5

138 15 0
                                    

Bbuugghhh....!!!




"Aasshhh....!!!"



Lia meringis dan tubuhnya merosot di dinding ke lantai merasakan sakit di punggung dan kepalanya yang terbentur di dinding. Tak jauh dihadapannya, Donghae menatapnya dengan tatapan emosi setelah melempar semua makan malam yang Lia siapkan hingga pecahan piring bertebaran dimana-mana lalu mencekik dan membantingnya ke tembok.


Ia makin meringis saat merasakan tangan yang jadi tumpuannya menimpa pecahan piring yang mungkin sudah melukai telapak tangannya juga.

Di sekitar mereka, Jaehyun hanya menatap datar sedangkan para pelayan perempuan menahan tangis juga para pengawal yang merasa iba padanya.




"Ma-maaf..."

Kali ini ia tahu dimana kesalahannya. Karena Jeno yang terlambat keluar sekolah hingga membuat pengawal yang biasa menjemputnya panik dan menelfon Donghae hingga pria itu juga anak serta calon istrinya buru-buru datang kesekolah.



Donghae berjalan mendekat lalu menarik rambutnya kebelakang hingga membuat Lia mendongak kesakitan dengan mata sipit menatap wajah emosi sang papa.




"Sudah berapa kali saya katakan! Jauhi Jeno! Apa kurang jelas ucapan saya?! Apa kau mau mempengaruhi Jeno supaya membenci keluarganya, hah?!"



Lia menggeleng pelan sambil menahan sakit yang terasa seperti di sekujur tubuhnya. Berusaha sebaik mungkin mengatur nafasnya supaya debaran jantungnya tak memburuk lagi.




"Ma-maaf..." Cicitnya lagi dan kembali Donghae menghempaskan jambakannya pada lantai dengan pecahan kaca hingga kepala Lia terluka dan tangan lain yang baru menumpu juga ikut terluka. Luka dan darah dimana-mana padanya namun seakan tak bisa mengimbangi luka hatinya sekarang.






"Tuan..."

Donghae menoleh saat seorang pengawalnya datang dengan membawa paperbag yang Jeno berikan siang tadi berisi gaun untuknya. Gaun yang Jeno harap akan Lia gunakan untuk datang ke acara pernikahan orang tua mereka. Ya, mereka. Mama Jeno, dan papa Lia.






Pria itu menerima paper bag itu sembari mengambil pematik dari sakunya yang membuat Lia menggeleng panik dan langsung memegang kaki sang papa. Melupakan luka yang menganga bahkan ada yang masih berisi pecahan kaca.



"Jangan pa...aku...aku mohon.... Jangan... Aku...aku akan menjauhi Jeno. Aku juga tak akan datang ke acara itu. Tapi jangan dibakar pa..." Mohon Lia dengan tangisnya yang pecah saat itu juga.




Namun bagaikan telah tuli, Donghae menghempas tubuh putrinya dengan ayunan kakinya lalu mulai membakar paperbag itu hingga membuat Lia berteriak kencang dengan tangisnya. Tidak. Semua hadiah Jeno selalu berakhir sama di tangan sang papa. Tapi kali ini, setidaknya hadiah terakhirnya, tak bisakah ia memilikinya utuh?




Dengan bertumpu kedua tangan, Lia bersujud di lantai dengan tangisannya yang kali ini berhasil membuat goyah perasaan dua keluarganya itu. Jaehyun yang nampak mulai tak nyaman dengan alis berkerut hendak mendekat, dan Donghae yang melepas paperbag terbakar itu dari tangannya tanpa sadar sembari memperhatikan putrinya itu. Mendengarkan tangis kehancuran yang baru pertama kali terdengar. Biasanya Lia pasti akan diam dan hanya terisak setiap menerima hukuman darinya. Kali ini jauh berbeda. Lia nampak hancur dan seakan menyerah.




Tapi, bukankah memang ini yang dia inginkan sejak lama? Membuat gadis itu memohon kematian padanya dan saat itu juga ia akan siap memberikannya secara percuma. Tapi kenapa rasanya berbeda dari yang ia bayangkan? Apa karena Lia masih darah dagingnya? Tentu dia tak tahu karena tak pernah ingin tahu juga.





Saat ingin bicara, mendadak ponselnya berdering dan itu adalah panggilan dari sang calon istri. Mengabaikan kondisi Lia, Donghae berjalan menjauh dan mengangkat panggilan itu.


"Halo, Tiff?"




"Donghae...!! Jeno muntah-muntah...!!"





"Apa?! Bagaimana bisa?! Bawa dia ke rumah sakit, kita akan bertemu disana!"


Tanpa ingat apapun lagi, Donghae langsung pergi dari rumah itu disusul oleh para pengawal.













Jaehyun menatap Lia yang masih dengan posisi yang sama menangis kencang membuat hatinya sedikit goyah juga. Namun keadaan Jeno sepertinya tak baik-baik saja mengingat adik mereka itu juga sempat tantrum dan menolak makan setelah pulang sekolah kemarin.




"Tuan..." Panggil salah seorang pengawal yang membuat Jaehyun menggeleng pelan lalu menoleh dan menyusul sang papa.








"Nona Lia..."







Lia mengangkat wajahnya yang nampak berantakan dengan keringat, air mata dan darah yang bercampur. Menatap kobaran api yang menghanguskan gaun pemberian Jeno di depan matanya. Merubah aroma mansion itu menjadi aroma hangus terbakar dari kain gaunnya.





"Aku ingin menggunakannya, disaat terakhirku. Maafkan aku, Jen..."













.
.
.


















Forgive Me || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang