9

134 11 0
                                    

Donghae, Tiffany dan Jaehyun tiba di mansion sesaat setelah mendengar kabar kalau Jeno tak ada di dalam mansion. Bahkan ponselnya pun tak dibawa oleh pemuda itu yang membuat seisi mansion panik.






"Dimana kalian terakhir melihatnya?" Tanya Donghae emosi karena khawatir.





"Di sini, tuan..." Jawab pelayan senior yang membuat semua menoleh padanya.




"Dia berbicara dengan saya disini tadi siang..."




"Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Tiffany panik.




"Hal random mengenai pewangi pakaian, dan cerita sahabatnya lalu..."






"Lalu?"







"Kamar nona Lia..." Ucap sang pelayan menunjuk ke arah rumah kecil di sudut area mansion. Jujur saja mereka tak ada yang mencari kesana karena sejak kepergian Lia, Donghae sendiri yang melarang siapapun mendekat kesana.








Mata Donghae dan Jaehyun membulat sempurna lalu mereka buru-buru berlari ke arah rumah kecil itu.






"Pintunya masih dikunci!" Ucap Jaehyun yakin melihat kondisi pintu yang masih tersangkut gemboknya. Kunci gembok itu sendiri ada pada Donghae sekarang yang disimpan entah dimana.









Donghae yang tak mau ambil pusing langsung merogoh sakunya dan mengambil kunci dengan gantungan boneka hello Kitty yang memang sejak awal selalu ia bawa kemanapun sejak kematian Lia. Membuka gembok dan pintunya hingga mereka bisa melihat Jeno yang terduduk di salah satu sofa busa pada sudut kamar bernuansa putih-soft pink itu.






Pemuda itu nampak tak peduli dengan kebisingan yang dibuat saat yang lain masuk. Matanya masih sibuk memandang nametag di tangannya yang bertuliskan "Kim Julia" itu. Jantung semua orang berpacu cepat. Jelas mereka sadar kalau Jeno sudah tahu siapa pemilik kamar itu sekarang.








"Jen—"






"Mama tahu ini?"







Tiffany diam tak menjawab karena nyatanya dia memang tahu segalanya. Termasuk bagaimana Lia di perlakukan di rumah itu oleh suami dan anaknya. Jantungnya berdegup makin kencang, rasa bersalah yang muncul untuk sang putra.






"Mama tahu ini, tapi mama membiarkannya..."






Jeno melirik ke arah sang mama yang nampak menggeleng pelan dengan wajah memerah dengan mata berkaca-kaca.






"Kau seorang ibu dari seorang anak remaja juga. Tapi kenapa mama tak menolongnya?" Tanya Jeno lagi dengan wajah yang terlihat jelas nampak berantakan setelah menangis cukup lama.





"Jeno-ya..."






"Dia membunuh sahabatku! Kalian tahu itu semua tapi kalian tetap membencinya! Dia sakit, dia terluka, dia hancur! Kenapa kalian melakukan itu padanya'?! Kenapa kalian membunuhnya secara perlahan?!" Teriak Jeno emosi dengan nafas yang sudah terengah-engah berdiri menghadap semua keluarganya.








"Jeno... In-ini bukan salah mamamu. In-ini salah papa..."








Jeno terkekeh sinis melirik kearah Donghae.





"Tentu saja ini salahmu, tuan Lee. Sejak awal, aku sudah tahu kau orang yang angkuh, sombong, keras dan bahkan tega pada siapapun. Siapa lagi yang bisa melakukan ini pada gadis yang tak bersalah?"






"Kau tak tahu bagaimana ceritanya, Jeno..."






"Apanya yang aku tak tahu? Mengenai apa? Pernikahan kalian dulu yang hancur karena pria itu berselingkuh dengan mama Lia? Lalu kalian menyiksa Lia disini untuk meluapkan emosi dan dendam kalian?!" Bentak Jeno yang membuat semuanya terdiam kaget. Bagaimana pemuda itu bisa tahu semuanya?








"Dia hanya anak yang tak bersalah. Dia bahkan tak meminta dilahirkan dengan keadaan seperti ini. Jangankan untuk menyakiti orang lain, untuk menyakiti serangga saja dia tak pernah tega meskipun dirinya sendiri sudah sakit tersengat. Tapi kenapa kalian tega membunuhnya?!"








"J-Jeno..."







"Aku pikir mama adalah wanita yang baik. Aku sangat yakin mama adalah wanita yang tak akan bisa menyakiti orang lain. Aku bahkan berpikir mama dan Lia itu mirip dan akan sangat cocok. Aku bahkan menolak mama menikah dengan pria itu karena aku khawatir pada mama. Aku takut mama disakiti olehnya. Tapi kenapa mama membiarkan kejahatan sebesar ini terjadi?! "








"Aku kehilangan sahabatku, satu-satunya saudari Perempuanku yang sejak pertama aku mengenalnya, aku selalu berusaha untuk menjaganya sebaik mungkin. Tapi...tapi kalian...kalian membuatnya meninggalkanku. Kalian membuatnya menyerah bertahan..."









"Jen..."










Bbbraaakkk....!!













Jeno membanting kotak hadiah dari Lia yang Donghae tinggalkan di kamar itu lalu membanting kotak lain berisi alat rajut milik Lia membuat semuanya tersentak kaget.






"Dia bahkan berusaha keras membuat hadiah untukmu! Tapi kau bahkan tak mau menyimpannya... Dimana hati nuranimu, setidaknya sebagai seorang ayah?"







Donghae terdiam menatap benang rajut yang sewarna dengan hadiah yang Lia berikan.

Donghae terdiam menatap benang rajut yang sewarna dengan hadiah yang Lia berikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Jika dibayangkan, entah berapa lama gadis itu membutuhkan waktu untuk merajut hingga berhasil membuat Hoodie sebagus itu yang nyatanya Donghae sendiri tak sempat melihatnya. Ah, bukan tak sempat. Lebih tepatnya ia belum siap melihat isinya, karena ia menyadari betapa besar kesalahannya pada sang putri hingga tak pantas rasanya ia menerima hadiah dari gadis itu.










"Sekarang aku sadar, memang benar kata orang..."





Semua menoleh lagi pada Jeno yang nampak menunjukkan senyum tipis namun nampak meledek kesedihan semua orang disana.






"Malaikat tak pernah pantas bersanding dengan iblis..."























.
.
.
















Forgive Me || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang