[20.] Balas Dendam Terakhir

390 24 4
                                    

"Selamat pagi, Nona," sapa Wayne begitu melihat Anya turun dari atas tangga lantai dua. Tidak ada balasan, hanya sebatas senyum simpul sekilas lalu wajahnya kembali dingin. Seakan tidak pernah saling mengenal satu sama lain di antara keduanya.

Wayne mengerti mengapa sosok wanita yang dicintai secara gila-gilaan oleh atasannya itu berubah sampai sejauh ini.

Tidak heran bagi Anya melihat pemandangan di pagi harinya diawali dengan sosok Damian serta Wayne yang tengah duduk di meja makan.

Sejak dua bulan telah berlalu, Anya membiarkan kedua orang tersebut untuk tinggal di rumahnya. Jangan memberikan komentar jika Anya hanya diam saja. Mau di usir secara halus ataupun kasar, semuanya percuma tidak akan memberikan perubahan apapun.

Jangankan mereka berdua. Anggota La Cosa Nostra saja bahkan mengawasinya dari jauh. Jika Anya keluar dari dalam rumah. Entah pergi bekerja atau bertemu dengan beberapa teman-temannya. Maka ada saja anggota yang menyamar.

Sebuah tindakan yang percuma. Karena siapa yang berani mengusik Swiss dengan kedaulatan sebagai negara netral. Jika itu terjadi, maka satu dunia akan menjadi musuhnya.

Gio tidak berkomentar apapun untuk pilihan yang anaknya pilih, termasuk ketika Damian dengan jelas menetap satu atap dengan anaknya. Mau bagaimana pun, memang benar faktanya, tidak akan ada yang berani mengusik Anya jika ada Damian di sana. Itulah alasan selama ini Gio diam dan seakan setuju Damian tinggal sementara di Swiss.

Pekerjaan Damian di Italia sudah diambil alih oleh Jeff, dibantu Matteo. Sedangkan di Swiss cukup ada Wayne yang menjadi asisten. Untuk urusan rumah dan keperluannya, kadang kala Anthony yang mengurusnya.

Anya melarang anggota La Cosa Nostra untuk mengurus rumahnya, tidak ada yang namanya pembantu di sini, semuanya Anya yang mengurus. Termasuk memasak dan bersih-bersih.

Damian? Ia jadi ikut kena getahnya. Walaupun Wayne yang turun tangan lagi dan lagi mengurus keperluan sang majikan.

Lambat laun walaupun entah kapan tetapi semenjak Damian mulai berubah, wajah Anya jauh lebih bersahabat dari sebelumnya.

Damian mau untuk belajar memasak, mau untuk mengurus keperluannya sendiri, mampu menahan hasrat agar tahu batasan untuk tidak menyentuh Anya sembarangan. Apapun yang Anya inginkan, memberikan masukan, akan Damian dengarkan serta mencoba untuk memberikan hal yang terbaik untuk wanitanya.

Semuanya berubah ke hal positif.

Negatifnya, Anya masih saja belum luluh untuk semua hal yang sudah ia terima. Kenyataan pahit terlampau pahit sampai-sampai ingin rasanya gadis itu tidak mau menerimanya.

"Selamat pagi, Anya. Apa kau akan bekerja hari ini?" tanya Damian, pria itu memberikan satu buah piring berisikan roti yang sudah dipanggang sempurna, beserta telur mata sapi dan sosis.

"Tidak, aku masih ingin libur selama beberapa hari ke depan."

Damian menarik kursi yang ada di samping kanan wanitanya. "Apa kau sakit? Perlu aku panggilkan dokter?"

Anya menggeleng. "Aku hanya ingin istirahat tidak melakukan apapun."

"Kau serius tidak apa-apa? Aku temani saja jikalau begitu."

"Damian tidak perlu, aku tahu kau sibuk."

"Sesibuk apapun aku, kau tetap prioritasku," jawab Damian dengan tegas. "Aku akan bekerja dari rumah, menemanimu. Mudah bagiku untuk bekerja di manapun, tapi sulit jika harus membiarkan dirimu sendirian."

"Terserah."

Anya tidak tersentuh. Damian juga sadar, jika kalimatnya barusan tidak akan membuat Anya meluluhkan hatinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang