RT_Sebelas

152 26 2
                                    

"Masa cewek nyamperin ke rumah cowok, Mon?" Ashila turun dari motor begitu sampai di kos sambil menggerutu.

"Maksudnya?"

"Itu tadi temennya Kenzi. Sendirian ke rumah. Kok, nggak risih, ya?"

Mona mengusap dagu. "Kamu kan, gitu juga. Gimana, sih?"

"Loh, aku beda. Aku istrinya."

"Cie, udah ngakui dia suamimu, nih," goda Mona dengan penuh semangat. "Nggak jadi mau menjanda secepatnya?"

"Ssst!" Ashila mendelik. "Jangan berisik!"

Ashila segera masuk ke rumah. Sementara itu, di belakangnya mona masih terus menggoda.

"Ada yang cemburu. Ada yang cemburu."

"Diam, Mona!" Ashila menoleh ke belakang, lalu berjalan mendekat ke arah Mona. Ia lalu membungkam mulut sahabatnya itu dengan tangan.

Mona mengangguk dengan cepat. Jari telunjuk dan tengahnya terangkat. Ashila pun melepaskannya.

"Kalau sampai ada yang tau, berarti itu ulah mulutnya Mona," bisik Ashila dengan mata mendelik.

"Ish, serem." Mona masih terus mengerjai temannya tersebut. Ia terus terkikik melihat raut kesal Ashila.

Sementara itu di rumah Kenzi.

"Enak nih, Ken. Nggak perlu bingung bayar kontrakan atau kos lagi," cetus Aurel sembari mengedarkan pandang ke ruang depan. "Kamu sendirian?"

Kenzi mengangguk.

"Alhamdulillah, Rel. Eh, teman-teman di WAG alumni kenapa pada heboh gitu? Aku ketinggalan cerita?"

Aurel terbahak. Ia teringat tentang foto yang dikirim oleh nomor salah satu teman satu kelas mereka waktu kuliah S1 dulu. Sebuah gambar di mana Aurel tengah duduk berdampingan dengan seorang laki-laki.

"Dasar tukang gosip kalian. Dia itu teman sekelasku, Ken. Kayak kita dulu nggak sering bareng aja."

Aurel mengingat masa-masa kuliah. Menjadi mahasiswi di jurusan teknik elektro itu harus bersiap menjadi minoritas. Perbandingannya 1:6. Alhasil, sahabat Aurel kebanyakan laki-laki, salah satunya Kenzi.

"Dulu beda. Udahlah, jangan pemilih gitu, Rel. Kasian mereka yang sering kamu tolak. Udah waktunya usiamu itu. Kuliah sambil nikah nggak dosa."

Aurel menatap Kenzi, lalu menurunkan pandangan. Ada gerimis di hati, jika membicarakan tentang jodoh bersama laki-laki di hadapannya itu.

"Duh, sampai lupa ngasih minum. Kamu mau dibuatin apa? Jangan bilang Milo. Aku nggak punya."

"Lah, aku mau bilang gitu," ucap Aurel sambil terkikik. "Nggak usah repot-repot, Ken. Kamu istirahat aja. Aku cuma mampir bentar."

Aurel paham. Kenzi begitu menjaga interaksi dengan lawan jenis meskipun mereka bersahabat baik. Hal ini membuatnya sungkan bertamu di tempat Kenzi. Berita temannya di opname, membuatnya khawatir dan ingin mengetahui kondisinya lebih jelas. Aurel bersyukur, Kenzi baik-baik saja meskipun terdapat luka di lengan. Gadis dengan kerudung segitiga berwarna hitam dengan kedua ujungnya dibiarkan menutup dada, beranjak dari duduknya.

"Makasih banyak bubur ayamnya, Rel. Kamu masih ingat, ya."

"Nggak akan lupa, Ken. Tiap pagi sarapanmu itu melulu. Sampai bosen aku lihatnya."

Kenzi lalu mengantar Aurel ke motornya. Ia sebenarnya ingin menyampaikan berita bahagia tentang pernikahannya dengan Ashila ke Aurel dan juga teman-temannya. Namun, dirinya ingin menunggu Ashila membuka hati untuk menerima pernikahan dan dirinya, tentu saja.

RUMAH (te)TANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang