6: Keseharian

337 50 8
                                    

Hari demi hari Marchio lewati dengan senang. Dirinya merasa gejolak pada tubuhnya membuat dirinya senang.

Selama tinggal dikontrakan yang hampir sebulan ini, Marchio tidak merasa kesusuahan atau kesulitan.

Lingkungannya begitu ramah dan tamah. Beberapa hari akhir ini dirinya tinggal di sana.

Banyak tetangga yang juga sering membantunya dalam hal apapun, termasuk soal pekerjaan.

Beberapa kali dirinya mencari pekerjaan dan setelah hampir seminggu mencari akhirnya Marchio mendapatkannya.

Seorang wanita paruh baya yang merupakan tetangga Mama Mikael itu menawarkan pada Marchio untuk bekerja menjaga toko miliknya.

Marchio dengan seneng menerima tawaran itu dan Marchio senang dengan pekerjaannya saat ini.

Perutnya juga lambat laun bertambah buncit, membuat dirinya selalu mengelus lembut perut miliknya.

Mungkin orang sekitar belum menyadarinya, namun Marchio juga tak mau menyembunyikannya.

Dirinya merasa bahwa kehamilannya tidak salah, dirinya berharap orang-orang akan menerimanya dan keberadaan anak yang dikandungnya.

"Anak Bunda yang anteng dulu ya. Bunda mau bekerja dulu biar kamu nantinya gak kesulitan dan Bunda bisa ngerawat kamu tanpa kekurangan".

Marchio mengelus lembut perutnya dirinya selalu mengajak berbicara bayinya.

"Doain Bunda ya sayang".

Senyum tampil di wajah Marchio, dirinya sudah rapi dan siap berangkat menuju tempatnya bekerja saat ini.

Tempatnyapun tak jauh dari kontrakan yang dia tinggali.

Tak butuh waktu lama dengan berjalan kaki akhirnya Marchio sampai ditempatnya bekerja.

Bertepatan dengan bergantinya shift seorang pemuda tampan yang menjadi temannya selama di sini.

"Pagi banget lu dateng?".

Marchio menatap jam dinding di toko itu, padahal jam sudah menunjuk pukul setengah delapan lewat artinya dia terlambat.

"Pagi gimana? Ini udah siang tau, lagian shift kamu bentar lagi selesai".

Pemuda tampan dihadapan Marchio menggulir mata malas. "Shift gue masih 30 menit asal lo tau".

Marchio memajukan bibirnya. "Berisik kamu Karel".

"Ngambekan. Udah lo duduk dulu di situ, gue nyelesein shift gue dulu. Awas aja sampe lo ngerestock atau nyentuh barang di toko".

"Blablabla. Iya Chio diem ini di sini".

Pemuda tampan bernama Karel tadi benar-benar tak membiarkan Marchio beranjak dari duduknya. Bahkan sepertinya Marchio sudah merasa lelah duduk di sana.

"Ini minum susu lo, gue jamin pasti tadi lo lupa minum".

Marchio menepuk jidatnya pelan, benar dia lupa meminum susu hamilnya.

"Aduh Chio lupa. Makasih Karel udah ingetin Chio. Tadi padahal Chio udah inget-inget".

"Ck. Kebiasaan lo, makannya gak usah keburu dateng ke toko yang ujung-ujungnya lo lupa gini".

Marchio memajukan bibirnya membuat mimik sedih pada wajahnya. "Maaf Chio janji gak lupa lagi".

Jujur rasanya Karel ingin memarahi habis-habisan Marchio. Namun sayang Marchio terlalu polos dan lugu untuk sekedar di beri nada tinggi.

"Udah, buruan habisin susu lo. Bentar lagi kita gantian shift".

Marchio buru-buru meminum susu yang diberikan oleh Karel hingga tadas tak tersisa. Untung saja Marchio berinisiatif menyimpan satu box susu di ruang staff toko.

"Udah habis Karel. Makasih ya, sekarang kamu pulang gih syuh syuh".

Marchio menyingkirkan tubuh tinggi milik Karel.

"Ck. Jangan dorong-dorong".

Karel menyingkirkan tangan kecil Marchio dari tubuhnya. Dan beranjak berganti pakaian di ruangan staff karena tadinya Karel shift malam.

"Gue duluan. Kalau butuh apa-apa hubungi gue, jangan bertindak bodoh".

"Hih Karel cerewet banget. Iya aku tau dah sana kamu pergi".

Karel tersenyum kecil melihat tingkah Marchio.

"Yaudah gue duluan. Awas ponakan gue, jagain".

"Iya aku tau. Dia juga anak aku pasti aku jagainlah".

Setelah itu Karel meninggalkan Marchio yang sudah sibuk menyetock barang di toko, serta memilah stock lama dan menggantinya dengan yang baru.

Hari ini cukup melelahkan untuk Marchio, karena banyaknya pelanggan yang hilir berganti datang. Juga stock yang selalu dirinya refill setiap ada barang yang habis.

Namun Marchio tetap mensyukuri semuanya, dirinya bersyukur karena kini dia bisa terus menjalani hidupnya dengan baik.

Jika sudah begini pasti Marchio sangat merindukan Zaveron dan Harchel. Dia merindukan teman, sahabat bahkan keluarganya itu.

Marchio benar-benar tidak mengetahui sekarang bagaimana keadaan Zaveron ataupun Harchel. Marchio benar-benar menghilang dari mereka.

Bahkan Marchio mengganti nomornya jaga-jaga jika Zaveron ataupun Harchel melacak tempatnya berada saat ini.

Kenapa Marchio memilih kota yang tak terlalu ramai, karena meminimalisir untuk Zevaron dan Harchel mengetahui keberadaannya.

Meskipun begitu tetap saja pastk suatu saat nanti Zaveron ataupun Harchel tetap akan mengetahui keberadaannya dan keadaannya.

Marchio sedih jika mengingat betapa rindunya dia pada Zaveron. Zaveron adalah keluarganya, dia bukan sekedar temannya.

Zaveron yang selalu menemaninya, membantunya dalam kesulitan. Namun kini Marchio tak ingjn merepotkan Zaveron lagi.

Marchio ingin dirinya berdiri pada kakinya sendiri. Dan kini dirinya juga tak sendirian.

Ada nyawa lain yang akan terus bersamanya dan menemaninya. Dirinya akan menemukan kebahagiaannya lagi.

Marchio akan mendapatkan keluarga barunya selain Zaveron. Anaknya kelak akan menjadi penguatnya.

Marchio berharap anaknya nanti akan senang bersamanya walaupun dunia tak menerima mereka bahkan mencaci maki mereka.

Marchio berharap dia dan anaknya nanti akan saling menguatkan dan menjaga satu sama lain.

Marchio berharap juga anaknya akan bahagia bersamanya, menerimanya, menyayanginya dan mereka bersama-sama melewati semua rintangan bersama.

Marchio akan merawat anaknya sebaik mungkin dan tak berkekurangan segala apapun.

Visualisasi

Karel Ferdonal Nadem : Na Kamden

Somebody Pleasure (WoongMatt/Ppusamz + Gyuvin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang