RT_Dua Puluh

247 21 1
                                    

Kenzi menopang dagunya dengan kedua tangan. Ia tengah mengamati wajah Ashila yang sedang terlelap. Terselip rasa haru dan syukur yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata. Tidak hanya status Ashila sebagai istri saja yang dimilikinya. Cinta dan semua tentang perempuan bertubuh langsing itu kini menjadi seutuhnya milik Kenzi.

Tangan Kenzi lalu mengusap lembut rambut Ashila. Ia mengecup kening Ashila dengan penuh kelembutan. Istrinya itu langsung memberikan respon dengan menggeliat.

"Bangun, Sayang," sapa Kenzi.

Ashila membuka matanya pelan. Senyuman seketika menghiasi wajahnya setelah mendengar panggilan yang diberikan oleh Kenzi untuknya. Ashila lalu menarik selimut untuk menutupi wajahnya.

"Kok, ditutup?" tanya Kenzi heran. "Udah subuh ayo mandi."

"Aku malu."

Kenzi tertawa mendengar pengakuan Ashila. Ia lalu menarik selimut. "Telat kalau malu, aku udah lihat semuanya."

"Kenzi"! Ashila membuka selimut. Wajahnya memerah.

"Yang lihat suami sendiri, kenapa malu?"

"Kamu tiba-tiba, sih. Nggak pakai pemberitahuan sebelumnya."

"Ashila, Ashila, kalau kayak gitu spontan lebih romantis. Kemarin suasanany bener-bener mendukung, kan?"

Ashila mengiyakan dalam hati. Ia tidak mungkin menunjukkan suasana hatinya secara terang-terangan. Semalam, dirinya benar-benar dibuat bertekuk lutut oleh pesona dan perlakuan Kenzi. Rasanya seperti dihipnotis. Padahal, itu juga dirinya sendiri yang menginginkan.

"Aku masih ngantuk, Ken. Nanti jam lima-an saja mandinya. Dingin banget." Ashila kembali menarik selimut.

"Oke, kalau gitu aku mandi dulu." Kenzi segera menuju kamar mandi.

Selepas Kenzi keluar dari kamar, Ashila berbaring menyamping seraya memeluk guling. Senyuman tidak lepas dari wajah dengan tahi lalat kecil di dagu sebelah kanan tersebut.

"Ngerti gini nggak usah pusing minta cerai," gumam Ashila sembari memejamkan mata kuat dengan senyum malu-malu.

Sepuluh menit kemudian, Kenzi kembali ke kamar. Suami Ashila itu sudah terlihat segar dengan rambut yang basah.

"Shil, ayo bangun."

Ashila membuka matanya. Ia sontak menutup wajah melihat suaminya hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian pusar ke bawah.

"Kok, nggak ganti di kamar mandi, sih? Nggak malu apa?" omel Ashila dari dalam selimut.

"Enggak, orang udah kamu lihat semuanya semalam," goda Kenzi sembari memakai baju koko. "Nih, mau lihat lagi?"

"Enggak!"

Kenzi tertawa puas. Ia lalu mengeringkan rambutnya dengan handuk setelah memakai sarung. "Buruan mandi, Cantik. Aku tunggu solat jamaah."

Hati Ashila menghangat. Dengan malu-malu dirinya membuka selimut. Ia pun mulai beranjak dari posisinya. Akan tetapi, ia kembali mengempaskan tubuh ke kasur.

"Aduh ...." 

Ashila hanya bisa meringis. Ia merasakan keadaan yang tidak nyaman di area sensitifnya.

Kenzi menoleh ke arah Ashila. Ia pun panik saat melihat wajah Ashila kesakitan. "Kenapa, Shil?"

Ashila diam saja. Ia bingung harus menjawab seperti apa. Ia masih malu untuk mengatakan yang sebenarnya pada Kenzi.

"Ada apa?" Kenzi mendekat.

Bukan penjelasan lewat kata-kata melainkan air mata yang keluar sebagai jawaban. Kenzi jelas menjadi kebingungan. Habis membahas yang manis-manis malah berganti tangisan.

RUMAH (te)TANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang