"Lhea!"
Suara itu terdengar keras namun seperti bisikan.
Sang pemilik nama pun langsung menoleh ke sumber suara. "Nala?" Ujarnya mengetahui teman baru yang memanggilnya.
Gadis bernama Nala yang baru berteman dengan Lhea itu melirik kanan kiri sebelum menghampiri Alhea yang kini terlihat kebingungan di depan pagar sekolah yang sudah tertutup.
"Bagaimana bisa telat?"
"Aku kesiangan bangun La,"
Nala membuka pagar dengan cekatan dan penuh hati-hati agar tidak menimbulkan suara yang nantinya dapat membangunkan bapak penjaga pagar.
Setelah gerbang sekolah itu terbuka selebar tubuh ramping Lhea, perlahan Lhea masuk dengan hati yang berdebar. Tak pernah sekalipun ia terlambat seperti ini. Andai Gevon ada mungkin dia sudah berada di kelas sedang mengikuti pelajaran sekarang. Fyuhhh, Lhea sangat mengharapkan Gevon.
"Terimakasih Nala,"
Nala tersenyum sembari mengembalikan posisi pagar seperti semula. "Ayo kita ke kelas," ajaknya.
Merekapun berjalan beriringan, sembari melihat sekitar takut ketahuan oleh orang lain dan berakhir dengan hukuman.
"Dimana Gevon?"
Alhea tersenyum, "A, itu, dia pergi ke Bali mengunjungi keluarganya."
Mulut Nala membulat seperti huruf O, tanpa disadari kekasih Gevon itu, wajahnya meredup kecewa.
"Nala, didalam ada guru?" Tanya Alhea berbisik.
Mereka kini tengah berjongkok disebelah pintu masuk kelas. Nala menggeleng, "Aku juga tidak tahu. Kita dengarkan dulu," ujarnya mencondongkan kepala agar suara dari dalam kelas dapat ia dengar.
Susana kelas terdengar sedikit ramai namun tetap terkondisi, Nala yang beberapa detik tidak bisa menemukan suara guru dari dalam pun mencoba mengintip, bibirnya tersenyum cerah sembari menegakkan badan. Ia berdiri diikuti Lhea.
"Beruntunglah diriku," gumam Lhea lega, ia ikut melangkahkan kaki mengikuti Nala yang sudah terlebih dahulu memasuki kelas.
* * *
"Lhea kau mau temani aku nanti malam?" Tanya Nala yang kini tengah membereskan peralatan sekolahnya bersiap pulang.
Lhea yang sama-sama berberes meja itupun menghentikan sejenak aktifitasnya, "Em, sepertinya tidak bisa," jawabnya sembari kembali memasukkan buku dalam tas.
Nala menggendong tasnya, "Gevon?" Tebaknya atas penolakan temannya itu.
Gadis cantik Gevon itu tersenyum tipis, "Yah..., Kau tahu aku hanya punya Gevon. Jadi sebisa mungkin aku akan menuruti perintahnya."
Remaja wanita bercarding Sage green itu mendengus, "Seperti budak saja, harus menuruti segala perintah," gumamnya sebal yang masih dapat didengar Lhea tapi dibiarkan oleh gadis itu.
"Tapi, Gevon sekarang tidak disini kan?" Tanya Nala antusias, dia bisa mengajak temannya ini jalan-jalan sekalian menemaninya, dari pada dirumah terus. Suntuk. Lagi pula pria Alhea tidak ada disini.
Kepala Lhea mengangguk ragu, "Iy-"
"Baiklah, sampai disini pertemuan kita. Minggu depan berjumpa lagi. See you, next time, Babay."
Penutupan dari guru B.Inggris didepan memotong ucapan Lhea.
Setelah guru itu keluar kelas, murid-murid kelas pun iku keluar. Sedangkan dua gadis dibaris tengah masih anteng duduk sambil melanjutkan obrolannya.
"Good! Kau bisa jalan nanti malam!" Seru Nala.
Lhea meringis, "Tapi Nal, kamu tahu Gevon seperti apa, aku-"
"Aku tidak tahu seperti apa kekasihmu itu," potong Nala cepat menampilkan wajah polosnya.
Sang lawan bicara berdecak, "Gevon pasti akan tahu segala aktivitasku meskipun dia tidak berasa di sekitarku. Aku tidak bisa. Maaf." Ucap Lhea tegas lalu beranjak dari duduknya, dia keluar kelas meninggalkan Nala sendiri didalam kelas.
* * *
Malam ini adalah pertama kalinya Lhea keluar rumah tidak bersama Gevon dan tanpa ijin lelaki itu. Gadis yang malam ini menutupi dirinya dengan Hoodie hitam besar dan celana kulot yang sama berwarna hitam serta masker yang menutupi setengah wajahnya itu tengah berada di bangku minimarket sendirian.
Lhea seperti seorang pencuri, dengan warna hitam dan serba kebesaran menutupi tubuhnya. Rambut panjangnya pun ia gerai dan menutupi sisi wajahnya. Semua itu ia lakukan sebagai antisipasi jika Gevon tahu dirinya keluar rumah.
"Dimana Nala?" Gumam Lhea mengedarkan pandangan.
Lhea semakin tak tenang dibuatnya, ini sudah kelewat dua puluh menit dari waktu janjian mereka. Sungguh, Lhea sangat takut jika Gevon tahu dirinya diluar rumah saat ini, apalagi tanda ijin dari lelaki itu.
Ting!!
Seperti mendapatkan segepok uang, Lhea berbinar saat melihat siapa yang membuat ponselnya berdenting.
Gadis Gevon itu terlihat menghela napas dengan mata yang tertutup, kentara sekali jika Lhea sebenarnya tengah marah namun ia tahan.
Nala yang meminta, Nala yang memaksa, Nala yang berjanji, dan Nala yang terus membujuknya. Tapi, Nala sendiri yang tidak menepati semua omongannya. Nyatanya, gadis itu mengirim pesan yang berisi jika dia tak bisa datang.
Ingin rasanya Lhea mengumpati temannya itu. Sekarang dia merasa sangat bersalah dengan kekasihnya. Demi membahagiakan temannya, ia rela membangkang dengan peraturan Gevon.
"Fyuh..." Sekali lagi Lhea menghela nafas. Ia menyimpan ponselnya pada saku Hoodie. Kemudian menolehkan kepala kebelakang.
"Baiklah, aku akan membeli coklat yang banyak malam ini," dari pada keluarnya yang tanpa ijin ini sia-sia, Lhea lebih baik memanfaatkan kesempatan untuk membeli coklat banyak-banyak tanpa larangan Gevon.
Setelah hampir menghabiskan waktu setengah jam berada didalam toko berisi banyak jajanan, Lhea akhirnya keluar dengan menenteng kresek khas minimarket itu. Dengan langkah riang Lhea menyusuri jalanan yang tampak sepi. Sebenarnya ada rasa takut di dalam hatinya, namun ia buang rasa itu. Yah, Lhea sadar jika ini adalah kesalahannya sendiri, keluar sendiri tanpa ijin.
Hais, lebih baik bab ini diberi judul "Ijin" karena banyak kata ijin yang terkandung di part ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Turns Uot A Vampire
VampirosApa reaksi kalian ketika bertemu vampire? Terlebih saat mengenali wajah makhluk penghisap darah itu adalah wajah sang kekasih? Terkejut? Sedikit terkejut? Atau benar-benar terkejut!? Aku tidak menyangka makhluk penghisap darah itu masih ada di era...