Perlahan Rania membuka matanya. Kepalanya kini tak terlalu terasa pening, nafasnya juga sudah terasa enak. Penyakit GERD nya selalu kambuh tak kenal waktu. Ia merasa panik, pusing dan sesak seketika. Sudah hampir 3 tahun terakhir ia mengidap penyakit itu dan enggan untuk mengkonsumsi obat. Rania hanya ingin menyembuhkannya sendiri dengan istirahat.
Mata Rania menjelajah sekitar, hingga matanya terhenti di satu titik. Ia menatap ke arah laki-laki yang kini tertidur dengan tangan yang menggengam tangannya erat. Rania mengerjapkan matanya. Ia merasa aneh saat Galuh bersikap seperti ini.
"Gal." panggil Rania.
Laki-laki bernama Galuh itu mulai terbangun. Ia menatap Rania sendu lalu tersenyum kecil." Lo udah enakan?" tanya Galuh.
Rania mengangguk lalu melepaskan genggaman tangannya. Ia terduduk dan menatap Galuh." Thanks lo udah tungguin gue."
"Ayo pulang gue anter." ucap Galuh.
Rania menggelengkan kepalanya." Gue enggak mau pulang."
"Orang tua lo nanti cariin lo Rania."
Rania tersenyum kecil dengan mata yang menyendu." Orang tua gue mana peduli sama gue?" tanyanya.
Melihat itu Galuh hanya bisa menghelakan nafasnya panjang. Ia mengusap surai Rania lembut." Mau jalan-jalan?" tanya Galuh.
Mendengar itu membuat senyuman Rania melebar. Ia langsung mengangguk." Ayo."
Galuh hanya tertawa lalu menyentil kening Rania pelan." Dasar."
Rania tak memperpanjang sikap Galuh. Ia hanya senang memiliki teman yang selalu perhatian seperti Galuh. "Emang lo temen gue yang paling baik sejak dulu. Huh... gue jadi enggak nyesel bantuin lo pas ospek SMP dulu."
Mendengar kata 'teman' terlontar dari bibir Rania membuat senyuman Galuh menghilang. Ada perasaan tak terima dalam dirinya. Namun lagi-lagi ia hanya bisa diam dan membiarkan perasaannya sakit sendiri.
"Gue belum ambil tas. Lo tunggu—" Ucapan Rania terhenti saat Galuh memberikan tasnya.
"Uuu thanks Galuh." ucap Rania.
Galuh hanya mengangguk dan mengambil sepatu Rania. Ia menarik kaki Rania dan memasangkan sepatu itu. Melihat itu, Rania hanya tersenyum kecil. Sejak dulu Galuh selalu menjaganya. Hingga terkadang Rania menganggap dirinya adalah adik atau keluarga Galuh.
"Ayo. Kemana kita?" tanya Galuh saat selesai memasang sepatu Rania.
Rania berpikir sejenak. "Taman"
"Taman."
Mereka terkekeh saat mengucapkan kata 'Taman' secara bersamaan.
"Ayo." ucap Galuh.
Rania mengangguk lalu turun dari tempat tidur. Ia menarik tasnya untuk ia gendong namun sayangnya aktivitasnya terhenti saat tangan Galuh merebut tasnya." Gue aja yang bawa."
"Ih enggak lo berat pasti."
"Enggak Rania."
Rania hanya bisa menghelakan nafasnya panjang dan membiarkan Galuh membawakan tasnya. Mereka dengan langkah yang bersamaan keluar dari sana. Rania mengerjap saat melihat koridor yang sudah sepi. Ia menatap ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul 5.
"Anjir gue tidur selama itu?" tanya Rania.
Galuh hanya menggedikkan bahunya." Ya kebo sih."
"Gue enggak kebo ya!"
"Yaudah sapi."
"Ih emang gue gendut?" omel Rania.
"Enggak." jawab Galuh seadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Galuh untuk Rania
Teen FictionKarena hidup gue isinya cuma Rania, gadis manis yang selalu jadi arah tujuan gue. -Galuh