14. "Jangan sakit, ya, Pak?"

173 50 6
                                    

Bila ada typo, tolong tandai.
HAPPY READING!

– Illa Wardoyo –
























Dari pagi hingga malam tiba. Untaian-untaian doa tidak pernah Karina berhenti panjatkan. Doa untuk sang Ayah yang tengah sakit. Sudah hampir satu Minggu, Danu tak kunjung pulih. Sudah hampir satu Minggu juga, sikap dingin Karina kepada Ratih tak kunjung menghilang.

Danu sekarang tengah dirawat di klinik terdekat. Sebenarnya, pihak klinik tersebut sudah menyerahkan jika Danu harus dirujuk ke rumah sakit besar di kota. Karina sudah menyetujuinya, namun Danu menolak secara mentah-mentah.

Sudah berkali-kali Karina dan pihak klinik membujuk Danu. Namun selalu berakhir dengan penolakan. Karina tetap berusaha membujuk Danu. Dia tidak akan menyerah sebelum Ayahnya itu mau dirujuk.

"Pak...."

"Jangan paksa Bapak, Rin. Bapak tidak mau dirujuk." satu suapan bubur terakhir berhasil masuk dalam mulut Danu. Badannya lemas tak bertenaga. Untuk bangun saja ia harus dibantu.

Karina meletakkan mangkuk bubur tersebut dan membersihkan sisa-sisa bubur yang menempel di pinggiran bibir Danu. Danu pun kembali merebahkan tubuh lemasnya itu. Karina menghela napas lelah. Dalam hati ia berdoa agar Danu luluh. Ia takut jika nanti Danu tidak dirujuk, keadaannya semakin memburuk.

"Pak, Arin mohon. Bapak mau dirujuk, ya?" mohon Karina lagi. Namun, jawaban yang ia inginkan tidak sesuai. Danu malah mengalihkan topik.

"Sampai kapan kamu bersikap dingin pada Ibumu?" beberapa hari belakangan ini, pertanyaan ini selalu Danu tanyakan pada Karina. Bahkan hampir setiap waktu ia tanyakan.

Tidak ada niat lain selain ingin mendekatkan Karina dengan sang Ibu. Ratih juga katanya sudah menyewa rumah di kampung mereka. Letaknya pun juga dekat dengan rumah mereka.

"Kamu tidak kasihan melihat Ibumu selalu memohon-mohon? Di mana hati nurani kamu, Nak?" Danu kembali berujar, yang mana hanya diheningkan oleh Karina.

"Tidak. Sebelum Bapak mau dirujuk."

Danu terkekeh pelan. "Percuma kalau Bapak dirujuk, nanti pada akhirnya pulang juga."

Kening Karina lantas berkerut. "Benar, nanti pulangnya karena Bapak sudah sembuh. Jadi tidak ada yang percuma,"

Danu termenung sejenak. Hingga akhirnya ia meminta sang anak untuk meninggalkannya sendiri. Lantas Danu pun mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Melihat itu, Karina menghembuskan napas lelah. Karina perlahan keluar dari ruang inap Danu.

Di luar ruangan, Karina duduk di kursi yang sudah disediakan. Pikirannya kacau. Apalagi sejak kembalinya sang Ibu, hatinya selalu merasa tidak tenang. Juga waktunya sekarang terbagi. Gadis itu tidak bisa selalu bekerja semenjak Danu dirawat. Berangkat ke sekolah pun, ia pernah hampir terlambat.

Jika seperti ini, bagaimana ia bisa mencari biaya pengobatan Danu? Hasil bekerja di toko kelontong pun hanya cukup untuk kebutuhan. Fahri, sepupunya itu bahkan selalu menawarkan Karina bantuan dengan meminjaminya sejumlah uang. Namun, tawaran itu selalu ia tolak dengan halus.

"Andai saja aku ini kaya raya... Ya Allah, turunkanlah hujan uang di atas hamba-Mu ini...." lirih Karina sembari menengadah.

Baru pertama kali ini, ia merasa sangat kelelahan. Kepalanya benar-benar pusing, gadis itu tidak bisa berpikir sama sekali saat ini. "Ke mana lagi aku harus mencari uang? Haruskah aku mengajak Fahri untuk melakukan pesugihan?" beberapa detik kemudian, gadis itu memukul kepalanya sendiri. Tidak habis pikir dengan pemikirannya sendiri.

Peluk Aku, ya, Pak?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang