Bila ada typo, tolong tandai.
HAPPY READING!– Illa Wardoyo –
"Aku lama-lama bisa mati muda kalau hampir setiap hari disuguhi rumus-rumus seperti ini!" keluh seorang gadis yang bernama Nala. Membuat semua orang di dekatnya mengangguk menyetujui ucapannya. Terkecuali satu orang.
Kini, di bawah pohon yang rindang. Karina beserta lima orang temannya tengah memangku sebuah buku. Ada juga yang menggunakan punggung temannya sebagai tempat menulis.
Sebenarnya mereka jarang sekali duduk di bawah pohon seperti ini. Atau bisa dihitung dengan jari. Karena hari ini ada tugas dari salah satu mapel. Setelah pulang sekolah mereka memutuskan untuk belajar bersama. Dan di sini tempatnya. Di pohon yang rindang.
"Benar! Apa guru-guru itu tidak merasa kasihan melihat kita seperti ini? Kalau nanti cita-citaku menjadi guru terwujud, aku tidak akan memberikan tugas yang sulit seperti ini." Yang menyahut namanya Sinta Ralia. Seringnya dipanggil Sara dengan teman-temannya. Ia yang awalnya dipanggil Sara sedikit merasa aneh. Namun lama-kelamaan, ia menyukai nama panggilan itu.
"Kalau tidak diberi tugas, kita tidak akan menjadi pintar." Sadewa menengahi. Nama lengkapnya Sadewa Ayyasi. Adalah salah satu murid terpandai di SMA Jaya Bakti. Sadewa ini pindahan dari kota. Ia beserta keluarganya pindah karena harus menjaga Neneknya yang tinggal sendiri selepas sang Kakek tiada.
Lima orang yang lain menoleh ke arah Sadewa yang tengah mengerjakan tugas dengan serempak. Karina tersenyum simpul. Ia kagum dengan sikap Sadewa. Walaupun Sadewa paling muda beberapa bulan diantara mereka, tapi sikapnya sungguh bijak.
Sosok lain yang duduk di sebelah Karina justru mengalihkan pandangannya pada Karina. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu? Kamu suka sama Sadewa?" tanyanya berbisik.
Berdecak sebal pada sosok bernama Putra Mahendra. Lalu sedikit mencubit paha laki-laki itu dan membuatnya meringis. "Kenapa dicubit, Rin? Sakit tahu."
"Diam kamu, Put. Siapa juga yang suka sama Sadewa? Jangan ngomong yang macam-macam, ya, kamu." Dengan mata yang melotot, Karina memperingatkan Putra. Putra yang dikenal jahil juga membalas dengan memelototi Karina.
Sara yang menyadari Putra dan Karina saling memelototi, lantas menyenggol pelan lengan Nala. Yang disenggol menoleh dan bertanya, "Kenapa?"
Dengan bahasa isyarat, Sara menunjuk ke arah Putra dan Karina. Nala mengangguk paham. "Awas, nanti kalau tatapan lama-lama bisa saling suka," celetuknya. Putra dan Karina menoleh ke sumber suara dan juga memelototinya.
"Aku? Suka sama Karina? Bisa-bisa setiap hari aku istighfar terus menerus." Putra yang pertama berujar. Membuat karina yang disebelahnya mendengus.
"Aku juga tidak mungkin suka sama Putra yang jahilnya minta ampun," balasnya. Putra yang tidak terima dibilang jahil lantas membuka suara kembali. "Sejak kapan aku jah—"
"Kalian terlalu berisik. Aku jadi tidak bisa tidur dengan tenang gara-gara ocehan kalian. Terutama Putra dan Karina." Ucapan Putra dipotong oleh Ilham Yanuar. Laki-laki itu merebahkan diri di atas rerumputan. Tidak peduli bila bajunya bernoda. Kalau kata Nala, Ilham ini masih satu jenis dengan Putra. Sama-sama gilanya.
"—Aku curiga kalau kalian berjodoh," lanjutnya.
"Aamiin," dengan serempak, tiga orang— Sadewa, Nala, dan Sara mengamini ucapan Ilham.
"Amit-amit!" teriak Putra dan Karina bersamaan. Karina bergidik ngeri membayangkan jika ia benar-benar berjodoh dengan Putra. Akan seheboh apa hidupnya nanti.
![](https://img.wattpad.com/cover/343478877-288-k503927.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, ya, Pak?
General FictionBagi Karina, ayahnya adalah segalanya. Yang menemaninya dalam suka maupun duka. Sedari kecil hidup tanpa figur seorang ibu, membuat Karina sering merasa iri dan sedih. Tetapi, ayahnya tak pernah membiarkannya bersedih. Ayahnya selalu berusaha mengis...