Tolong tandai bila ada typo.
HAPPY READING!"Setidaknya aku pernah melukis kenangan indah bersama kamu."
-dari Danu, untuk Ratih
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Tidak bosan-bosannya Karina bertanya mengenai sang Ibu. Entah itu tentang hal kesukaan, makanan yang disukai, hobi, dan kisah remaja sang Ibu. Padahal Danu hampir setiap hari menceritakannya, tetapi Karina selalu meminta untuk diceritakan lagi.
Seperti saat ini, Karina memaksa Danu yang tengah duduk santai sembari membaca koran untuk menceritakan sosok Ibunya. Lagi. "Rin, Rin. Bapak, kan, sudah ceritakan semua tentang Ibumu,"
"Pokoknya Arin mau Bapak ceritakan lagi." Karina tetap saja tidak mau mendengarkan Danu. Ia akan tetap memaksa Danu untuk menceritakan kisah tentang Ibunya. Lagi dan lagi. Danu menghela napas panjang sebelum menuruti kemauan putri semata wayangnya itu.
"Baiklah-baiklah. Bapak akan menceritakan kisah sewaktu Bapak dan Ibu masih berpacaran." Karina lantas bertepuk tangan dengan girangnya. Ia begitu menyukai kisah masa remaja kedua orang tuanya. Menurutnya, kisah mereka sangat unik.
"Ayo, Pak. Cepat ceritakan,"
Danu meletakkan koran yang ia baca tadi dan menyamankan posisi duduknya. Mengatur napasnya sebelum memulai cerita. "Dulu Bapak dan Ibu itu pacarannya diam-diam. Kamu tahu kenapa?" Karina menggeleng.
"Karena orang tua Ibumu melarang keras Ibumu untuk menjalin hubungan yang namanya pacaran." lanjut Danu. "Memangnya kenapa, Pak?"
"Orang tua mana yang mau anaknya berbuat buruk. Kamu tahu, kan, kalau pacaran itu selalu mengarah ke hal-hal negatif? Maka dari itu, Kakek Nenek kamu melarang Ibumu, Nak."
Karina mengangguk paham dan kembali bertanya. "Lantas, bagaimana Bapak dan Ibu kalau ingin bertemu?"
"Ibumu pasti mencari alasan,"
***
Seorang laki-laki dengan seragam SMA berdiri di pinggiran danau sembari menunggu kedatangan seseorang. Sudah 15 menit lamanya ia menunggu, namun seseorang yang ia tunggu tidak kunjung datang.
"Mas Danu!" lantas ia membalikkan badannya ketika namanya dipanggil seseorang. Dilihatnya seorang perempuan yang juga berseragam SMA berlari menghampirinya.
Perempuan tersebut napasnya terengah-engah. Rambutnya yang diikat, kini sudah tidak karuan bentuknya. Bahkan, keringat telah membasahi wajahnya. Sangat berantakan.
"Dek, kamu tidak kenapa-kenapa, kan?" tanya laki-laki yang bernama Danu itu. Raut wajahnya begitu cemas ketika menatap perempuan yang berdiri di hadapannya.
"Aku baik-baik saja, Mas. Maaf, ya, karena terlambat," perempuan yang Danu panggil dengan sebutan 'dek' itu bernama Ratih. Yang tidak lain adalah kekasihnya.
Perempuan itu mengatur napasnya agar kembali normal. Ternyata jarak dari sekolah ke danau cukup jauh, ya. Padahal ia sering ke danau untuk sekadar menikmati pemandangan indah, jaraknya tidak terlalu jauh. Tapi, kenapa hari ini begitu jauh baginya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Peluk Aku, ya, Pak?
Ficción GeneralBagi Karina, ayahnya adalah segalanya. Yang menemaninya dalam suka maupun duka. Sedari kecil hidup tanpa figur seorang ibu, membuat Karina sering merasa iri dan sedih. Tetapi, ayahnya tak pernah membiarkannya bersedih. Ayahnya selalu berusaha mengis...