"Kenapa? Kenapa? Kenapa?" Rengek Jeno sambil menggoyangkan tangan Lia yang ia pegang sementara si gadis hanya bisa pasrah saja.
"Jen...maaf. aku gak bisa dateng. Serius aku ada urusan penting banget..." Ucap Lia memberi alasan yang membuat Jeno memasang wajah manyun menggemaskannya hingga Lia tak tahan dan mencubit pelan pipi sahabatnya itu.
"Coba pikir lagi, Li. Acaranya masih dua hari lagi,kok. Kalau kamu gak diizinin, biar nanti aku yang jemput kamu ke rumahmu. Gimana?" Tanya Jeno lagi masih tak mau patah arang untuk membujuk sahabatnya itu supaya mau datang ke acara pernikahan mama dengan papa barunya.
Sungguh, Jeno saja sebenarnya malas untuk datang karena ia sama sekali tak menyukai calon papa dan kakak barunya itu. Bagi Jeno, mereka terlalu protektif, pemaksa dan kadang menyebalkan. Meskipun ia sendiri tak tega menolak pernikahan itu karena sang mama yang nampak bahagia.
Lia hanya tertawa pelan lalu meraih kedua tangan Jeno untuk dia genggam. menatap kedua tangan yang kembali mengingatkannya pada mimpinya dan menggenggamnya lembut namun erat. Sungguh, mereka sangat mirip dari segi manapun bagi Lia. Membuat Lia hanya bisa melampiaskan mimpinya itu lewat Jeno seorang.
"Aku udah beliin kamu gaun buat acara itu..." Cicit Jeno lagi yang kembali membuat Lia tertawa gemas pada tingkah manja sahabatnya. Jeno itu lucu, sungguh. Tapi bagi orang yang dekat dengannya. Bagi yang tak tahu, mereka pasti akan berpikir pemuda itu adalah pria besar berotot yang sombong, dingin dan angkuh. Walaupun Jeno juga punya sisi itu pada orang yang tak disukainya.
"Seperti papa dan kakak..."
"Jeno-ya..."
Jeno menoleh dan Lia mengangkat pandangannya hingga keduanya saling bertatapan. Entah Jeno yang baru sadar, atau karena setiap hari melihat Lia sampai tak sadar kalau sahabatnya itu semakin hari semakin pucat. Tubuhnya juga nampak layu tak bertenaga namun senyumnya selalu mengembang dengan sorot mata yang bahkan nampak tak bercahaya lagi.
"Lia—"
"Jen... Maafin aku kalau aku ada salah sama kamu,ya? Dan jangan pernah benci aku..."
Lagi. Kalimat itu keluar dari mulut Lia. Jeno tak suka. Semakin hari kata-kata Lia itu semakin membuatnya takut. Apa dia melakukan kesalahan sampai Lia merasa dia mulai membencinya? Apa perhatiannya pada Lia berkurang? Ia bahkan bisa merasakan tangan Lia yang terasa lebih dingin dari biasanya. Apa Lia segugup itu sampai tubuhnya mendingin?
"Aku bakal marah kalau kamu gak bisa dateng!" Ucap Jeno dengan tatapan seriusnya yang kembali dibalas senyuman oleh Lia. Seakan gadis itu sama sekali tak mengindahkan ucapannya.
"Besok kamu udah gak sekolah?" Tanya Lia mengalihkan topik pembicaraan.
"Hhmmm...persiapan acara. Aku libur dua hari aja. Kalau gak capek sih besokannya..." Jawab Jeno sambil membayangkan bagaimana acara itu nanti. Pasalnya itu pasti akan menjadi acara yang besar karena calon papanya adalah pengusaha besar terkenal. Bahkan Jeno masih ingat ia sempat kejar-kejaran dengan para paparazi saat setelah makan malam keluarga untuk membicarakan masalah pernikahan mamanya.
Mendengar hal itu, Lia mengangguk pelan tanda paham. Pasalnya ia tahu kalau Jeno itu memang agak malas anaknya. Bahkan Jaemin, Renjun dan Haechan yang sering datang kerumah Jeno saat libur pun mengakui kalau Jeno masih tidur saat mereka datang. Padahal mereka berangkat sekitar pukul 10 atau 11 siang.
Lia kembali menoleh pada tangannya yang menggenggam tangan Jeno dengan senyum tipisnya. Hah... Dulu Jeno lebih putih darinya. Tapi sekarang tangannya menjadi lebih putih. Putih pucat lebih tepatnya.
"Kamu beruntung Jen. Kamu punya mama yang sayang sama kamu. Juga papa dan kakak yang sama sayang plus perhatian ke kamu..." Ucap Lia sembari memindahkan gelang manik-manik kayu berwarna hitam dan coklat yang selalu ada di tangannya ke tangan Jeno. Yang di kiri maupun yang dikanan. Membuat Jeno bingung harus fokus kemana. Pada kalimat Lia atau pada kegiatan Lia itu.
Satu sisi dia merasa kasihan karena Lia yang ia tahu selalu mendapatkan kekerasan dari keluarganya sementara satu sisi dia bingung mengapa Lia memindahkan gelangnya padanya. Gelang yang sempat Jeno ributkan dengan Lia karena ia suka juga.
"Kau akan memilikinya jika sudah waktunya,Jen..." Itulah yang Lia katakan setiap Jeno berusaha mencuri gelang dari tangan Lia.
"Kamu harus belajar sayang sama papa dan kakakmu. Karena kamu mungkin gak tau udah berapa lama mereka berharap kamu nganggep mereka keluargamu sendiri..." Ucap Lia diakhir dan kembali menatap Jeno dengan senyumnya yang khas. Jeno melihat itu tak tahu harus bicara apa. Dia ingin menentang ucapan Lia. Namun dia malah makin bingung setelah sadar kalau memang Lia nampak berbeda dari biasanya.
"Li—"
"Jeno...!!"
Keduanya menoleh dan bangkit ketika melihat dua pria dan satu wanita yang tak lain adalah mama, calon papa dan calon kakak Jeno itu datang. Tatapan mereka nampak sekali tak suka melihat Jeno dan Lia disana.
"Ma? Mama kena—"
"Kamu sudah jam pulang, kenapa masih disekolah? Dan...dia..."
Tiffany melirik sinis ke arah Lia sementara gadis itu mulai menundukkan pandangannya.
"Kau yang mengajak Jeno disini? Kau tahu ini jam berapa?! Mengajak laki-laki berduaan di tempat yang sepi. Gadis macam apa kau,hah?!" Bentak Donghae yang membuat Lia tersentak karena suara tegasnya. Jeno yang melihat itu langsung menarik Lia dan merangkulnya lalu menatap marah ke arah calon papanya itu.
"Aku yang ngajak Lia ngobrol disini! Jadi jangan salahin dia. Lagian besok aku libur dua hari,kan? Kalian itu terlalu berlebihan..." Ucap Jeno kesal.
"Ck...! Gadis itu pasti sudah merayu mu. Masih SMA saja sudah pintar merayu..."
Lia berusaha mati-matian menahan air matanya lalu melepaskan tangan Jeno dari bahunya membuat Jeno menoleh kaget padanya.
"Li—"
"Pulang, Jen. Aku...aku juga mau pulang. Maaf kalau sudah membuat Jeno pulang terlambat nyonya Tiffanny—"
Lia sedikit mengangkat wajahnya hingga bisa melihat ketiga pria yang lain.
"—Tuan Donghae dan Tuan Jaehyun. Sekali lagi, maaf. Saya pamit, permisi ..."
Lia langsung berlari pergi meninggalkan dua pria tadi yang nampak sedikit kaget dengan ucapan Lia. Bukan ucapan, lebih tepatnya bagaimana Lia memanggil mereka. Sementara Jeno sudah berdecak kesal dan berusaha memanggil Lia supaya berhenti.
"Lia...!"
Pemuda itu hendak mengejar namun Tiffany lebih dulu menahan tangannya supaya tak menyusul Lia.
"Ma...!!"
"Pulang, Jeno! Ayo pa, Jae..." Ucap Tiffany sambil merangkul lengan Jeno dan membawanya berjalan menuju mobil mereka sementara dua pria itu nampak bingung sekarang. Hati mereka mendadak terasa gundah, tak nyaman dan aneh.
"Ada apa dengannya?"
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Me || End
FanfictionShort story'... Ia mungkin bukan tokoh yang terlibat di masalah utama, namun ia adalah korban pertama dari masalah yang ia sendiri tak tahu ceritanya. Berharap dengan pengorbanannya, semua masalah akan selesai dan semua orang kembali pada kebahagiaa...