Minggu pagi kini nampak ramai, semua orang memutuskan berolahraga. Ada yang membawa anak, istri, keluarga, pacar dan juga teman. Kalau hari ini, Rania membawa temannya. Ya, siapa lagi kalau bukan gadis yang kini sedang merengek untuk memakan bubur ayam di seberang jalan sana.
"Ayolah Ran, kita makan."
"Please deh Tam! Kita baru lari 10 menit masa udah makan!"
"Ck ayolah! Gue laper semalem lo enggak mau gue ajak makan indomie!"
"Ya lo bawel bahas-bahas masa lalu." omel Rania.
Tamara hanya terkekeh. Ia merangkul sahabatnya." Maaf deh, ayo makan bubur."
Karena pusing akan ajakannya terus menerus akhirnya Rania menganggukkan kepalanya. "Ayo." ucap Rania lemas.
Mendengar itu Tamara bersorak riang, ia langsung mengajak Rania menyebrang jalan. "Lo duduk aja." Ucap Rania.
Tamara mengangguk. Ia membiarkan Rania yang pergi memesankan bubur, lagipun ia sudah percaya bahwa Rania akan hafal pesanannya.
"Bang pesen bubur 2, satu pake ayam sama kacang aja. Sama sate ususnya 3 dan sate ati nya 1." ucap Rania.
Mang bubur menunjukkan jempol dan senyumnya." Oke silahkan di tunggu neng."
Rania mengangguk lalu menarik bangku di hadapan Tamara, ia berdecih." Cih, baru aja olahraga udah makan."
Tamara nampak tak perduli, ia hanya menggedikkan bahunya lalu menuangkan teh hangat ke gelas dan meminumnya.
"Kemana lo kemarin sama Galuh?" tanya Tamara.
Rania nampak gugup, ia mengusap lehernya lalu menatap ke arah lain." Ya enggak kemana-kemana sih."
Tamara menyipitkan matanya." Jadian aja sih."
Mendengar itu Rania langsung membulatkan matanya sempurna." Lo gila? Yakali. Lagipun Galuh baik juga kan sama lo, bukan sama gue aja."
"Dia emang baik sama beberapa orang tapi perlakuan spesialnya cuma ke lo."
Rania menggelengkan kepalanya." Enggaklah, gue sama Galuh udah terlalu deket jadi temen."
Tamara menghelakan nafasnya panjang. Ia menatap Rania." Ran, lo enggak bisa gunain orang baru buat lupain masa lalu. Sampai kapan terus ada di ruangan yang sama? Keluar Ran. Kalau lo milih buat ada di tempat yang gelap, lo enggak akan pernah tau indahnya pelangi di luar. Jangan kurung diri di sana, keluar, ada orang yang udah nunggu lo."
Rania terdiam. Seketika nafasnya terasa sesak. Bayangan masa lalu kembali terputar dalam pikirnya, terlebih saat bayangan tentang dia kembali hadir.
"Ran sorry gue kele—"
Ucapan Tamara terhenti saat Rania bangkit dari duduknya. Ia menatap Tamara." Gue mau beli minum dulu lo mau nitip enggak?" tanya Rania mengalihkan pembicaraan.
Tamara menghelakan nafasnya panjang. Lagi-lagi Rania memilih untuk tidak membahas hal itu. Lagi-lagi Rania memilih untuk mengurung diri di sana.
"Teh pucuk."
"Oke. Lo tunggu sini." ucap Rania.
Tamara mengangguk. Ia menatap pundak Rania yang semakin menjauh dari pandangannya. Gadis itu seperti hidup namun perasaannya seperti mati.
"Mau sampai kapan lo kaya gini sih Ran?"
————————
Rania mendudukkan dirinya di taman. Ucapan Tamara selalu berhasil menamparnya, namun tak pernah membuatnya keluar dari ruangan gelap. Ia masih selalu menyalahkan dirinya sendiri. Saat kembali mengingat perasaannya justru terasa sangat sakit, dadanya sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Galuh untuk Rania
Teen FictionKarena hidup gue isinya cuma Rania, gadis manis yang selalu jadi arah tujuan gue. -Galuh