RT_Tiga Belas

150 23 2
                                    


"Mana obatnya?"

Ashila sudah tidak tahan dengan mual yang menyerang. Ia sudah bersiap dengan kantong plastik di dekatnya.

"Lagi dicarikan sama Ibu."

Kenzi memandangi wajah Ashila yang sedikit pucat. Baru kali ini ia melihat istrinya itu jatuh sakit.

"Mau aku pijitin?" tawar Kenzi hati-hati. Ashila mendongakkan wajah. Matanya menatap tajam Kenzi.

"Maksudnya, kalau masuk angin biasanya aku dipijit langsung enakan badannya." Kenzi menggaruk leher belakang yang tidak gatal.

"Nggak usah repot-repot. Nanti aku diapa-apain lagi." Ashila bergidik ngeri.

"Emang kenapa kalau diapa-apain?" Kenzi malah semangat menggoda Ashila. Matanya sebelah kiri bahkan berkedip.

"Dasar mesum!"

Suasana di kamar dengan nuansa biru dongker itu mulai riuh. Ashila melempar bantal ke arah Kenzi yang tertawa. Namun, pemuda itu berhasil menghindar.

"Astagfirullah!" Suara pekikan terdengar dari arah pintu.

Bantal jatuh di lantai, tepat di depan kaki Bu Arif yang sedang membawa segelas air minum. Gelas di atas nampan itu sempat bergoyang. Beruntung, Bu Arif bisa mengatur keseimbangan.

Kenzi bergerak mengambil bantal. Sementara itu, Ashila tersenyum canggung. Ia takut jika ibu mertuanya itu mendengar pekikannya untuk Kenzi tadi.

"Seru banget kayaknya, nih." Bu Arif berjalan mendekat ke tempat Ashila. "Mual banget, ya?"

Ashila menggelengkan kepala pelan. "Sudah lumayan berkuran abis minum teh tadi, Lek, eh, Bu." Ashila memukul mulutnya yang masih kerap salah sebut. Kadang kalau ingat memanggil Ibu, kalau nggak sadar Bulek.

"Mana obatnya, Bu?" tanya Kenzi. Ia sedari tadi mengamati nampan yang dipegang Bu Arif. Tidak terlihat obat herbal cair andalan masuk angin tersebut.

"Jangan minum obat dulu. Ini udah ibu buatin jahe hangat. Bahaya kalau udah minum obat, ternyata bukan masuk angin."

Ashila terkesiap. "Maksudnya bahaya sakit apa, Bu?"

"Kamu punya maag, Shil?" tanya Kenzi khawatir. Ashila menggelengkan kepalanya.

"Bukan itu maksud ibu. Mungkin Ashila udah ngisi." Bu Arif tersenyum bahagia seraya menatap menantunya. Beliau lalu menyerahkan gelas kepada Ashila.

"Ngisi?" tanya Ashila dan Kenzi bersamaan.

Bu Arif manggut-manggut. "Itu loh, ngisi maksudnya hamil."

Ashila dan Kenzi membulatkan mata. Mereka saling berpandangan. Sepertinya, Bu Arif salah paham dengan kondisi sang menantu.

"Aku lagi datang bulan, Bu," ungkap Ashila sembari memperlihatkan deretan giginya. Ia lalu menyesap minumannya.

"Aduh, ibu mikirnya udah kejauhan, ya." Bu Arif tertawa kecil. Ada setitik rasa kecewa mendengar Ashila tengah menstruasi.

Kenzi menyadari perubahan ekspresi pada wajah ibunya. "Doakan terus ya, Bu. Semoga cucu Ibu bisa segera hadir di antara kita. Iya, kan, Shil?"

"Uhuk, uhuk." Ashila tersedak saat mendengar perkataan Kenzi. Tenggorokannya terasa panas. Ia pun batuk-batuk sampai berkeringat. Rasa mual pun seolah lenyap.

***

Keadaan sudah kembali tenang seusai keriuhan yang terjadi di kamar tadi. Bu Arif sudah kembali ke rumah depan. Begitu juga dengan Kenzi yang ikut membantu di sana. Ashila sudah membaik. Namun, ia tidak bisa tidur. Ia pun beranjak menuju lemari buku yang ada di kamar. Koleksi bacaan Kenzi cukup banyak. Dari buku tentang teknologi, agama, hingga novel fiksi.

RUMAH (te)TANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang