1.2

92 18 0
                                    

"BOOM!" suara itu terdengar lagi. Seseorang berusaha mendobrak pintu. Dudley terbangun dengan kaget.

"Dimana meriamnya?"

Hanny menertawakan Dudley dan respon bodohnya. Ia hendak bangkit untuk membuka pintu, tapi Harry menahannya. Merasa waspada.

Paman Vernon datang tergopoh gopoh membawa senjata di tangannya. "Siapa itu?" Teriaknya. Ia tentu tak menyangka ada tamu yang datang di tengah badai.

"Ku peringatkan kau... Aku bersenjata!"

GUBRAAAK!

Pintu dihantam begitu keras sampai terlepas dari engselnya, dan dengan bunyi memekakkan telinga pintu itu terempas ke lantai.

Sesosok raksasa berdiri di depan pintu. Wajahnya nyaris tersembunyi di balik rambut panjangnya yang awut-awutan dan berewok liar yang berantakan.

Si raksasa memaksakan diri masuk, menunduk sehingga kepalanya cuma menyentuh langit-langit. Dia membungkuk, memungut pintu, dan dengan mudah memasangnya kembali ke engselnya. Deru badai di luar teredam sedikit. Dia menoleh memandang mereka semua.

"Bisa bikinkan teh, kan? Tidak gampang datang ke sini..." Dia melangkah ke sofa. Dudley duduk membeku ketakutan.

"Minggir, karung besar," kata orang asing itu.

Dudley mencicit dan bersembunyi di belakang punggung ibunya. Bibi Petunia sendiri berjongkok ketakutan di belakang Paman Vernon.

Hanny benar-benar tak kuasa menahan senyumannya, "Oh,Hagrid!" Serunya pada orang asing itu. Menarik tangan Harry untuk mendekat pada Hagrid.

"Hanny! Harry! Terakhir kali aku melihat, kalian masih bayi," kata Hagrid. "Kalian mirip sekali ayah kalian, tapi mata kalian milik ibu kalian."

"Terima kasih, Hagrid." balas Hanny.

Paman Vernon mengeluarkan suara serak yang aneh. "Saya meminta Anda segera pergi, Sir!" katanya. "Anda menjebol pintu dan masuk tanpa izin."

"Ah, tutup mulut, Dursley, jangan sok," kata Hagrid. Tangannya menjangkau ke belakang sofa, menjambret senapan dari tangan Paman Vernon, membengkokkannya seakan senapan itu terbuat dari karet saja, lalu melemparkannya ke sudut ruangan.

Paman Vernon mengeluarkan suara aneh lagi, seperti cicit tikus yang terinjak.

"Yang jelas, twinnie," kata Hagrid berbalik membelakangi keluarga Dursley, "selamat ulang tahun untukmu, selamat panjang umur. Bawa sesuatu buatmu-mungkin tadi kududuki, tapi rasanya pasti masih enak."

Dari saku dalam mantel hitamnya dia mengeluarkan kotak yang agak penyok. Harry membukanya dengan tangan gemetar. Di dalam kotak itu ada kue cokelat besar dengan tulisan Happee Birthdae, Harry & Hanny dari gula hijau.

Hanny menyenggol tubuh Harry, memberi sinyal untuk berterima kasih pada Hagrid.

"Terima kasih, Hagrid." Ucap mereka bersamaan.

Hagrid tersenyum puas. "Bagaimana tehnya tadi, eh?" katanya, seraya menggosok-gosokkan tangannya. "Aku juga tidak tolak minuman yang lebih keras, kalau memang ada."

"Maaf, Hagrid. Aku rasa kami tak memilikinya disini." balas Hanny sopan.

"Oh, itu bukan masalah little Hanny, biar aku urus."

Hagrid membungkuk ke perapian. Mereka tidak bisa melihat apa yang dilakukannya, tetapi ketika dia tegak lagi sedetik kemudian, api sudah menyala-nyala.

Api itu memenuhi pondok yang lembap dengan cahayanya yang bergerak-gerak dan membuat mereka merasa kehangatan menyelubungi mereka, seakan masuk ke dalam bak berisi air panas.

IRIDESCENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang