Ambang Kematian

6 2 0
                                    

  "Pada saat saya berpikir bahwa saya telah belajar bagaimana hidup, sebenarnya saya telah belajar cara untuk mati".

Alice Sandara, 1974.

   Raja Albert mengeluarkan kesaktiannya untuk membunuh Valeria. Suasana semakin mencekam, Alice yang semakin lemah pun tak lagi bisa membantu Raja Albert melawan Valeria. Raja Albert dan Valeria terus saling beradu ilmu di hadapan para rakyat Andora. Namun, semakin lama kekuatan sihir Valeria semakin kuat bahkan sampai membuat sang raja kewalahan dan kesulitan. Hingga, Raja Albert pun tersungkur untuk yang kedua kalinya.

"Sudahlah, Albert! Terima saja kekalahanmu, kini tinggal selangkah lagi kau akan merasakan titik terakhir hidupmu."

Valeria kemudian mendekat ke arah Alice sambil mengucapkan mantra-mantra dari mulutnya. Alice ketakutan, mengingat rencana Valeria yang akan membunuhnya di hadapan Raja Albert. Valeria semakin mendekat, lalu ia menarik rambut Alice dengan kasar dan menatapnya dengan penuh amarah.

"Perempuan jahanam! Kini tiba sudah ajalmu di tanganku, Alice. Kau akan pergi bersama para iblis! Dendamku akan terbayar lunas!"Valeria berteriak kesal.

Gemulai tangan Valeria pun membuat semua orang kebingungan dengan apa yang akan ia lakukan saat itu. Valeria melepas tarikan rambut Alice dan memutar-mutar tangannya seolah seperti melakukan ritual jahat untuk Alice. Alice hanya bisa memejamkan matanya dan sangat tidak percaya dengan apa yang akan ia alami.

"Mati kau!!"

"Kau yang mati, iblis!!"

Freeze ...

Tiba-tiba Valeria terpaku dan tak bisa memutar seluruh tubuhnya, ia seakan membeku.

"Albert ... aku tahu kau kuat." ucap Alice lirih.

Raja Albert pun mendekati Valeria.

"Aku belum kalah, Valeria. Namun, kau lah yang akan kalah."

"Apa ini? Kenapa aku tidak bisa bergerak?"

Raja Albert tiba-tiba teringat jika dirinya sudah mendapat anugerah batu kristal dari Dewa Surya. Ia pun kemudian mengeluarkan batu kristal pemberian dari ayah Alice dan mengeluarkan kekuatan yang ada di dalamnya. Sontak seluruh orang terkejut melihatnya, terutama Alice dan Hamzah.

"Bagus! Kini kau akan lenyap, Valeria." ucap Hamzah.

Valeria pun ikut tercengang ketika melihat batu kristal itu. Rupanya, ia tidak tahu maksud dan tujuan sang raja bertapa selama 90 hari karena untuk mendapat anugerah batu kristal itu.

"Batu kristal? A-apa ini?" Valeria begitu kebingungan.

Raja Albert lalu duduk bersila dan diletakkannya batu kristal itu di hadapannya. Ia melakukan sebuah ritual suci untuk meminta bantuan kepada kekuatan batu kristal  itu.

"Rasakan mautmu, Valeria! Rasakan!"

"Aahhh! Apa ini ... sakit ... tolong!"

Raja Albert kemudian menyerang balik Valeria dengan kekuatan yang telah ia dapatkan dari batu kristal itu. Yang benar saja, hanya dalam sekejap mata batu kristal itu mampu membuat tubuh si penyihir jahat terbakar api dan meleburkannya beserta sihir jahat yang dimiliki Valeria. Batu kristal itu menyemburkan cahaya yang benar-benar terang benderang hingga membuat semua orang yang berada di sana menutup mata karena tak kuasa melihat sinaran itu. Setelah beberapa saat, sinar cahaya itu pun sirna dan semua orang kembali membuka mata mereka. Saat kembali membuka kedua mata, terlihat serpihan abu hitam di atas tanah. Jelas, itu adalah abu milik Valeria. Tidak hanya tubuhnya, rumah kediamannya pun ikut berubah menjadi abu.

   Raja Albert menghampiri Alice yang tengah bersender lemas di sebuah batang pohon. Dengan rasa cemas dan rindu yang teramat dalam, mereka pun saling berpelukan satu sama lain.

"Terima kasih ... untuk yang kesekian kalinya kau telah menyelamatkan hidupku." ucap Alice.

"Kau tidak perlu berucap begitu, aku minta maaf jika selama ini sudah membiarkanmu sendirian."

"Tidak, Yang Mulia. Hamba lah yang seharusnya meminta maaf. Hamba minta maaf untuk yang sebesar-besarnya. Ini semua salah hamba, hamba yang telah lalai menjaga sang ratu hingga ia diculik oleh penyihir itu." Hamzah memotong pembicaraan sambil berlutut meminta maaf kepada Raja Albert.

"Sudah, Hamzah. Aku tak mencari siapa yang benar dan salah, yang paling penting sekarang aku sudah kembali dan istriku telah selamat."

"Ini juga berkat dari dirimu, Hamzah. Jika tidak ada kau yang datang memberikan batu kristal itu padaku, maka batu kristal itu tak akan ada di sini untuk menyelamatkan kita semua." jelas Raja Albert.

Suasana pun menjadi tenang kembali, mereka semua kembali pergi ke istana. Raja Albert pun menggendong Alice hingga sampai di istana dan segera menyembuhkannya.
****

    Saat malam tiba. Raja Albert dengan kekuatan saktinya akhirnya bisa menyembuhkan semua luka yang ada di tubuh Alice. Ia menatap sedih wajah malang istrinya itu.

"Apa aku masih pantas disebut sebagai ratu?" tanya Alice kepada Raja Albert.

"Apa maksudmu? Seumur hidupmu, kau akan menjadi istriku, seumur hidupmu juga, kau akan menjadi seorang ratu di Andora, istriku." jawab Raja Albert sambil memegang pipi Alice yang dingin.

"Aku sudah melalaikan kewajibanku untuk menggantikan posisimu memimpin Andora selama kau pergi, Albert. Aku juga telah merelakan mahkotaku direbut dan sirna di tangan seorang penyihir. Dan sekarang aku benar-benar kehilangan rasa pantas ku menjadi seorang ratu kembali."

"Alice ... seorang ratu sejati tak harus memakai mahkota di atas kepalanya. Seorang ratu sejati, ia yang rela berkorban demi rakyatnya. Ia yang rela mati, yang rela mempertaruhkan seluruh hidupnya." sahut Raja Albert.

Raja Albert kemudian membuka telapak tangannya, lalu tiba-tiba muncul sebuah mahkota berbalut emas di atas telapak tangannya. Ia pun meletakkan mahkota itu di atas kepala Alice untuk menggantikan mahkotanya yang telah sirna di tangan Valeria.

"Jika hanya kehilangan sebuah mahkota saja, aku masih bisa memberikannya untukmu dengan sangat. Akan tetapi, jika aku kehilangan dirimu, aku tak akan bisa berbuat apa-apa, Ratu Alice."

Alice seketika meneteskan air matanya di hadapan Raja Albert, lalu memeluknya dengan erat.

"Kau benar-benar seorang pria sejati, Albert. Kau bisa mengatasi semua masalah sendirian, terutama dengan Andora dan aku."

"Ingatlah, Alice. Seorang pria bisa dikatakan sejati apabila ada seorang wanita yang setia menemaninya dalam berjuang."

Percakapan-percakapan manis pun mewarnai suasana mereka setelah berada di ambang kematian.

"Aku sangat merindukan kehadiranmu, sangat." Alice masih terus memeluk erat suami tercintanya.

"Jangan lepaskan pelukan ini jika kau masih rindu."

"Kalau begitu, sampai mati pun aku tak akan melepaskan pelukan ini. Aku merindukanmu sampai mati, Albert." jawab Alice.

Mereka menghabiskan malam dengan suka cita membalas kerinduan satu sama lain yang sudah terpendam sejak kepergian Raja Albert dari Andora. Kekuatan cinta keduanya semakin lama semakin tak bisa ditaklukan oleh apapun. Raja Albert dan Ratu Alice kini kembali bersatu memimpin Andora dan kembali menempati singgasana megah istana bersama.

"Ayah ... terima kasih."

  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Exciled QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang