti dengan dia makan sendirian di ruang maka tersebut. Awalnya dia merasa aneh, walaupun dia sebenarnya tidak masalah untuk memakan makanan buatan Lucy dengan lahap di meja, termasuk steak buatannya. Namun kesendirian itu menguapkan sebuah pertanyaan di benaknya.

Apakah mereka sedang beristirahat di dalam kamar? Tampaknya mereka sangat lelah. Tidak butuh waktu lama baginya, seorang wanita yang kini bereinkarnasi ke tubuh seorang gadis lugu yang dulunya tempramental, merasakan beratnya tanggungjawab yang dipikul oleh Tuan dan Nyonya Everhart. Apalagi semenjak Lucy mengatakan bahwa mereka berdua baru saja melakukan blusukan ke suatu desa yang sedang tertimpa musibah.

Menyadari transportasi di dunia ini masih terbilang sederhana, hanya sebuah kereta kuda, Ryuko tidak bisa menahan asumsinya jika perjalanan yang dilakukan keduanya memakan waktu hingga berjam-jam hinga berhari-hari. Tidak heran jika mereka terlihat begitu kelelahan! Apalagi mereka berdua pergi saat Ryuko masih dalam keadaan koma...

Aku tidak bisa membayangkan menjadi mereka. Namun setidaknya itu yang dia pikirkan jika berada diposisi mereka. Meskipun dari luar itu adalah Ryuko, namun jiwa di dalamnya adalah seorang ibu yang telah meninggalkan putri tercintanya, sesosok gadis gadis cantik dan lugu bernama Lulu. Walaupun dia pernah menjadi ibu, namun dia tidak dapat membayangkan jika harus melihat putrinya tersiksa di atas kasur dalam keadaan tak sadarkan diri.

Huh...tidak bisa begini. Ryuko berpendapat jika dia harus keluar untuk menghirup udara segar, merasa jika pikirannya mulai mumet.

Oleh karena itu, setelah selesai makan dia bergegas membawa pergi raganya ke taman bunga, lebih tepatnya ke paviliun yang berdiri di tengah-tengah sambil bersandar di sofa panjang. Awalnya dia kemari hanya karena ingin melepas penat dan membuang pikiran buruk, namun kedua maid pribadinya membawa troli yang berisikan kue-kue kering dam manisan. Ryuko tentu saja terbelalak melihatnya, menyuruh keduanya untuk membawa kembali troli tersebut ke dalam rumah.

Ryuko mengaku bahwa steak tadi sudah cukup untuk mengisi perutnya, cukup hingga makan malam tiba, namun karena Lucy dan Sisy memaksa maka troli tersebut dibiarkan bersamanya.

"Hmm. Tumben sekali mereka bersikap seperti itu hari ini...apakah ada sesuatu yang terjadi?" ucap Ryuko, bersandar pada sofa panjang yang empuk sambil memerhatikan kue-kue di depannya.

Dia masih bingung tentang mereka, maksudnya kedua maid pribadinya. Ryuko tahu bahwa perubahan dirinya lama kelamaan pasti akan membawa pemgaruh ke lingkungan sekitar, namun dia tidak mengharapkan secepat ini. Ryuko, lebih tepatnya Ryuu, tidak ambil pusing jika orang-orang membencinya karena perilaku Ryuko di masa lampau yang mungkin bisa dia akui...

Sungguh memalukan. Inilah akibatnya jika anak-anak selalu di manja oleh orang tuanya. Pendapat itu dia lontarkan dalam kepalanya, saat angin sepoi-sepoi bertiup dan menyapu tubuhnya.

Ryuko tidak mempermasalahkan jika dunia kembali memusuhinya, selagi dia memiliki harapan untuk terus hidup dan tujuan yang jelas, segala rintangan akan dia hadapi. Meskipun begitu dia tidak mungkin menghadapinya dengan tangan kosong dan modal nekat, memikirkan keahlian bertarungnya di masa lalu, Ryuko mengakui jika sekarang dia memiliki banyak kekurangan.

"Tangan ini sungguh lemah...nyaris seperti tidak dilatih sama sekali." Ryuko mencengkram tangannya sendiri dan merasakan otot-ototnya. Sungguh...dia merasa begitu kecewa melihat betapa lemahnya dia saat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Tale of Ryuko EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang