Mirna— wanita berusia 46 tahun itu meletakkan masakannya di meja. Disana sudah ada Galuh beserta 1 pria berusia 24 tahun dan 1 anak perempuan berusia 13 tahun. Mereka menatap makanan di meja dengan tak sabar.
"Wih ibu masak tempe orek." ucap Galuh.
"Ah tempe lagi." Tutur Risa— sang adik.
"Tetap di makan dong!" ucap Gino- pria berusia 24 tahun itu.
Mirna yang mendengar itu hanya tersenyum kecil lalu mengusap kepala putrinya lembut." Nanti ibu masakin yang enak besok ya."
"Bener? Ayam goreng dong bu!" ucapnya.
Mirna mengangguk." Iya nanti masak ayam goreng."
"Asik."
Dentingan sendok mulai terdengar. Mereka mulai menikmati makanannya. Meskipun hanya ada sayur sop dan orek tempe, makanan yang di buat ibu selalu lezat dan nikmat. Terbukti saat ketiganya memakan masakannya dengan lahap dan habis.
"Mas mau ngomong bu." ucap Gino.
"Ngomong apa?" tanya Mirna.
"Setelah mas wisuda mas mau menikah."
"Nikah?" tanya Galuh." Kondisi ekonomi lo aja belom stabil. Bulanan lo aja masih kurang dan minta ibu. Sekarang lo mau—"
"Sttt nak.." Mirna memotong ucapan Galuh dan mengusap pundak Galuh lembut." Sabar."
"Gimana bisa sabar bu? Dia kuliah aja lama, uangnya habis buat pacarnya. Emang ibu pernah di beliin sesuatu sama anak itu?"
"Jaga ya omongan lo! Gue juga mau bahagiain Tiara. Lo kalau enggak bisa terima dia stop ngomong macem-macem soal dia."
"Sttt nak udah kenapa jadi pada berantem? Galuh masuk kamar ajak Risa dan bantu dia kerjain prnya."
Galuh menghelakan nafasnya panjang. Ia selalu di suruh mengalah dan masuk ke dalam kamar. Jika sudah seperti ini ia hanya bisa menuruti keinginan sang ibu dan masuk ke dalam kamar bersama Risa.
Sementara Mirna, ia mengusap pundak putranya lembut." Kalian sudah yakin mau menikah? Usia kamu kan masih muda, tidak mau berkarir dulu?" tanya Mirna lembut.
"Gino udah 24 tahun bu, Gino udah yakin. Lagipun kalau semakin lama Gino semakin tua justru susah punya anak."
Mirna menghelakan nafasnya panjang. Ia tidak bisa membantah keputusan putranya. Ia hanya bisa tersenyum dan mengangguk." Oke... ibu dukung keputusan kamu. Kapan kalian akan menikah?"
"Setelah wisuda. Tahun depan mungkin. Oh iya bu,"
"Kenapa?"
Gino nampak Ragu, ia menatap Mirna." Tabungan ibu untuk kuliah Galuh masih ada?" tanya Gino.
Mirna mengangguk." Ya masih ada kenapa?"
"Boleh Gino yang pake? Gimanapun kan Gino anak ibu juga, buat tambahan pernikahan Gino kan lumayan."
"Lalu adik kamu? Kan adik kamu akan kuliah juga tahun depan."
"Bu sekarang kan banyak beasiswa lagipun Galuh pinter cuma agak nakal aja."
Mirna nampak bingung. Ia mengigit bibirnya pelan. Tabungannya memang lumayan, namun itu untuk pendidikan Galuh. Dan gimanapun ia sudah berjanji akan mengkuliahkan Galuh. Namun di satu sisi, Gino juga putranya. Terlebih lagi putra pertamanya. Saat ini Gino juga pasti membutuhkannya.
"Nanti ibu pikirin lagi ya."
"Ayolah bu, tolongin Gino, ya?" tanya Gino dengan tatapan penuh harap.
Mirna menatap putranya lama lalu tersenyum kecil. Ia mengangguk dan mengusap rambut Gino lembut." Iya ibu akan berikan ke kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Galuh untuk Rania
Teen FictionKarena hidup gue isinya cuma Rania, gadis manis yang selalu jadi arah tujuan gue. -Galuh