8

127 7 0
                                    

Jeno keluar dari kamar yang baru semalam ia tempati. Ya, setelah tiga hari pernikahan itu terjadi, baru kemarin keluarganya pindah ke mansion keluarga Lee itu. Entah apa alasannya padahal rencananya sehari setelah acara mereka akan langsung pindah.




Hari sudah siang karena Jeno malas untuk ikut makan bersama hingga semua anggota keluarganya sudah berangkat bekerja. Dia masih libur. Lebih tepatnya meliburkan diri. Ia tak yakin akan mampu untuk sekolah hari ini mengingat gadis yang seharusnya duduk disebelahnya sudah tak ada lagi.




Pemuda itu berjalan menuruni tangga lalu menuju ruang makan yang langsung saja disambut oleh pelayan yang siap menyajikan makanan untuknya. Tanpa bicara, Jeno makan sampai selesai lalu memutuskan untuk melihat-lihat sekeliling lebih dulu. Mansion itu terasa nyaman, karena satu hal. Ada sesuatu yang ia rasa tak asing dari tempat itu.





Ia bahkan sengaja berjalan didekat beberapa pelayan dan penjaga untuk memastikan dan makin yakin dengan apa yang ia pikirkan.








"Bi..."





Pelayan senior yang tengah mengecek pekerjaan pelayan lain menoleh dan tersenyum membungkuk.



"Ada yang bisa saya bantu, tuan muda?"





"Laundry... Maksudku, pewangi pakaian apa yang kalian gunakan?" Tanya Jeno yang membuat pelayan senior itu mengerutkan alisnya bingung.




"Aku suka aromanya. Aroma pakaian kalian..." Ucap Jeno memberi alasan yang membuat pelayan senior itu tersenyum mengangguk paham.






"Salah satu merk pelembut biasa, tuan. Pilihan non-"








Alis Jeno berkerut saat pelayan itu tak melanjutkan ucapannya dan nampak panik sendiri.







"Non? Non siapa, bik?" Tanya Jeno penasaran.





"Mas'ud saya pilihan nyonya besar. Dia juga suka aroma ini..." Jawab pelayan senior itu yang sebenarnya agak tak bisa dipercaya oleh Jeno namun pemuda itu mengangguk saja. Sungguh, aroma itu seakan memenuhi seisi mansion karena semua pakaian pelayan dan pengawal memiliki aroma yang sama.








Aroma yang mengingatkan Jeno pada sahabatnya. Ia masih sangat ingat betul karena ia juga sering memeluk dan bersandar pada Lia. Atau kadang menjahilinya dengan mengusap keringat di wajah pada baju gadis itu hingga membuat adegan kejar mengejar terjadi. Belum ada lewat seminggu, tapi ia sungguh sudah sangat merindukan Lia. Rasanya masih sakit harus memaksakan fakta kalau gadis itu sudah tak ada lagi untuknya.






"Tuan muda?"


Jeno sedikit kaget dan menoleh lalu menghapus air matanya saat sadar pandangannya memburam. Ia berusaha tersenyum melihat pelayan senior itu nampak khawatir melihatnya.



"Tuan muda baik-baik saja? Apa tuan muda sakit?" Tanya pelayan senior yang langsung dijawab gelengan oleh Jeno.








"Saya...saya hanya rindu sahabat saya bi. Tapi, dia sudah pergi dengan Tuhan. Saya... Saya bahkan tak yakin siap untuk sekolah lagi..." Lirih Jeno tertunduk mengingat hari-harinya disekolah yang selalu didampingi oleh Lia.







"Sahabat tuan pasti sangat berarti bagi tuan. Tapi percayalah, jika Tuhan sudah memanggilnya, itu tandanya Tuhan tak ingin lagi mengujinya..."




Jeno mengangguk setuju dengan jawaban sang pelayan senior. Kembali teringat padanya luka di tubuh Lia yang hampir setiap hari selalu baru. Meskipun gadis itu tak pernah mengeluh, namun sesekali terlihat meringis saat tak kuat lagi mungkin menahan sakit di tubuhnya.





Forgive Me || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang