TTM 17 - PINDAH RUMAH

125 25 21
                                    

Minggu pagi ini sesuai rencana yang dijadwalkan, keluarga Gilang mulai resmi pindah rumah di perumahan Alvia.

Tepatnya, di sebelah rumah Alvia—tetangga sekaligus teman sekolahnya. Gilang dan sekeluarga menyewa satu truk besar untuk mengangkut sisa perabotan besar yang belum terpindah juga kardus-kardus berisi baju dan barang lain.

Gilang dan Dheka—Abang Gilang—dua laki-laki itu berkendara dengan motornya sendiri mengikuti truk besar dari belakang. Sekitar jam enam pagi, mereka mulai berangkat pindah. Sengaja mereka berangkat pagi buta untuk menghindari macet di hari libur. Sebelumnya, keluarga Gilang sudah izin sekaligus berpamitan kepada Pak RT dan RW serta berpamitan pada warga sekitar jika kepindahannya hari ini pagi sekali.

Mengingat jalanan yang terkadang tak bersahabat apalagi hari ini hari minggu. Di mana banyak yang keluar untuk sekedar refreshing atau jalan-jalan santai. Itu benar-benar menghambat kepindahan keluarga Gilang karena macet.

Mungkin sekitar satu jam mereka berkendara, akhirnya mereka sampai di rumah baru mereka. Gilang menyempatkan untuk melirik ke rumah Alvia yang masih terlihat tertutup. Mungkin saja masih tertidur, begitu pikirnya.

Gilang beserta Dheka meminggirkan motornya terlebih dahulu, mencari tempat parkir yang pas sekiranya tidak sembarangan dan di halaman rumah orang.

"Lang, jangan parkir di situ! Ngehalangin jalan orang itu!" tegur Dheka melihat Gilang menaruh motornya asal.

"Terus taruh mana? Halangin dikit aja, nggak papa, sih, Bang," ujar Gilang santai karena halaman yang dia maksud adalah halaman rumah Alvia. Tingkah Gilang membuat Dheka ingin memberi hadiah bogem kepada adiknya.

Dheka menatap sekeliling jika ditaruh di dalam halaman rumahnya maka jelas menghalangi jalan untuk memindahkan barang maupun perabotan.

Kebetulan pemilik rumah di sebelah rumah Gilang baru saja keluar. "Pak, mohon maaf. Saya izin taruh sepeda motor saya sama adik saya di sini apa boleh? Saya baru aja pindah rumah di situ, Pak." Dheka menunjuk rumah yang dimaksud.

"Silakan, boleh-boleh." Mendapat persetujuan dari Tuan rumah tetangga sebelah rumah mereka, kini mereka memarkir motor dengan rapi. Gilang dan Dheka bergegas membantu memindahkan barang-barang. Ayahnya juga ikut membantu mengangkat perabotan besar.

Beberapa warga sekitar yang ada di cluster perumahan juga ramai-ramai ikut membantu. Terlihat Herlambang yang beberapa menit lalu keluar dari rumah langsung ikut membantu. Menyapa Iskandar yang terlihat lalu ikut membantu.

"Pak Iskandar. Wah, saya kaget sekali terdengar ramai-ramai dari dalam rumah. Saya kira ada apa, eh, ternyata Pak Iskandar sudah pindah di sini," ujar Herlambang menyalami Iskandar yang terlihat berdiri di belakang truk besar memberikan arahan.

"Pak Herlambang. Mohon maaf jika menganggu karena berisik," jawab Iskandar balas menyalami Herlambang dan tersenyum lebar. "Mulai sekarang saya jadi tetangga, Anda, Pak Herlambang," lanjutnya.

"Senang sekali, Anda menjadi tetangga saya juga. Mari-mari saya bantu," kata Herlambang yang mulai bergabung membantu.

Dari kejauhan Gilang mengawasi serta keheranan dengan ayahnya dan juga ayah Alvia yang terlihat sangat akrab sekali. Ia juga baru sadar saat abangnya berbicara meminta izin tadi ternyata dengan ayah Alvia.

"Jangan bengong aja! Lanjut angkat yang lain!" tegur Dheka membawa masuk kardus lain ke dalam. Gilang melirik dan mendesis. Ia kembali melanjutkan kegiatannya mengangkat semua barang yang masih di luar.

Tetangga Tapi Mesra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang