Saat matahari sudah duduk di atas takhta miliknya, ditemani awan-awan yang tengah menari-menari di atas langit. Para maid berkumpul di dapur, tengah membicarakan sesuatu. Beberapa dari mereka adalah maid yang waktu lalu membantu Ryuko: menggatin gaun yang baru, menyiapkan sarapan baginya, dan menemaninya saat bertemu dokter di ruang tamu.
Bingung dan penasaran, itulah yang terukir di wajah mereka saat ini.
"Lagian kalau jalan tuh pakai mata, Meri," ujar seorang maid pada temannya, Meri. "Pasti malu banget tuh, apalagi di depan muka Milady lagi."
"Iya, lain kali aku akan berhati-hati."
"Kok bisa sih kamu kejedot pintu? Lagian pintu sebesar itu kamu cium...gak enak kan." Temannya lantas tertawa keras, sambil membantu Meri mengobati keningnya yang terluka.
"Aw-Aw! Pelan pelan dong!" rengek Meri sambil merintih kesakitan.
"Apa jangan-jangan kau saat itu sedang membayangkan seorang pangeran di depan mu?" tanya temannya dengan nada mengejek. "Ah...kasihan banget dong teman kita ini, Sisy."
"Pffttt! Tampaknya Meri sudah tidak tahan dengan kejobloannya. Hahahaha!!"
Rasa sakit masih mengintari kepalanya, terakumulasi menjadi emosi yang sulit ia kendalikan. Ingin sekali rasanya mengubur kedua temannya hidup-hidup, namun ia tahu mereka sedang menghidupkan suasana untuk membuatnya ceria.
"Hah... kalian ini. Bisa tidak sehari saja tidak membuatku pusing? Sisy. Lucy."
"Iya. Iya, maafkan kami."
"Ngomong-ngomong kalian merasakan ada yang aneh gak dengan Milady?" tanya Sisy berbisik-bisik, memecah keheningan.
Meri dan Lucy mengangguk, setuju dengan apa yang Sisy ucapkan. "Kau benar! Tantrumnya tumben gak kambuh lagi. Biasanya pagi-pagi dia sudah berteriak." Lucy membuat pose berpikir.
"Nada bicaranya juga terdengar lebih santai, dia tampak tidak terlalu banyak membuka mulut." Meri melanjutkan. "Apakah karena ia hilang ingatan makanya jadi seperti ini?"
Sisy dan Lucy mulai mempertanyaan keadaan tuan mereka, Ryuko. Mendengar perkataan dari Meri, mereka sontak memikirkan apa yang akan terjadi jika sampai terdengar ke kuping tuan Duke dan nyonya Duchess. Mereka pasti akan sangat shock.
'Pastinya nyonya akan langsung pingsan jika mendengar Milady hilang ingatan.' batin Lucy.
'Tuan Duke pasti akan sama khawatirnya dengan nyonya Duchess. Dia pasti akan memanggil seluruh healer dari sudut kerajaan untuk menyembuhkan Milady.' batin Sisy.
"Kalau informasi ini sampai terdengar kepada tuan Duke dan nyonya Duchess, bagaimana dong?" tanya Sisy dengan nada khawatir, menepuk jidatnya.
"Waduh, gawat dong!" balas Meri. "Pastinya nyonya duchess akan pisang di tempat, dan tuan Duke akan berusaha keras mencari seseorang yang bisa mengembalikan ingatan Milady.
"Pingsan dong! Apaan pisang?" timpal Lucy sambil melotot ke arah Meri.
"Eh, iya. Iya, maksudku begitu. Hehehehe."
Ketiganya merasa putus asa di ruangan itu. Hari semakin siang dan mentari mulai condong ke arah Barat, Lucy yang menyadari waktu terus berjalan mulai bangun dari duduknya. "Hei, udah siang nih. Lanjut kerja yuk!" ajak Lucy sambil mengambil dua langkah menuju pintu.
Meri membalas, merebahkan dirinya di kursi kayu yang panjang. "Kalian duluan ajah. Aku mau istirahat dulu, pusing banget."
"Yaudah. Jaga diri kamu. Ayo, Sisy!"
"Okay. Let's go!"
Dengan begitu Sisy dan Lucy beranjak keluar dari dalam dapur, meninggalkan Meri sendirian di ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Ryuko Everhart
FantasyKazawa Ryuu, bukanlah wanita biasa, dia adalah seorang shogun yang memerintah klannya, klan Kazawa, di Jepang pada abad ke-23. Akan tetapi, takdir harus merubah haluan hidupnya, bereinkarnasi ke dalam tubuh seorang villainness dalam game otome berju...