RT_Empat

177 20 0
                                    

"Apa Ashila masih tidur?" gumam Kenzi sambil berdiri di depan pintu kamar. Ia baru saja tiba dari masjid untuk salat Subuh berjamaah.

Laki-laki bertubuh tinggi itu mengacak rambutnya yang masih basah. Sejujurnya, dirinya merasa canggung ketika harus berdua dengan wanita di dalam ruangan, sekalipun Ashila sudah menjadi istrinya. Akhirnya, Kenzi pun memutuskan masuk. Saat pintu baru terbuka, ia tergemap. Hatinya berdesir melihat Ashila tengah merapikan rambut dengan menguncirnya menyerupai ekor kuda. Rambut-rambut kecil di belakang leher, membuat jiwa lelakinya bergejolak.

"Ngapain di sana?" tanya Ashila yang heran saat mendapati Kenzi berdiri mematung menatapnya lekat. Ia masih mengenakan bawahan mukena.

"Oh, enggak."

Kenzi menuju ranjang. Ia mengambil Al Quran kecil bersampul hitam dari tas kecil yang dibawanya dari rumah. Lantunan ayat suci mulai terdengar dari bibir yang tidak pernah tersentuh gulungan tembakau kering tersebut. Ia berusaha untuk tidak absen dalam membaca Al Quran terutama setelah solat.

Ashila menghentikan aktivitasnya. Hatinya menghangat mendengar suara Kenzi melantunkan surat An Naba'. Ia teringat akan para qari yang sering muncul di channel YouTube. Suara Kenzi memang tidak sama dengan mereka, tetapi suara laki-laki itu terdengar merdu di telinganya. Ashila tanpa sadar menyimak sambil memejamkan mata dengan kedua ujung bibir sedikit tertarik ke samping.

Kenzi tersenyum penuh kelegaan melihat raut wajah Ashila. Ia akhirnya bisa melihat senyum manis istrinya untuk pertama kali meskipun samar.

Ashila menepuk keningnya berulang kali. Ia merutuki diri kenapa terhanyut oleh suara laki-laki yang masuk dalam daftar blacklist-nya sejak kecil tersebut.

"Kenapa? Sakit kepala?" tanya Kenzi seraya menutup Al Quran. Ia terkekeh melihat tingkah Ashila barusan. "Berasa di ruqyah, ya?"

"Enak aja, emangnya aku diikutin setan apa?" sahut Ashila ketus. "Oh, iya lupa. Setannya kan, numpang tidur di kamarku."

Kenzi sontak tergelak mendengar sindiran istrinya. Ucapan perempuan di hadapannya itu memang sering kali pedas saat berbicara dengannya.

Ashila beranjak dari duduknya sembari meletakkan mukena di bawah meja. Gadis itu teringat obrolan dengan Bu Rohman tadi. "Kamu ngapain sih, pakai keramas pagi-pagi?"

"Emang kenapa, Shil?" Kenzi heran tiba-tiba Ashila membahas perihal keramas.

"Ibu jadi mikir aneh-aneh," gumam Ashila lirih, tetapi masih bisa didengar dengan jelas.

Kenzi sontak tertawa mendengar penuturan Ashila. Namun, tawanya terhenti saat Ashila menuju ranjang tempatnya duduk. Ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat melihat istrinya yang tanpa mengenakan kerudung dan hanya mengenakan piama itu mendekat. Ashila terlihat semakin memesona di mata Kenzi saat pagi hari.

"Aku pingin bahas yang semalam," ujar Ashila.

"Mau cerai?" tebak Kenzi. Ia sebenarnya malas membahas hal itu lagi.

Ashila mengangguk mantap. Ia berharap Kenzi sudah berubah pikiran.

"Tinggal ngomong cerai aja apa susahnya, sih?"

"Astagfirullah, Ashila. Istigfar, Shil. Cerai itu memang halal tapi dibenci oleh Allah. Kamu mau dibenci sama penciptamu sendiri?"

Ashila tersentak. Ia tidak menyangka Kenzi akan berucap seperti itu.

"Emangnya kamu mau berumah tangga tanpa adanya cinta?" tanya Ashila sambil menatap tajam Kenzi.

Laki-laki di hadapannya terdiam. Ashila menyeringai sinis.

"Kenapa diam? Nggak bisa, 'kan? Makanya cerai aja udah." Ashila masih bersikukuh meminta Kenzi mengiyakan rencananya.

"Okelah," ucap Kenzi singkat. Ashila sontak membeliak senang. "Kita coba jalani pernikahan tanpa cinta ini dengan baik."

RUMAH (te)TANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang