"Terima kasih, Gladia."
Gladia tersenyum tipis, ia menarik selimut putih bergaris hitam hingga menutupi setengah tubuh temannya.
Gadis berkacamata itu menarik kursi tunggu yang ada disamping setiap kasur UKS. Ia akan menemani Alhea sembari menunggu petugas kesehatan datang.
Alhea memejamkan mata untuk beberapa detik. Gladia masih setia menemani dengan duduk menyandar kursi.
Lagu-lagi air mata Alhea menetes dari balik kelopaknya yang tertutup.
Gladia yang melihatnya sontak saja dibuat kalut, ia dengan segera mengelus pundak atas Alhea.
Diperlakukan seperti itu bukannya tenang justru membuat Alhea menangis tergugu. Bahkan gadis cantik itu bangkit duduk, menyenderkan tubuhnya yang lemas pada dinding UKS dibelakangnya.
Sungguh, Gladia tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa mendesis berusaha menenangkan Alhea.
"Hey..., Apa yang kau rasakan?" Gladia bertanya setelah menunggu lima menit agar Alhea tenang.
Kepala Alhea menunduk, ia meremasi kedua tangannya sendiri. Sangat tidak mungkin jika ia menjawab jujur pertanyaan gadis baik itu.
Melihat tangan yang saling bertautan itu akhirnya Gladia diam. "Aku tak memaksa, tapi kau bisa bercerita padaku agar mengurangi beban mu." Kata Gladia penuh kehati-hatian. Ia cukup sadar diri jikalau mereka tak sedekat itu sampai-sampai bercerita hal pribadi. Ya, ia pikir gadis cantik itu tidak ada masalah dengan kesehatan mengingat ia tak mengeluh bagian tubuh mana yang sakit. Juga sadar diri, dirinya adalah sosok gadis yang kurang cantik, tidak, dirinya memang kalah cantik dari gadis didepannya. Ya, kecantikan dan penampilan membuat Gladia berkecil hati.
Alhea melirik gadis itu. Ia menarik senyum, "Terimakasih banyak telah menolongku Gladia. Tapi..., Aku belum bisa bercerita sekarang."
Dan, Gladia pun hanya tersenyum sembari mengangguk sebagai jawaban.
Mata Alhea melirik jam yang tergantung didinding. "Em, Gladia. Aku sangat berterimakasih, kau bisa kembali ke kelas duluan." Rasanya seperti kurang etis. Tapi bagaimana lagi? Alhea tahu gadis itu masuk di sekolah ini penuh perjuangan, setiap harinya membagi waktu untuk belajar sebagai mempertahankan beasiswanya dan bekerja paruh waktu untuk menghidupi dirinya sendiri. Dan Alhea merenggut waktu berharga gadis itu, dengan menemaninya disini pasti akan membuat Gladia kehabisan waktu belajarnya di kelas. Ya meskipun tahu, Gladia tulus menolongnya.
Mata Gladia sedetik berbinar namun meredup kemudian. "Kau sungguh tak apa jika aku tinggalkan?"
Alhea terkekeh, "Aku tak apa, setelah tenang dan cukup bisa menguasai diriku, aku akan kembali ke kelas. Kau bisa kembali duluan." Ujarnya yakin.
Walau ragu akhirnya gadis berkacamata tebal itu berdiri, "Baiklah,"
"Terimakasih sekali lagi, Gladia," Alhea menarik bibirnya tersenyum cantik.
Setelah gadis yang menolongnya benar-benar keluar UKS, Alhea menghela napas berat. Kembali memejamkan mata. Kepalanya ia benturkan berulang kali ke dinding belakang.
"Aku harus apa?"
Tiga kata itu selalu terucap dalam hati. Alhea harus apa? Memberi tahu orang lain mengenai kejadian tadi malam? Atau langsung melaporkan saja ke pihak berwajib?
Tapi yang membunuh temannya itu kekasihnya!
Pembunug itu pria yang ia cintai!
Pria yang selalu menghidupinya!
Namun... apa jika ia terus diam akan adil untuk temannya yang mati mengenaskan itu?
"Gevon..."
"I'm here darling,"
Sungguh, tubuh Alhea membeku. Jantungnya berhenti berdetak selama beberapa detik, lalu terpacu cepat didetik selanjutnya hingga kepalanya terasa pening. Alhea tak tahu harus apa, dadanya terasa sesak.
"Hei, bagaimana bisa kau sampai masuk ke ruang sakit ini?" Gevon mengelus surai gadisnya, memberikan satu kecupan singkat di kening.
Gevon duduk di sisi ranjang, tubuhnya yang tinggi tak membuatnya kesusahan mendaratkan bokong pada sisi kasur UKS.
Kening pria tampan itu mengerus tipis kala tak mendapati pergerakan kecil gadisnya. Ia khawatir, "Lhea, you okey?" tanyanya penuh kecemasan, satu tangan terangkat mengusap mata Alhea yang tertutup sedangkan satu tangannya lagi memegang tangan Alhea yang saling bertautan.
"Kau sakit!" Gevon berseru panik, ia sampai berdiri di sisi ranjang sangking kalutnya.
Dan akibat seruan itu Alhea kehilangan kesadarannya. Tubuhnya melepas hampir jatuh kebelakang dengan posisinya yang masih duduk, namun dengan gesit lengan Gevon merengkuh.
"Astaga, ada apa denganmu sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Turns Uot A Vampire
VampirosApa reaksi kalian ketika bertemu vampire? Terlebih saat mengenali wajah makhluk penghisap darah itu adalah wajah sang kekasih? Terkejut? Sedikit terkejut? Atau benar-benar terkejut!? Aku tidak menyangka makhluk penghisap darah itu masih ada di era...