Uninvited Visitor

79 11 1
                                    

Happy Reading!
.
.
.


Kini Sasuke tengah berada di kafe, menunggu teman sekelompok nya datang. Sembari menunggu, ia fokus dengan laptopnya begitu pun setelah pesanan Americano nya tiba.

Ngomong-ngomong, Sasuke ini jurusan fotografi. Karena sejak kecil menyukai kamera bekas milik mendiang ayahnya. Semenjak itulah ia bergelut di bidangnya.

Tentu sampai sekarang kamera nya masih ada, tapi masih berada di tempat servis. Sepulang dari sini baru mau di ambil.

"Maaf menunggu lama." Rekan sekelompok nya satu persatu datang.

Mereka berdiskusi mengenai tugas yang dosen berikan.

"Oke, lusa kita bakal cari tempat nya. Properti yang dibutuhkan Karin yang akan menyiapkan." Jedanya kemudian melirik Sasuke. "Ehm, rasanya yang jadi model... Bagiamana kalau Sasuke?" Kemudian menjelaskannya. "Lagipula dia cocok, kalau cari orang lagi... Bakalan susah kan?" Melihat visual Sasuke yang tertutup poni siapa yang akan mengelak.

Karin mengangguk setuju, perempuan modis itu tersenyum senang. "Aku akan memilih model baju yang akan dipakai juga. Tema kita ambil fashion kan?" Matanya berkilat. "Jadi, mohon bantuannya ya Sasuke."

Ya, Sasuke tak bisa menolaknya kalau semuanya memilih dirinya sebagai model. "Baiklah, kalau begitu di mana lokasi pemotretan nya?"

"Oh, itu ditempat sepupu ku." Konohamaru memperlihatkan sebuah lokasi studio di pusat kota.

"Bagus! Kalau begitu sekalian, besok Sasuke dan aku akan pergi ke tempat perbelanjaan setelah itu ke sana." Begitu tak sabaran melihat Sasuke mengenakan baju pilihannya.

Sasuke menaiki bus menuju tempat servis kamera nya. Setibanya di sana ia bergegas masuk toko.

"Ini kamera lama, apa kau tak ingin menjual nya pada ku?" Pemilik toko tertarik dengan barang-barang antik, termasuk kamera milik Sasuke.

Sayangnya Sasuke menolak. "Maaf tuan, ini peninggalan mendiang ayah ku."

"Ah, maafkan aku. Kalau begitu ku beri roll nya secara gratis, lagi pula takkan ada yg menggunakan nya lagi." Memberikan roll itu pada Sasuke, padahal ia menyiapkan itu untuk kamera nya terjual pada nya.

"Terimakasih Tuan." Sasuke memberi uang lebih dan melenggang pergi.

"Ya ampun, padahal kan aku memberikan nya secara cuma-cuma." Pemilik toko menggelengkan kepala.

Sasuke memainkan kamera itu dan memotret di sepanjang jalan. Kameranya ini kamera analog. Ini sudah sangat jadul ketinggalan jaman. Tapi, ada memori yang terselip.

"Ah! Bus nya!" Buru-buru lari mengejar bus.

Sesampainya di halte dekat apartemen ia berjalan menuju ke sana. Matahari masih nampak Oren di barat sana. Ia berpikir untuk memotret sunset dan untuk foto terakhir di hari ini.

Cekrek!

Sudah puas ia dengan jepretannya, matanya berkeliling sebentar menemukan sosok perempuan. Tanpa sadar ia memfoto nya dan kembali.

Malam itu hujan deras dengan petir. Sasuke yang berada di dalam tentu tak mempersalahkan nya. Ia menyumpal telinga nya dengan headphone dan asik menonton Ne*flix di laptop. Sambil makan mie yang hangat.

Huh, nikmat apa yang kau dustakan?

Menyeruput kuah terkahir berbarengan dengan suara petir menggelegar. Dan terbuka pintu apartemen nya membuat kuah yang hampir tertelan dimuntahkan Sasuke.

Terbatuk-batuk kemudian meneguk air, saat mendongak ia melihat sosok besar itu berdiri di tepat dapan meja nya. Sasuke menghisap hidung dengan keadaan masih kaget ia berdiri.

"Kakek!"

Kakek Sasuke atau biasa di panggil dukun Madara tengah berdiri dengan baju sedikit basah.

"Kakek bilang kan apa? Jangan di sini, ada pertanda buruk-"

"Aduh kek, jangan mengatakan itu lagi. Uang muka nya sudah ku bayarkan."

"Apa?! Kenapa kamu bertindak tanpa persetujuan bersama!"

Sasuke malas, ia pergi ke dapur tanpa menjawab pertanyaan Madara. Sedangkan Madara yang diabaikan merasa jengkel dengan sikap cucu bungsunya.

"Dasar anak durhaka! Ku kutuk kau jadi batu!"

Tentu tidak seperti di atas~

"Ya ampun cucu kakek..." Madara mulai merubah nada suaranya. "Karena disini memiliki aura yang tidak baik, pasti gedung ini bermasalah. Maka dari itu kakek tidak ingin kamu tinggal di sini." Ia masih berbicara dengan nada lemah lembut bagai hati keong.

Sampai suara Guntur dan kilatan terlihat di balik jendela. Setelah itu,, tiba-tiba saja suasana nya menjadi hening.

"Kek?"

Sasuke jadi merasa dia seorang diri di sana padahal, tadi suara kakek nya yang begitu berisik masih ada kini tak terdengar lagi. Membuat nya menengok dari dinding dapur memastikan keadaan di depan.

"Hm? Dimana dia?" Tak menemukan sosok nya.

Krekk

Suara nya berasal dari arah kamar. Dengan langkahnya perlahan mendekati kamar, Sasuke jadi merasa semakin tak enak perasaan nya. Entahlah, mungkin karena melihat harga mie sekarang ini naik dan besok ia harus menghemat lebih.

"Apa yang kau lakukan di sana." Tepat di sebelah telinga Sasuke.

Jedug!

Sasuke terbentur lampu hiasan. Berbalik, melihat kakeknya berdiri di sebelahnya. Kalau Madara di sini, apa yang ada di kamar nya, dan dari mana suara itu berasal?

"Kakek? Terus... Itu siapa? Ku kira yang di kamar itu kakek." Sasuke kembali melangkah dan membuka pintu kamarnya.

Jedar!

Kilatan petir menyambar bertepatan pintu terbuka. Mata Sasuke membulat sempurna.

"A, apa-apaan ini!"

Madara berjalan cepat melewati cucu nya di ambang pintu kemudian mengambil sesuatu yang di kutuk Sasuke.

"Haduh.. kau membuatnya takut! Puss.. tidak apa-apa anak ingusan itu takkan menyakiti mu." Mengelus bulu hitam seekor kucing dan menggendong nya keluar.

Ah, Sasuke lupa kakeknya lebih memilih hewan berbulu yang selalu menempel di mana-mana itu dari pada menghindari ketakutan cucunya pada kucing.

"Ah, apa- huh, yang benar saja." Sasuke menarik selimut itu menjauh dan mengambil peralatan pembersih membersihkan bulu-bulu menempel di sana.

Madara menggeledah dapur Sasuke tak menemukan sekaleng ikan sarden.

"Apa tidak ada ikan kalengan?"

Sasuke baru selesai urusan di kamar, langsung jengkel lagi dengan ulah Madara yang membuka laci almari dan tak menutupnya kembali.

"Tidak ada. Sebaiknya kakek segera pulang. Hujannya sudah reda." Melirik keluar jendela, langitsudah mulai terang.

"Baiklah, hati-hati ya cucu kakek."

Brak!

Akhirnya Sasuke benar-benar terbebas dari sedikit gangguan kakeknya.

***

"Hm, jadi kita mulai."

Madara kini berada di bawah sana menatap lantai Sasuke berada. Ia melihat begitu banyak asap putih di sekitar sana. Untunglah itu bukan roh jahat, ia sudah membuat segel kertas mantra di kamar nya agar tidak mengganggu waktu istirahat nya.

"Nah, Pusy, hari ini kamu banyak membantu. Terimakasih ya, aku akan memanggil mu kapan-kapan."
Madara melepas kucing dalam gendongan nya itu setelahnya, kucing tadj berubah menjadi besar dan menghilang seperti asap.

Madara berjalan menjauh dari kawasan apartemen di sana, tanpa menyadari kertas yang dipasang nya terbakar.

"Hihihi... Ini tidak akan mempan, macan hitam nakal!"

TBC
.
.
.

Thank you!

Welcome Home [Sasusaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang