Part 7

31 11 0
                                    

Samar-samar terdengar perbincangan. Seiring jarum detik berputar suara itu terdengar semakin jelas. Hingga otak memerintahkan kelopak matanya agar terbuka.

Ringisan keluar dari bibir Alhea, ia menyentuh kepalanya yang terasa pening.

"Terimakasih," ucapnya, "Alhea," Gevon gegas mendekati gadisnya tanpa menunggu balasan dari lawan bicaranya saat sadar Alhea ada pergerakan.

"Apa yang kau rasakan?" Tangan Gevon mengusap puncuk kepala Alhea. Ia memainkan matanya yang ditatap oleh mata bundar gadisnya.

"Kenapa? Hm?"
Gevon terus berbicara memancing Alhea.

"Mana yang sakit?"

"..."

"..."

Tak ada jawaban dari si cantik. Dia hanya menatap pria yang menjulang didepannya dengan tatapan kosongnya.

"Alhea..."

Gevon terdiam. Ini aneh. Kenapa tidak ada reaksi yang ditunjukkan gadisnya?

"Lhea," Gevon memanggil lagi.

"Kau mendengar ku?" Sekali lagi, Gevon bertanya dengan mimik wajah mengkerut.

"Bela!"

Gevon berteriak, ia membalikkan tubuhnya tanpa berputar hanya sekedar usaha kecil agar suaranya terdengar jelas, setelahnya tubuhnya kembali keposisi normal.

Dan datanglah seorang gadis yang membantu Alhea saat pingsan tadi, dia lari tergopoh-gopoh meninggalkan sarapan siangnya. Sepertinya hari ini tidak ada sarapan. Batinnya mengeluh hari ini jadwalnya double, sebagai pengurus kesehatan yang berjaga di belakang barisan para siswa yang tengah melakukan upacara dilanjutkan dengan jadwalnya ia bertugas di UKS.

"Ya, kak?" Gadis yang hari ini bertugas di UKS itu melirik dua orang didepannya bergantian.

"Kenapa dengan Alhea?" Gevon adalah tipe pria yang tak suka miliknya disentuh, namun untuk kebaikan Alhea, Gevon dapat melakukan apapun, termasuk membiarkan orang lain menyentuh gadisnya asalkan dapat lebih baik.

Gadis berompi tanda pengenal PMR itu mengerutkan kening sembari maju selangkah, ia mencondongkan tubuhnya sebab keberadaan Gevon menghalanginya untuk memeriksa secara bebas. Mau menyuruh kakak kelasnya itu untuk menyingkir rasanya tak sanggup ia lakukan.

"Permisi ya kak," gumamnya Bela pada kedua orang itu. Tangannya melambai didepan mata kosong Alhea.

"Kak,"

"Kak Alhea,"

Bela berusaha mencari perhatian kakak kelasnya.

"Em, kak, bisa berpindah tempat sebentar? Saya harus mengecek keadaan kak Alhea." Ucap Bela yang langsung dituruti tanpa bantahan oleh Gevon.

Tatapan kosong milik Alhea akhirnya dapat bergerak. Bela memperhatikan kakak kelasnya itu dalam diam.

Meskipun dengan tatapan yang terlihat menerawang jauh itu, bola mata Alhea dapat bergerak mengikuti arah perginya Gevon.

Gevon tak menyadari itu karena ia berbalik badan dan duduk di sofa yang ada di dalam UKS. Setelahnya duduk, tatapan Gevon yang ingin melihat kekasihnya terhalang oleh tubuh penjaga UKS itu.

Pandangan Alhea berhenti kala tubuh adik kelasnya menjulang telat didepan kepalanya sehingga tak dapat lagi menatap Gevon. Kelopak mata yang menyembunyikan ketakutan itu akhirnya menutup, bibirnya bergetar.

Sontak saja Bela mulai mencerna apa yang terjadi. Ia menangkup kedua bahu Alhea, sembari berbisik memanggil namanya.

Alhea merespon dengan baik, kelopak matanya kembali terbuka menampilkan sorot ketakutan dan kekecewaan, air matanya bahkan meluncur begitu saja tanpa dikomando.

"Takut?" Bela bertanya tanpa suara sembari memberi isyarat tubuh menunjuk kebelakang.

Kelopak mata Alhea terpejam satu kali tanda membenarkan pertanyaan Bela.

Betul sekali dugaan Bela. Ia menghela napas, bingung akan berlaku seperti apa. Tidak mungkin ia terus-menerus berdiri disini dan tak memberi penjelasan pada pacar pasiennya.

"Bagaimana?"

Suara besar Gevon mampu mengejutkan Bela.

"Maaf kak, sepertinya saya harus memanggil teman saya untuk membantu saya memeriksa kak Alhea." Bel menghadap Gevon dengan masih di posisi samping kasur.

"Apa separah itu? Biar aku yang memanggilkan nya, kau tetap disini menjaga kekasihku. Di mana aku bisa memanggil temanmu itu?" Gevon berucap panjang.

Bela sampai dibuat syok mendengar tutur kata kakak kelas tampannya. Baru kali ini ia mendengar suara terlama milik Gevon, ya meski hanya 10 detikan saja. Menurut isu yang beredar, pria didepannya yang berwajah kalut itu adalah sosok dingin tak tersentuh. Namun semua itu bisa Bela tentang. Nyatanya jika menyangkut pasangannya maka sedingin apapun seorang pria pasti akan cair juga.

"Cepat katakan!" Gevon merubah wajahnya menjadi dingin.

Bela gelagapan ia kemudian menyebutkan nama temannya berserta kelas. Gevon pergi tanpa berucap. Bukan jalan, melainkan lari. Gevon dengan tergesa-gesa mengayunkan langkah kakinya.

Bela memutar badan stelah memastikan tubuh Gevon tak terlihat lagi. "Ada apa kak?" Tanyanya to the point, dapat ia lihat wajah lega kakak kelasnya itu.

Alhea menatap ragu gadis di sampingnya. Mungkinkah ia mengatakan kebenarannya?

My Boyfriend Turns Uot A Vampire Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang