Keberuntungan berada pada Gevon dan Alhea, Ya, sepasang kekasih itu tidak ketahuan oleh guru BK. Dan dikelas pun jamkos. Yaaa, untuk kali ini kalian selamat.
Saatnya jam istirahat, seperti biasa Gevon menggandeng bahu gadisnya, berjalan beriringan menuju kantin. Membeli cemilan.
"Kau Alhea?"
Seorang perempuan entah dari mana datangnya tiba-tiba berhenti didepan Gevon dan Alhea, gadis itu langsung bertanya tanpa basa-basi. Fokusnya hanya tertuju pada Alhea tidak tertarik sedikitpun dengan pria tampan yang merangkul Alhea.
Mendapat pertanyaan seperti itu dari orang asing tentu membuat bingung Alhea, ia menolehkan kepala pada kekasihnya seolah bertanya siapa orang didepannya ini? Gevon hanya mengedikkan bahunya tanda tak tahu.
"Hm," Alea ragu untuk menjawab. Entah kenapa sejak kejadian seminggu lalu, ia jadi sangat waspada terhadap sekitarnya. Tidak mau lagi tertipu dan tak mau kehilangan.
"Kenapa mencari Alhea?"
Suara Gevon mengudara, menatap penuh selidik gadis asing itu.
Tatapannya berubah datar, bola mata hitam itu bergerak menatap pria tinggi yang sedari tadi menatapnya tajam. Ia sadar, namun ia abikan. Tapi karena mendapat teguran itu mau tak mau ia pun mengangkat wajahnya.
Dia manusia batin Gevon
"Tidak apa-apa," ucapnya dingin kemudian berlalu melewati Alhea.
Alhea menatap kepergian gadis itu dalam, sampai memutar tubuhnya untuk melihat kemana perginya gadis berambut sepinggang itu. Alhea merasa tak asing. Tapi juga tak tahu siapa dia. Tapi... sorot matanya seperti mengingatkan Alhea pada satu sosok yang masih ia rindukan selama seminggu setelah kepergiannya itu.
"Biarkan dia, nanti biar aku yang urus."
Ucapan Gevon menyentak kesadaran Alhea. "Jangan!"
Gevon mengerutkan kening, tangannya turun dari pundak Alhea, berganti sedekap dada, menatap aneh kekasihnya. "Kenapa? Nadamu seperti aku akan menghabisinya saja." ujarnya sembari terkekeh. Melucu
Mungkin batin Alhea menerka, ia menggaruk kepalanya lalu menyengir. "Kau akan memakannya?" tanyanya berlagak polos.
"Ck, kenapa otak ini berpikir terlalu jauh huh?" Gevon menyentil kening Alhea lalu tertawa pelan, sedangkan Alhea mengaduh.
"Sakit ih!"
"Haha, jadi kita beli jajan tidak hm?" Gevon bertanya sembari mencondongkan tubuhnya kearah Alhea hingga gadis itu sedikit mundur.
Selanjutnya keduanya berjalan beriringan melanjutkan perjalanan kekantin yang sempat tertunda. Keduanya hanya membutuhkan waktu tujuh menit untuk membeli cemilan setelahnya kembali ke kelas. Sambil menunggu waktu istirahat habis, dua makhluk itu duduk di kursi masing-masing memakan cemilan yang mereka beli dikantin sembari menebar keromantisan yang membuat siapa saja iri melihatnya. Sedikit informasi, mereka duduk bersampingan di pojok kanan belakang kelas, tempat yang sangat strategis untuk bermesraan kan?
"Selamat pagi,"
Seluruh murid menghentikan aktivitasnya, yang tadinya berkelompok membentuk bundaran langsung bubar kembali ke tempatnya. Mereka semua bersiap pada buku dan memperhatikan sang guru. Begitu juga kedua makhluk dipojok sana.
Jika sebelumnya Bu Luna adalah sosok yang menakutkan dengan rumus-rumus matematikanya, maka sekarang Alhea bersyukur bisa tersenyum lebar saat jam pelajaran Bu Luna. Sebab, bukan guru matematika itu lagi yang seram dimata Alhea, tapi pria disampingnya. Gevon lebih menakutkan ketimbang guru matematika itu. Lihatlah, pria disampingnya ini sama pintarnya dengan Bu Luna, dengan fokusnya, mata pria itu menatap tajam papan tulis yang berisi quiz sedangkan tangannya bergerak cepat menyelesaikan soal demi soal itu. OMG! Alhea bisa pingsan jika berlama-lama menatap makhluk tampan ini! GEVON TAMPAN! jeritnya dalam hati sembari memejamkan mata serta tangannya mencengkram kuat pensil digenggamannya.
"Baiklah, sudah sepuluh menit. Siapa yang bisa menjawab? Silahkan langsung maju kedepan. Saya hitung sampai 3." Bu Luna menatap keseluruh ruangan. Matanya memicing melihat murid perempuannya di pojokan sana yang tampak menahan sesuatu.
"Alhea, kau ingin buang air?"
Sontak saja seluruh mata diruangan 70 meter persegi itu mengarah pada Alhea termasuk sang kekasih.
"Sayang?" bisik Gevon, hanya ingin mengonfirmasi perkataan gurunya itu.
"A-, aku ti-, tidak, Gevon." balas berbisik Alhea, ia menyembunyikan pipinya yang merona malu menggunakan buku.
"Maaf, bu. Alhea sedikit kurang enak badan." Gevon segera mengambil suasana.
"Kalau begitu ke ruang kesehatan saja." Balas Bu Luna cepat.
"Saya masih bisa bertahan Bu, tidak apa-apa." Ucap Alhea dalam satu kali tarikan nafas.
Bu Luna mengangguk mengerti, ia kembali menatap seluruh anak didiknya. Sampai hitungan ketiga selesai tidak ada satu murid pun yang unjuk diri mengerjakan soal didepan.
"Tidak ada yang ingin maju?"
Gevon yang memang mendapatkan jawaban dari soal didepan pun mengangkat tangannya.
"A, Gevon lagi. Apa tidak ada yang ingin maju selain Gevon? Saya bosan setiap kali memberi quiz hanya Gevon yang maju." curhat Bu Luna kemudian mempersilahkan Gevon untuk maju mengerjakan soal.
Jika didepan Gevon dengan wajah seriusnya mengerjakan soal matematika itu, maka Alhea di pojokan sana menunjukkan mimik gemas nan terpesona. Terpesona pada makhluk bukan manusia itu
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Turns Uot A Vampire
VampireApa reaksi kalian ketika bertemu vampire? Terlebih saat mengenali wajah makhluk penghisap darah itu adalah wajah sang kekasih? Terkejut? Sedikit terkejut? Atau benar-benar terkejut!? Aku tidak menyangka makhluk penghisap darah itu masih ada di era...