[4.] Kedai, Kopi, Roti

757 26 0
                                    

Keheningan seakan bisa membunuh seekor nyamuk di sana. Begitu tenang sampai-sampai mampu lebih dari cukup untuk menimbulkan rasa ketakutan hingga masuk menembus ke tulang. Tidak ada suara dari manusia di sana.

Hanya ada suara dari hewan malam, ranting yang bergesekan, dan juga tetesan air yang entah berasal dari mana.

Debu-debu bertebaran, membuat gadis kecil itu terbatuk sesekali. Rasanya sesak. Tangan dan kakinya sakit karena sudah lama terikat. Matanya sembab, karena kerap kali menangis semenjak hari pertama penculikan.

Lampu redup berwarna kuning satu-satunya pencerahan yang ada di sana. Pencerahan versi alam itu sendiri berasal dari ventilasi yang usang. Hanya dari sanalah gadis itu tahu apakah hari sudah malam atau pagi buta.

Diliriknya ke arah tembok. Di mana ada garis-garis bentuk vertikal berjejer rapih. Ia menghitungnya sekali lagi.

Ternyata ini hari kelimabelas ia diculik.

Makan seadanya. Minum apalagi. Bahkan untuk sebatas membuang air kecil saja ia selalu menahan diri. Kamar mandi di dalam ruangannya begitu kumuh dan jorok. Jangankan untuk bisa membuang air kecil. Yang ada justru akan memuntahkan isi perutnya ketika berada kamar mandi tersebut.

"Papa ... Mama ... Anya ingin pulang."

Ia tidak mengalami pelecehan, tidak pula disentuh oleh para penculik. Namun disekap, bahkan dilontarkan kata kasar, sesekali dipukul, dicubit, dijambak, parahnya ia ditampar.

Wajahnya sudah lusuh, kotor, dan pastinya menjijikkan. Ditambah lagi luka lebam di sekujur tubuhnya menjadi derita tambahan.

Setiap ada derap langkah di temaramnya lorong tepat di depannya. Anya selalu waspada dan was-was. Apalagi jika sosok penculiknya membawa cambuk yang mencari korban.

Dan korban itu adalah tubuh Anya kecil.

"Tolong, lepaskan Anya," lirihnya.

"Anya sudah tidak kuat."

"Anya ingin melihat Papa dan Mama."

"Biarkan Anya pulang, tolong."

Ctaarrrr!

Anya langsung terbangun dari dalam tidurnya yang diselimuti mimpi buruk semenjak dahulu kala. Kenangan itu semakin terngiang-ngiang di dalam kepalanya tanpa tahu diri datang setiap malam tiba, disaat Anya ingin tertidur nyenyak.

Diliriknya jam yang ada di atas nakas.

Pukul tujuh pagi.

Ia langsung mengambil botol air yang selalu tersedia di samping tempat tidur. Meminumnya sambil berulang kali mengatur napas menghilangkan rasa takut.

Jangan sampai keluarganya tahu jika selama ini mimpi itu masih kerap kali datang. Sudah cukup Anya tidak mau menambah beban lebih banyak lagi.

Tok! Tok! Tok!

"Apa princess Papa sudah bangun?"

Anya merubah ekspresi agar jauh lebih tenang lagi. "Come in, Papa."

Gio masuk dengan membawa sarapan pagi lengkap dengan susu serta buah-buahan.

"Papa akan pergi?"

"Iya, ada keperluan yang harus Papa urus di kantor. Apa kau akan pergi keluar juga?"

Anya menggelengkan kepala. Menerima uluran nampan yang Gio berikan. Sang Ayah ikut duduk di atas ranjang anaknya.

Pemandangan yang tidak akan pernah Gio sia-siakan selama hidupnya. Wajah sang istri, Astoria Guerneva. Kecantikannya menurun kepada Anya.

Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang