RT_Empat Belas

159 21 4
                                    

Ashila sudah siap. Ia lalu menyusul Kenzi ke depan. Langkahnya terhenti saat berada di pintu yang menghubungkan ruang tengah dan depan. Ashila terdiam menatap suaminya. Laki-laki dengan kemeja lengan panjang berwarna marun yang lengannya digulung sampai bawah siku itu sedang duduk di sofa sembari memainkan ponsel. Ashila menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri dengan cepat.

“Mataku kenapa, sih?”

Ashila bergumam seraya mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia merasa aneh karena melihat Kenzi seperti tidak biasanya. Tetangga yang menjengkelkan itu terlihat memesona saat ini.

“Udah siap?”

Pertanyaan Kenzi menyadarkan Ashila. Ia menjawab dengan anggukan kepala, lalu melangkah keluar. Mereka akan ke rumah Mbah Kung dulu untuk berpamitan. Orang tua Kenzi dan Ashila masih berada di sana.

“Ayo sarapan dulu,” titah Bu Rohman.

Kenzi dan Ashila pergi ke dapur. Mereka mulai menikmati sarapan. Posisi mereka saling duduk berhadapan di meja makan. Pagi hari, di rumah yang cukup besar itu belum ramai. Siang hari, saudara dan tetangga yang membantu tahlilan baru datang.

“Makan yang banyak,” cetus Kenzi yang sudah menyelesaikan sarapannya. Ia beranjak untuk menaruh piring di tempat cuci.

Ashila menarik satu sudut bibirnya ke atas. Ia tidak biasa makan banyak saat sarapan.

“Coba ajarin sarapan yang bener, Ken. Dari kecil susah banget kalau disuruh sarapan banyak. Mesti ngomel-ngomel dulu mama.” Bu Rohman sedang mengupas kentang. Beliau mendengar ucapan menantunya tadi.

Ashila tidak menghiraukan ucapan mamanya. Ia sibuk makan sembari tangan kirinya asik berselancar di Instagram.

“Iya, Ma.” Kenzi berjalan ke arah magic jar. Ia menyendok nasi yang tidak terlalu banyak, kemudian berjalan ke arah Ashila. “Harus dihabiskan.”

Ashila membeliak kaget. Ia tinggal menyelesaikan satu suapan lagi.

“Apa, sih? Rese banget, deh.”

“Mau masuk angin lagi?” Kenzi kembali mengingatkan.

“Tapi aku udah kenyang. Kamu aja yang habisin.” Ashila menjauhkan piring dari hadapannya.

Kenzi yang berdiri di dekat Ashila, menundukkan kepala. Ia lalu berbisik di dekat telinga istrinya. “Kalau nggak dimakan, mau aku yang nyuapin di depan Mama?”

Ashila menoleh kaget. Ia mendengkus kesal. “Aku makan sendiri aja!”

Kenzi tersenyum puas. Ancamannya tidak diragukan lagi. “Anak pintar.”

“Ish!” Ashila menjauhkan tangan Kenzi yang mengusap kepalanya.

Bu Rohman yang diam-diam mengamati anak dan menantunya itu berusaha menahan senyuman. Ada kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan melihat anak gadisnya sekarang sudah bersuami. Menjalani bahtera rumah tangga bersama laki-laki yang dipilihnya bersama Pak Rohman. Orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anak-anaknya. Termasuk masalah jodoh.

Tidak lama kemudian, Ashila dan Kenzi mulai berpamitan. Pak Rohman dan Pak Arif sedang duduk santai di ruang depan.

“Uti mana?” tanya Ashila.

“Di kamar sama Ibu,” jawab Pak Arif.

Kenzi dan Ashila segera menuju kamar Mbah Uti. Beliau sedang ada di kamar ditemani Bu Arif. Ashila mengecup tangan neneknya, lalu beralih ke kedua pipi.

“Sehat selalu ya, Uti. Makan yang banyak.”

Mbah Uti manggut-manggut. “Yang rukun sama Kenzi, Nduk. Udah cukup musuhannya pas kecil.”

RUMAH (te)TANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang