CHAPTER XII: Mata-mata?

0 0 0
                                    

*Ryuko POV*

Sebelum kedua orang tuaku tiba, aku dengan bantuan para maid segera keluar untuk membersihkan halaman depan. Melihat beberapa sisi yang kurang sedap dipandang, aku menyuruh tukang kebun untuk menata sedikit bagian-bagian itu. Tidak lupa menyuruh mereka untuk membuang sampah secepatnya.

Dalam waktu singkat kami berhasil membersihkan halaman depan, menyiapkan sarapan, serta merapihkan bagian dalam manor. Segera setelah semua itu sudah selesai dikerjakan, aku pergi ke ruang makan karena aku mendengar jika kedua orangtuaku akan segera sampai ke sini.

Betul saja, saat aku baru saja ingin mengambil pisau untuk memotong daging steak di atas piring, seseorang masuk melalui pintu tanpa memberi salam. Seorang wanita dengan wajah cantik serta rambut yang sama persis denganku, menatap ku sambik mulai berlinang air mata. Sontak saja aku beranjak dari kursi dan langsung memeluk wanita yang kusebut sebagai ibuku.

Dia menangis tersedu-sedu dan aku mencoba menenangkannya.

Aku mengajaknya ke meja makan dimana hidangan mewah yang sudah dimasak oleh para maid tertata rapih dan siap disantap. Awalnya aku merasa khawatir jika makanan yang disiapkan terlalu banyak, namun kupikir tidak ada salahnya menganggap ini sebagai pesta untuk menyambut orang tuaku setelah blusukan ke suatu daerah.

Dan begitulah pertemuan ku dengan ibu. Dia tidak berkata banyak, entah karena dia masih shock atau karena sedang lelah saja, namun apapun itu aku senang sebab bisa melihat orang tuaku pulang ke rumah.

Setelah selesai dengan ibu aku merasa aneh sebab seperti ada yang terlewatkan, saat mengetahui hal itu aku pun menyadari bahwa ayah tidak menemuiku saat itu, aku pun bertanya kepada ibu, "Ibu, ayah dimana? Dari tadi aku tidak melihatnya."

Ibuku menjawab, "Ah, tampaknya dia sedang merapihkan barang bawaanya. Banyak sekali dokumen penting yang mesti ia bawa selama blusukan ke desa.

Jadi, blusukan bukan bersrti berlibur ya. "Oh, jadi ayah dan ibu bukan sedang berlibur, ya?"

"Ha.. ha.. ha.. berlibur? yang benar saja, putriku. Disaat kau sedang tak sadarkan diri, mana bisa aku dan ayahmu berlibur dan meninggalkanmu sendirian di manor!" Ibuku dengan gemas mengelus dan mengacak-acak rambutku, tertawa dengan keras.

Entah, melihat wanita ini, yang notabenenya adalah ibuku, muncul perasaan hangat dan menenangkan saat mendengar suara tawanya. Mungkinkah karena aku masih belum dapat merelakan kematianku saat itu?

...meninggalkan seorang malaikat kecil yang begitu kucintai.

"Jadi... mengapa kau tidak pergi ke kamarnya, Ryuko?"

Aku mengerti mengapa tawanya begitu familiar... sebab itu mengingatkan diriku dengannya, dengan putriku, Lulu.

"Ryuko."

"H-Huh? Iya, i... ibu?"

Aku terbangun dari alam bawah sadar saat merasakan sentuhan di bahu, melihat jika ibuku sedang menatapku dengan khawatir. "Ada apa, sayang? Kau tampak... kebingungan." Ujar ibuku, resah.

Karena tidak mau menimbulkan kesalahpahaman, aku segera memperbaiki keadaan dengan mengatakan jika diriku baik-baik saja. Ya, mungkin aku bisa mengatakan pada ibu jika aku mengingat satu hal kemudian melupakannya.

Lagipula tidak ada salahnya bertindak seperti anak tolol demi mencari alasan. Hehehehe.

"Hah... yasudah. Pergi temui ayahmu sekarang." Ibuku menyuruhku untuk menemui ayah, dan ku hanya menuruti apa katanya.

"Baik, ibu. Aku akan menemuinya sekarang,"

Setelah itu, aku keluar dari ruang makan dan berjalan, naik ke lantai dua, ke ruang ayahku tepatnya. Benar saja, sebelum aku sampai di kamarnya, aku melihat beberapa maid sedang mondar-mandir dengan kertas di tangan mereka.

The Tale of Ryuko EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang