Rio baru saja selesai membersihkan dirinya dikamar mandi, diliriknya sosok gadis polos yang masih tertidur dengan lelapnya pada bed king miliknya lantas Ia tersenyum sinis. Ia mendekat lalu duduk di pinggir Bed tepat disamping gadis itu yang masih tertidur, ada rasa kasihan yang lalu menjalar ditubuhnya namun Ia tepis begitu saja saat mengingat akan pembalasan dendamnya.
"Kau memang tidak bersalah disini, tapi kau telah mengambil semuanya dari Agni. Dan Zariel, kakak ku yang terlalu bodoh itu menyia-nyiakan Agni begitu saja, karena memilih mu sebagai hatinya." Ungkap Rio dengan nada pelan.
Ia pun beranjak, tatapannya tetap tajam kearah gadis polos itu yang saat ini tertidur benar-benar hanya tertutupi oleh selimut. "Yah Ify, lelaki yang mencintai mu itu adalah kakak kandung ku, Zariel Ltuno Gardian. Dan aku ? Argario Tersaa Gardian." Jelas Rio, walaupun Ia tahu gadis itu tidak akan mendengar semua ucapannya.
"Aku dan Zariel mulai berperang dingin saat pernikahannya bersama Agni. Tapi ternyata saat meninggalnya kedua orang kami karena kecelakaan pesawat waktu lalu, membuat perang dingin ini berubah menjadi panas. Kami tidak lagi menggunakan nama Marga dari orang Tua kami karena baik aku maupun Zariel memutuskan untuk menjadi mu'alaf." Rio tersenyum miris. "Kau tahu ? Aku sama sekali tidak berpikiran akan berperang dengan saudara ku sendiri ! Tapi ini mengenai Hati dan Cinta, hingga aku dan dia dituntut untuk saling menjadi musuh. Musuh diantara persaudaraan." Rio memejamkan matanya merasa Ia begitu bodoh akan hal yang Ia lakukan sekarang hanya demi dendam.
———-
Rio memasuki kamar Zariel sang kakak dengan membawa segelas Teh aroma melati kesukaan Iyel. Ia mendapati sang kakak kini sedang mengerjakan tugas skripsi kuliahnya, Ia lalu menepuk bahu sang kakak.
"Aku membawakan minuman kesukaan mu, dan sepertinya kau haus karena terlalu sibuk dengan tugas kuliah mu itu." Rio meletakkan secangkir teh tersebut tepat disamping Iyel. "Kau begitu perhatian sekali Rio." Ungkap Iyel dengan nada yang begitu ramah lalu menyesap secangkir teh aroma melati itu.
"Maafkan aku Yel, ku lakukan demi Agni. Aku rela jika mempertaruhkan persaudaraan kita." Batin Rio tersenyum getir, Ia terus memperhatikan sang kakak menghabisi seluruh teh yang Rio bawakan untuknya. "Kalau begitu aku ingin kembali ke kamar, semoga tugas mu sukses." Pamit Rio lantas beranjak. "Terima kasih sekali lagi Rio atas Teh ini." Rio mengangguk seraya tersenyum baru akan melangkah kakinya keluar kamar, Ia mendengar Iyel yang terjatuh dari kursinya. Rio memejamkan mata, lalu menoleh kearah tangga mendapati Agni yang tidak terbaca akan raut wajahnya. Rio mendekat, "Lakukanlah Agni, sebagaimana mestinya kau ingin memilikinya." Rio tersenyum tanpa arti.
"Rio..ak... Aku, aku tid..," Rio memegang bahu Agni lembut. "Lakukanlah, tidak perlu memikirkan perasaan ku. Aku selalu ada untuk mu," Rio pun berlalu meninggalkan Agni yang mematung menatap kamar Zariel yang Ia pastikan bahwa lelaki itu sudah pingsan karena Campuran Teh yang dibawakan oleh Rio tadi adalah obat penidur dengan kadar tinggi.
Agni meneguk ludahnya susah, lalu melangkah menuju kamar zariel. "Maafkan Aku Rio, maafkan Aku." Gumam Agni
————
Rio melangkah keluar dari kamarnya, saat melamunkan kejadian licik yang Ia lakukan pada kakak Kandungnya sendiri dulu, dan kali ini Ia melakukan hal yang sama. Hal paling licik hanya karena Cinta ? Rio menggelengkan kepalanya frustasi, namun sebelum Ia pergi. Ia menyempatkan diri untuk menengok Clara. Clara yang seharusnya menjadi keponakannya sendiri, bukan berpura-berpura sebagai Ayah dari Clara. Lagi-lagi Ia memejamkan matanya, merasa menjadi penjahat yang benar-benar licik bahkan begitu licik. "Maafkan Om Clara, Maafkan Om." Ia lantas pergi dengan berbagai benak kesalahan