"Nghh!”
Gina merenggangkan tubuhnya, lalu mengerjapkan kedua matanya untuk membiasakan takaran cahaya matahari yang sedari tadi menyinari wajahnya.
Cicitan burung mulai terdengar di telinga Gina, ia lalu bangun dari tidurnya dan duduk sebentar dalam rangka sedang mengumpulkan nyawanya yang kasih ngambang.
Lirikan mata Gina berhasil sampai di jam dinding, terpampanglah jam menunjukan pukul 06.20 pagi.
Gina menghela nafasnya perlahan lalu menghembuskannya dengan teratur. Dirinya menyempatkan untuk tidur lagi sebentar setelah solat subuh tadi.
Seharusnya Gina akan bangun 2 jam lebih lama dari sekarang, tetapi karena hari ini adalah hari minggu sekaligus hari ini adalah jadwal konsulnya bersama dengan Ana. Maka Gina menyempatkan untuk bangun lebih awal dikarenakan jadwal konsulnya pun lebih awal dari jam masuk kerjanya.
Tanpa basa basi, Gina langsung menuju ke arah kamar mandi sembari membawa handuk di bahu kanan nya.
Ia melewati ruang makan dan ruang keluarga yang ternyata disana terdapat kak Raja dan papah Rian.
Gina hanya meliriknya sekilas, dan mengabaikan sapaan ramah yang baru saja dilontarkan oleh Rian.
Brak!
Raja tersenyum sedih memandang pintu kamar mandi yang sudah tertutup oleh Gina itu. Lalu dirinya pun menepuk punggung papa nya dengan lembut sembari bertanya “Minggu depan jadi kan Pah?”
Rian mengangguk antusias “Jadi. Semoga aja Gina bisa ikut" ucapnya lirih
Rian kembali merenung akan sikap yang selama ini ia terima dari Gina. Hatinya juga tak menampik bahwa semua hal yang Gina lakukan selalu membuat hatinya tersindir dan mengakibatkan sakit hati.
Fikiran Rian juga kembali mengingat betapa tidak setujunya Gina dahulu saat Ratna memberitahukannya akan rencananya yang ingin kembali menikah.
Rian selanjutnya pun menerima penolakan halus juga dari Ratna, dengan alasan bahwa anaknya, Gina. Tidak menyetujui pernikahan mereka.
Tetapi Rian yang dulu tidak peduli tentang hal itu dan terus memaksa untuk menikahi Ratna, walau tanpa persetujuan dari Gina.
Membuat Ratna pusing dan akhirnya mengemis persetujuan dari Gina. Saat itu, Gina sudahlah pasrah dan tidak mau peduli lagi dengan keputusan Ratna selanjutnya.
Dan mau tidak mau, Rian harus menerima bahwa Gina selalu berperilaku sinis terhadapnya, bahkan selama ini, dirinya tidak pernah mengobrol dengan Gina barang itu sekali saja.
“Ya udah, nanti biar Raja yang bujuk Gina. Papah tenang aja ya, ga usah khawatir. Nanti papah tambah sakit" ucap Raja pada papahnya, Rian
*
*
*Ceklek!
“Haalloooo!”
Ana tersenyum sembari mengangkat tangannya untuk menyapa Gina yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.
Setelah itu, Ana pun menurunkan tangannya lagi karena sapaan itu tidak dibalas oleh Gina. Mengalihkan nya pada bolpoint yang sekarang sudah digenggam oleh tangan kanan Ana.
Gina mendudukan dirinya di kursi yang sudah disediakan, berhadapan dengan Ana. Gina menatap dokter cantik itu sembari menunggunya selesai dalam menulis.
“Oke. Gimana kabar kamu?” tanya Ana
“Baik dan buruk" jawabnya
Ana mengerutkan kedua alisnya, merasa heran “Baik dan buruk? Kalo gitu yang baiknya apa? Terus yang buruknya apa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙀𝙢𝙤𝙩𝙞𝙤𝙣 𝙤𝙛 𝙇𝙤𝙫𝙚 : Let Fate Win (GXG)
Fiksi PenggemarSeason 1 Seorang budak korporat yang memiliki trauma masa lalu, Gina Andini. Dipaksa oleh sang ibu untuk bertemu dengan seorang psikiater muda yang sukses, Dokter Listiana. Mengapa Dokter Ana begitu sabar dan tulus? "Gina, kamu bilang kamu ga bisa b...