1

435 18 5
                                    

Pplaaaakkk....!!!










Gadis 18 tahun itu memegang pipinya yang masih terasa panas setelah mendapatkan tamparan kuat dari pria yang dipanggilnya papa itu. Meski ini bukan pertama, atau bisa dikatakan sudah sering dia alami. Tapi entah kenapa rasa sakit dan luka di fisik dan hatinya masih sama. Seperti tak pernah terbiasa dengan itu semua. Atau hatinya lah yang terus tanpa malu berharap tinggi supaya sang papa akan berubah padanya.










"Kau... Kau sama saja...!!" Geramnya sebelum akhirnya keluar dari rumah dengan diikuti beberapa pengawalnya meninggalkan gadis itu yang masih tersungkur di lantai. Setelah dirasa aman, salah satu pelayan senior pun langsung menghampirinya dan membantu gadis yang masih syok itu bangkit.










Air mata sang pelayan ikut menetes melihat wajah merah dan mata berkaca-kaca si gadis yang bahkan tak pernah tahu dimana letak kesalahannya. Bukan hanya itu saja masalahnya, namun setiap ia bertanya pada siapapun di rumah itu mengenai dirinya, tak ada satupun yang mau menjawab. Yang ia tahu hanyalah pria itu adalah papanya dan dia memiliki seorang kakak laki-laki yang sama dinginnya. Meskipun dia selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka, tapi tetap saja tatapan menusuk penuh kebencian yang ia terima.










"Aasshh....!!"









"Nona Lia...!!"










Sang pelayan ikut menjerit melihat anak majikannya itu meringis menahan sakit di dadanya,lagi.







"Non-nona... Nona...tahan ya... Kau! Tolong ambilkan obat nona Lia di kamarnya!" Titah sang pelayan pada yang lain dan segera dilaksanakan segera sementara pelayan yang lain juga bergegas mengambilkan air di dapur.







"Nona..." Tubuh Lia merosot ke lantai dengan tubuh yang mendingin karena tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya.







"Bik...sakit..." Rintihnya yang diangguki oleh pelayan senior itu. Memeluk Lia penuh sayang dan mengusap rambut panjangnya perlahan.







"Nona tenang... Atur nafas nona... Tahan sebentar ya..."








Tak lama, pelayan lain pun datang dengan obat dan air yang langsung diminum oleh Lia dibantu oleh ketiga pelayan itu. Rasanya pasti sulit karena membayangkan obat-obatan itu hampir setiap hari harus ditelan nona mereka.









Setelah selesai, pelayan senior itu kembali memeluk erat tubuh Lia sambil berdoa pada Tuhan mengharap supaya menghilangkan rasa sakit pada gadis yang sudah ia asuh sejak lahir itu sambil menyenandungkan lagu tidur yang biasa mampu menenangkan perasaan Lia.









Setelah beberapa menit, nafas Lia kembali teratur dan tangan yang meremat dadanya kini sudah mulai mengendur menandakan kondisinya sudah lebih baik dari sebelumnya. Menarik nafas panjang, Lia kembali membuka matanya dan berusaha tersenyum pada para pelayan yang nampak khawatir menatapnya.








"Ah...maafkan aku merepotkan kalian lagi..." Ucap Lia yang malah membuat para pelayan makin merasa miris dengan nona mereka itu. Entah kenapa, setelah perlakuan buruk yang selama ini nona mereka dapatkan itu,bahkan lebih buruk rasanya dari yang para pelayan dapatkan, namun Lia tetap selalu setia menunjukkan senyumnya. Meskipun nyatanya senyum itulah yang membuatnya makin dibenci oleh sang papa dan kakaknya.








"Kita ke kamar dulu ya, nona. Istirahat. Wajah nona pucat..." Ucap sang pelayan senior yang diangguki oleh Lia. Dia tak bisa menolak karena faktanya tubuhnya saja sudah terasa sangat lemas.









Forgive Me || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang