Alhea telah bersiap, dengan celana jeans panjang dipadukan dengan kaus putih berlengan pendek. Alhea telah siap menunggu didepan rumahnya.
Suara klakson motor terdengar disusul oleh suara yang perlahan berhenti didepan gerbang rumahnya.
Bisa Alhea liat sosok temannya itu tengah melambai didepan sana. Gegas gadis berkuncir satu itu memakai sepatu putihnya, kemudian mengambil jaket hitam di kursi lalu berlari keluar dari pekarangan rumah.
"Maaf membuatmu menunggu, ada kecelakaan sehingga jalan macet." Grace langsung memberi penjelasan saat tubuh temannya itu berjarak setengah meter darinya.
"Tak apa, yang terpenting kau baik-baik saja. Ku kira kau lupa tadinya," balas Alhea, ya dirinya sempat berpikir Grace melupakan janji yang dibuat gadis itu sendiri, tapi ternyata ada halangan yang membuat Grace lama.
"Lhea, jam segini apa masih ada toko buku yang buka?" Grace bersuara saat motor telah melaju.
Alhea melirik jam dipergelangan tangan kirinya, "Hm, coba saja dulu, jika memang tidak ada yang buka kita coba lain waktu."
Gadis yang mengemudikan motor itu menghembuskan napas kesal, "Huh!"
Dibelakangnya Alhea terkekeh, "Sudahlah, anggap saja kita jalan jalan malam ini, aku juga bosan dirumah terus...," diujung kalimatnya nada suara Alhea memelan. Ada sebuah rindu bercampur kesedihan dalam hatinya.
Suasana berubah hening, hanya hembusan angin yang menerpa dan suara kendaraan lain yang ikut melaju di jalan itu. Grace tak bisa menimpali ucapan Alhea, dia sedikit menaikkan gas agar cepat sampai di toko buku.
"Astaga! Cepat turun Alhea," pekik Grace begitu motor telah berhenti diparkiran depan toko buku yang beberapa meter telah tertutup oleh roling door namun masih ada space lebar, itu membuktikan bahwa tak lama lagi toko itu akan tutup.
Alhea dengan cepat turun, melepas pelindung kepalanya, dan ikut berlari menyusul Grace yang gesit. "Astaga, lari Grace sangat cepat!" Grutu Alhea disela larinya.
Sampai didalam mata Alhea mengedar dengan nafas yang terengah. Dirinya masih berdiri persis di depan pintu area dalam toko.
"Selamat malam kakak, mohon maaf toko kami akan segera tutup." Seorang gadis memakai seragam khas seorang karyawan itu menghampiri Alhea dengan senyum sopan yang terlukis.
Alhea mengerjab, "Ah, ya, maafkan aku, sebenarnya aku menyusul temanku yang baru saja masuk, apa boleh?" Alhea turut tersenyum, hanya selisih 1 menit saja dengan kedatangan Grace apa dirinya sudah tak bisa masuk?
Karyawan toko itu seperti berpikir sebentar kemudian tersenyum kecil sembari mengangguk, "Teman kakak tadi ya?" Gadis itu memahami ucapan pelanggannya. "Silahkan kak, mohon maaf ya," dan dia pun membungkukkan badan memberi gestur silahkan dan meminta maaf sekali lagi. Dia pikir pengunjung tadi sendirian jadi ia melarang Alhea masuk. Ya jika tak ada larangan maka sampai 24 jam pun toko itu pastinya akan selalu buka karena satu persatu orang akan masuk.
Bukannya gegas mencari temannya yang tertelan oleh rak rak buku yang tinggi dan besar itu, fokus Alhea justru tersita oleh satu buku bersampul hitam gradasi merah.
Gadis yang memiliki paras cantik itu perlahan mendekatkan diri pada rak.
"Vampire," gumam Alhea, tangannya secara perlahan terangkat, jari jemari lentik itu pun akhirnya menyentuh sampul buku itu.
Alhea mengambilnya, ia pegang dengan kedua tangan. Kemudian memilih untuk memegangnya dengan satu tangan dengan tangan lainnya mengelus permukaan buku itu.
Gadis itu membaca setiap kata yang ada disana.
"Kau tertarik dengan buku itu?"
"Hm," bahkan sangking fokusnya Alhea hanya berdehem saja menanggapi pertanyaan dari Grace. Fokusnya masih pada buku ditangannya. Ia mengelus ngelus, membaca kata demi kata dari depan sampul dan belakang sampul. Alhea tak dapat membukanya karena buku itu masih tersegel plastik.
Terdengar decakan. "Oh ayolah! Kau hidup di tahun berapa ini?!" Grace menggerutu seolah Alhea adalah gadis kuno yang masih tertarik dengan yang seperti itu.
Suara gesekan khas dorongan rolling door terdengar, Grace yang seratus persen mendengar itu pun reflek memukul bahu atas Alhea, "Cepatlah! Toko mau ditutup!" Pekik Grace menarik Alhea paksa.
Alhea sadar, ia mengikuti pergerakan temannya itu sampai mereka didepan meja pembayaran.
"Kau serius membeli buku seperti itu?" Grace terperangah karena ia berpikir tak ada gunanya buku itu di kehidupan mereka.
Alhea mengangguk santai, sedari dimeja pembayaran tadi sampai keduanya berjalan menuju motor Grace tak lebihnya sudah bertanya 4 kali yang intinya sama. Serius membeli buku unreal seharga dua ratus ribu itu?
"Ayo Grace! Aku ingin pulang." Alhea berjalan lebih dulu menuju terpakirnya motor temannya itu.
"Siapa tadi yang mengatakan bosan dirumah, hah?" Suara penuh kekesalan itu tak sampai di telinga Alhea karena jarak yang cukup jauh, teman Alhea itu menghembuskan napas keatas sampai poni cantiknya terhempas.
* * *
Jam sudah menunjukkan malam telah larut, namun gadis cantik rambut sebahu itu sama sekali tak merasa lelah meski sudah dua hari ia tidur larut.
Alhea telah berada di posisi nyamannya diatas kasur. Mata indah miliknya terfokus membaca buku yang baru ia beli kemarin itu.
Entah nyata atau tidak, tapi Alhea selalu penasaran akan setiap yang tertulis disana. Apakah benar seperti itu? Apakah semua itu berlaku pada... Gevon?
Srek!
Kepala Alhea menoleh kearah jendela. Jantung gadis itu secara langsung tanpa dikomando berdetak lima kali lipat dari biasanya. Sungguh! Siapa yang tidak takut jika seperti itu? Duduk diatas kasur membaca buku berbau mistis dengan keadaan ruangan yang temaram lalu tiba-tiba saja ada suara seperti orang yang tengah menyingkap korden. Hey! Ini sudah jam berapa?! Dan perlu diingatkan bahwa selain dirinya tak ada seorangpun yang tinggal di sini. Pekarangan nya pun cukup luas hingga tetangga sebelah tak mungkin kekurangan pekerjaan memantau dirinya. Lagi pula, perumahan disini sama harganya satu unit rumah dengan yang lainnya. Tak mungkin ada yang ingin berbuat jahat kan? Mencuri mungkin?
Atau.... Mengganggu?
Rasanya seluruh tulang keras Alhea terasa seperti jelly, lunak! Tak bertenaga.
Bruk!
Dan, buku yang semula berada di tangan itupun jatuh kepangkuannya. Semakin berdegup kencang lah jantung Alhea.
Tak bisa berkata, tak bisa bergerak, Alhea hanya bisa menggerakkan matanya ke kanan ke kiri, sungguh, kepala yang tertoleh menghadap jendela balkon seakan berubah menjadi patung, tak bisa ia gerakkan sama sekali.
Beberapa menit berlalu, tidak ada pergerakan sama sekali, baik Alhea maupun sang pelaku yang membuat Alhea ketakutan. Perlahan seluruh anggota tubuh gadis cantik itu bisa berfungsi normal.
Alhea memejamkan mata dengan menghembuskan nafas lelah, ia tarik kepalanya agar menghadap depan. Memutar mutar kepala karena merasa kaku.
"Apa itu tadi?" Gumam Alhea lirih, matanya tak sengaja menangkap jam yang menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Mengingat besok ia juga harus bersekolah, Alhea pun segera turun dari kasurnya, ia mencoba memberanikan diri untuk melihat keluar lewat jendela balkon yang tadi sempat membuatnya mati kutu.
"Tak ada siapa-siapa," ujar Alhea pelan, ia kembali keatas kasur setelah memastikan jendela balkon dan kamarnya terkunci rapat.
Tak terasa pagi pun tiba, Alhea kini telah siap duduk diatas motor yang melaju dan dikendarai oleh Grace, semenjak ia menelpon dan diaangkat oleh ibu kekasihnya, sejak saat itu juga ia tak sekalipun dijemput sopir yang biasa mengantar jemput nya ketika Gevon tak ada.
Berbeda dengan sang kekasih yang sudah mulai bisa hidup tanpanya, dibelahan dunia lain, seorang lelaki memakai baju putih terusan itu tampak termenung.
Saat ini ia terkurung dalam ruang isolasi setelah beberapa hari lalu ia mencoba kabur yang pada akhirnya gagal. Ya itu semua karena obat yang berada dalam dirinya masih bekerja, hingga saat ia sudah berhasil keluar dari lingkup keluarganya ia terjatuh ditengah hutan. Gevon terkulai lemah saat itu, bahkan hampir mati saat matahari telah menyingsing, berutung sang paman bergerak cepat menemukannya.
Sejak itu ia pun berada diruangan ini, ia tak bisa bergerak leluasa. Ruangannya pun sempit dan hanya dirinya seorang. Jika sebelumnya ia bersama sang sepupu maka kini akibat kecerobohannga sendiri ia harus memulai dari awal pengobatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Turns Uot A Vampire
VampirApa reaksi kalian ketika bertemu vampire? Terlebih saat mengenali wajah makhluk penghisap darah itu adalah wajah sang kekasih? Terkejut? Sedikit terkejut? Atau benar-benar terkejut!? Aku tidak menyangka makhluk penghisap darah itu masih ada di era...