CHAPTER VIII

3 0 0
                                    

Hari ini benar-benar melelahkan. Aku bahkan tidak menyangka akan mengatakan hal itu langsung di depan muka si pangeran, seakan bibirku bergerak dengan sendirinya tanpa kendali. Namun diriku tidak menyesal sama sekali dengan apa yang telah aku katakan, lagi pula apa yang aku katakan adalah benar kok.

Aku tidak ingin membuang waktu dengan sia-sia. Sebagai seorang shogun di kehidupan lamaku, aku tidak punya banyak waktu untuk mengambil sebuah keputusan.

Saat aku sudah mengambil keputusan, maka saat itu juga aku tidak akan menarik kembali apa yang sudah aku ucapkan. Maka dari itu aku tidak menyesal mengatakan jika aku ingin putus dengan pangeran Garry. Tapi untuk seorang pangeran, dia memiliki rasa humor juga, ya.

Setelah mengantar pangeran ke depan pintu, di mana kereta kuda sudah menunggunya, kami berpamitan. Dia mengatakan jika ingin mengunjungiku lagi di masa pemulihannya. Namun aku mengatakan, "Oh, tidak apa-apa, pangeran. Lagipula pintu rumahku selalu terbuka untukmu."

Aku melanjutkan, "Tapi jangan salahkan aku jika kesehatan Anda kembali memburuk, ya? Bukankah dokter sudah bilang pada Anda untuk tetap beristirahat? Hmm~ Oh! atau jangan-jangan dokter lupa memberitahu Anda? Wah ... wah ... wah ... Raja dan Ratu akan sangat khawatir loh~"

Saat itu juga Garry langsung membatalkan rencananya untuk menemuiku. Baguslah! Setidaknya aku bisa menikmati ketenangan sejenak, sebelum aku pergi ke Akademi Sihir.

Aku benar-benar bodoh dalam memikirkan hal yang paling sederhana. Aku kira Ryuko baru berusia 12 atau 13 tahun, namun rupanya dia sudah berusia 15 tahun. Ini adalah saat pertama dia masuk ke Akademi Sihir untuk belajar cara mengendalikan sihirnya. Sebagai catatan, setiap orang yang sejak lahir memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir diharuskan masuk ke Akademi Sihir.

Tentu saja aku mempertanyakan apa yang akan terjadi jika seseorang tidak mendaftarkan dirinya ke Akademj Sihir, maka dari itu aku bertanya ke Lucy.

"Mereka akan dicap dalam daftar hitam sebagai rakyat yang tidak mematuhi aturan, dan akan mendapat hukuman penjara paling singkat 3 bulan dan maksimal 6 bulan." Aku langsung melongo mendengar jawaban dia saat itu juga. Well, masih ada lanjutannya.

"Namun aturan ini kebanyakan berlaku hanya untuk para bangsawan, Milady. Walaupun rakyat jelata dapat terkena sangsi yang sama, namun hingga hari ini belum ada satupun dari mereka yang memiliki kemampuan untuk menggunakan sihir sejak lahir."

Jadi aku mengambil kesimpulan jika mereka yang pergi ke Akademi Sihir, tidak lain adalah para bangsawan sama sepertiku. "Haruskah aku mulai berlatih sihir?" Sejak dari tadi, hanya ada kata 'magic' dalam kepalaku.

Mungkin dalam film-film, mengendalikan sihir terlihat semudah membalikkan telapak tangan, dan mempelajari teori akan terasa mudah dibandingkan mempraktikkannya langsung. Haruskan aku mulai dari hal paling sadar? Ada satu cara yang terdengar familiar di otakku sejak tadi, namun aku tidak yakin jika cara ini akan berhasil.

"Langit sudah malam. Lebih baik aku tunggu besok pagi saja, deh." Aku melepas punggungku pada sandaran di kursi yang sedang kududuki. Melepas penat dan letih dari beraktivitas seharian.

Aku sendirian di kamarku, jauh dari suara para pembantuku - Lucy, Sisy, dan lainnya. Aku telah menyuruh mereka untuk tidak masuk ke kamar saat aku sedang beristirahat. Well, bukanya aku tidak biasa dengan kehadiran mereka, namun sifatku yang bisa dibilang introvert masih belum dapat dihilangkan.

"Ergh...," erangan pelan dengan nada begitu letih seketika keluar dari mulutku.

"Tampaknya keluar pada malam hari adalah hal yang bisa kulakukan sekarang." Aku beranjak dari kursi, mengambil lentera, dan berjalan menuju pintu. Namun saat tanganku bergerak, hendak memutar knop pintu, saat itu pun sebuah dorongan kuat mengurungkan niatku dengan sekejap mata.

The Tale of Ryuko EverhartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang