Ch 10. JinHit In Action

151 25 12
                                    

Sikap dingin Jungkook pada Luna semakin meruncing, menciptakan kehampaan dan ketegangan yang kian mengisi hari-hari mereka.

Kehidupan Luna semakin terasa berat dengan beban emosi dan stress yang semakin menumpuk. Setiap hari Luna merasa seperti berjalan di atas bara yang menyala, dan setiap tatapan yang di berikan Jungkook padanya, seolah menegaskan perasaan bahwa ia berharap Luna bisa segera hilang dari kehidupannya.

Luna merasa seperti diasingkan di dalam rumah yang seharusnya menjadi tempatnya merasa nyaman dan dicintai. Ia sudah mencoba untuk menahan perasaan kesepiannya, tetapi semakin lama semakin sulit.

Ketika usia kandungannya mencapai pertengahan bulan ke enam, stress yang ia hadapi semakin tak tertahankan. Jungkook masih tetap mengacuhkannya, jarang berada di rumah, jarang berkomunikasi, lebih memilih bersama dengan ChaeYoung dan lebih terlibat dengan pekerjaannya. 

Luna merasa ditinggalkan dan terabaikan, perasaannya terkubur dalam kesepian.

Ketika Jungkook akhirnya kembali pulang, dia terlihat lelah dan hanya terfokus pada ponselnya. Luna mengambil nafas dalam-dalam dan mencoba berbicara dengan suara yang bergetar.

"Kau pulang hari ini... Bagaimana kabarmu?" Tanya Luna sambil menghampiri Jungkook yang tengah bersitirahat di sofa kemudian duduk di sebelahnya.

Jungkook hanya diam saja tak menjawab pertanyaan yang di lontarkan Luna. Ia terlalu malas untuk berbicara dengan Luna.

"Kalau kau ada waktu, maukah kau ikut menemaniku ke dokter kandungan?" Luna memberanikan diri untuk terus berbicara pada Jungkook yang terlihat enggan berbicara dengannya.

"Mianhae, Noona. Aku sibuk dan aku lelah. Untuk apa juga aku menemanimu? Kau ingin semua orang tahu kalau kau mengandung anakku?" Jungkook mengangkat alisnya dan menghela nafas panjang.

Luna merasa hatinya sesak dan hancur. Dia merasa seperti berbicara pada dinding batu yang tidak akan pernah bisa di tembus, diharapkan atau setidaknya, merasa perhatian, sedikit saja.

"Bukan begitu...." Balas Luna sedikit cemberut.

"Lalu apa? Noona, aku ingin kembali mengingatkanmu, jangan serakah. Jangan terus menuntutku untuk ini dan itu atau memanfaatkan orang lain untuk menuntutku melakukan sesuatu. Aku juga punya batas kesabaran. Aku rasa, dengan membiayai kehidupanmu, menikahimu dan mengizinkanmu tinggal di sini itu sudah lebih dari cukup. Aku sudah menjalankan semua pertanggung jawabanku atas kesalahan yang aku lakukan padamu." Celoteh Jungkook dengan ketus dan dingin, membuat Luna sedikit tersentak.

Dengan mata yang berkaca-kaca, Luna mencoba untuk menahan air mata yang ingin jatuh. Dia merasakan beban perasaannya semakin berat dan sulit untuk di hadapi. Luna masih ingin berbicara lebih lanjut dengan Jungkook, tetapi semua kata-kata yang ingin ia utarakan, terasa terjepit di tenggorokannya.

Luna merasa seperti berdiri di tepi jurang emosi, di antara keinginannya untuk menjalin komunikasi dengan Jungkook dan ketakutan akan penolakan lebih lanjut dari Jungkook. 

Luna ingin menunjukkan bahwa dia tidak bermaksud memanfaatkannya, tapi juga tidak ingin memperburuk situasi yang sudah rumit.

"Haaaah... Aku mau istirahat dulu." Ucap Jungkook lalu ia beranjak pergi ke dalam kamarnya.

Suasana dingin di antara Luna dan Jungkook membuat Luna semakin merasa tidak nyaman.

Ketika malam gelap menghampiri, Luna merasa terjepit oleh tekanan emosi yang tak tertahankan. Dia mencoba untuk menenangkan diri, tetapi pikirannya sibuk memikirkan banyak hal.

Saat itulah, gejolak perasaan Luna mencapai puncaknya. Pada pagi harinya, ia merasakan sesuatu yang tidak beres dengan tubuh serta kandungannya.

Saat Luna mencoba untuk bangkit dari tempat tidurnya, dia merasakan sensasi yang aneh di perutnya. Pekik kekhawatiran langsung meledak dalam pikirannya saat dia merasakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

The Arcturus - Jungkook x Reader [Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang