Mereka yang tak percaya dan cenderung meremehkan, seringnya berakhir mengenaskan.
***
Yudha tersenyum culas saat melihat sosok yang berdiri di samping Pijar. Ia terpancing untuk ikut campur lebih jauh lagi.
"Andre ... Andre ...." Ia melangkah angkuh mendekati Andre sembari memasukkan tangannya ke saku. "Lo itu nggak ada kapok-kapoknya, ya. Masih aja sok-sokan jadi pahlawan."
Sebelum memojokkan Andre ke dinding, Yudha celingak-celinguk seperti mencemaskan sesuatu. Ia memastikan lebih dulu Heksa tidak ada di sekitarnya.
Saat itulah Ginny memanfaatkan kesempatannya untuk kembali merundung Pijar.
"Lo harus dateng ke ulang tahun gue karena gue bakal buktiin kalau omongan orang-orang tentang mata ajaib lo itu, cuma omong kosong. "Telunjuk Ginny mendorong-dorong kasar pundak Pijar. Sampai tiba-tiba sebuah tangan dengan kencang mencekalnya.
"Lo ini manusia atau kue moci? Tebel amat bedaknya. Sampai bulu hidung lo jadi putih, noh."
Kalimat yang dikatakan dengan sangat menyebalkan itu, seketika membuat Ginny mati kutu.
"Ayo, Zom." Heksa menggamit tangan Pijar lantas menyenggol kasar pundak Ginny sebelum beranjak dari sana. "Ntar kalau bedaknya mulai luntur, muka aslinya bakal keliatan. Gue yakin dia bakal lebih nyeremin dibanding muka temen-temen lo. Hatinya aja udah busuk, apalagi rupanya," ucapnya ketus sembari pura-pura bergidik saat bersitatap dengan Ginny.
Heksa sengaja memasang ekspresi ilfil yang sungguh natural saat melihat mulut Ginny terbuka, bersiap membalasnya.
Heksa malah membungkuk mendekati telinga kanan Ginny. "Ini peringatan pertama buat lo. Awas kalau sampai gue lihat lo ganggu Pijar lagi," bisiknya sembari meremehkan, lalu pergi bersama Pijar dan Andre, yang langsung dilepaskan Yudha begitu Heksa datang.
Hidung Ginny kembang kempis. Benar kata Heksa, kalau lagi marah dan berkeringat, wajah Ginny jadi menyeramkan .... "Heh, awas lo berdua! Nggak bakal selamat!" teriak Ginny kesal.
Tanpa diduga, Andre berbalik dan menatap Ginny dengan dingin. "Kalau ada sesuatu yang terjadi sama mereka berdua, elo yang nggak bakal selamat," katanya datar.
Ginny masih berani membalas, "Apa pun yang terjadi sama mereka berdua, takdir nggak merestui mereka."
"Tapi, gue nggak akan tinggal diam dan pasrah. Lo ingat itu baik-baik," kata Andre dengan nada mengancam. Tatapan matanya menyiratkan sesuatu yang lain, membuat bulu kuduk Ginny meremang.
Ginny memutuskan untuk tidak membalas lagi. Ia menatap Andre berbalik, menyusul Heksa dan Pijar. "Tadi itu siapa? Heksa?" tanya Ginny kepada Yudha. Gadis itu sempat membaca name tag di seragam Heksa. "Cowoknya?"
Yudha mengangguk sekali. "Hmmm, murid paling songong se-SMA Rising Dream. Bestie-nya Andre. Masih ada satu satu lagi, namanya Willy. Mereka bertiga sekelas."
Meski Heksa, Pijar, dan Andre sudah melenggang jauh sampai ke ujung koridor, Ginny masih tak mengalihkan tatapannya. Ia terlihat penasaran. Terlebih saat Yudha memberitahunya bahwa Heksa adalah kekasih Pijar.
"Kenapa, Gin? Naksir sama dia?" Yudha mencebik. "Selera lo kok—"
"Menarik juga," tanggap Ginny cepat. "Kayaknya bakal jadi hiburan yang menarik dan seru."
***
Hari yang cukup panjang karena tidak berjalan dengan semestinya. Andre bad mood sepanjang hari. Di kelas ia sibuk mengerjakan soal-soal di buku tugasnya dan enggan diajak ke kantin, meski Heksa sudah berusaha membujuknya ketika jam istirahat.
Kini setelah bel pulang berbunyi, Andre cepat-cepat melangkah menuju parkiran mobil. Namun, ketika melihat sosok gadis yang dikenalnya melamun sendiri di dekat pos satpam, Andre memutuskan menghampirinya.
"Siang-siang ngelamun sendiri. Kesambet lo, Len."
Helen, murid kelas XI itu tertangkap basah menatap sendu kepada sesosok cowok yang baru saja melewatinya, Brilian. Warga sekolah tahu, kisah cinta segi empat Helen, Vanila, Brilian, dan Late. Mereka semua seangkatan.
"Kalau lo dikasih kesempatan balikan sama Brilian, lo mau balik sama dia atau move on?"
Helen bergeser beberapa langkah karena terkejut. Begitu melihat siapa yang berada di sampingnya, gadis itu tersenyum ramah. "Move on aja deh, Kak. Soalnya gue nggak mau dijadiin pelampiasan lagi sama dia. Gue tahu kalau Brilian masih suka sama Vanila."
Padahal di masa depan, Andre melihat keduanya kembali berpacaran. Lalu putus lagi, balik lagi. Ya, putus nyambung terus.
"Gue bisa bantu lo move on." Andre menaik-naikkan sebelah alisnya. "Bercanda, Len. Serius amat lo."
Di saat Helen dan Andre saling melempar canda, tertawa bersama, sesosok gadis muncul di antara keduanya.
"Hei, calon saudara tiri gue. Kita belum kenalan secara formal, kan? Gue sengaja dipindahin papa gue ke sekolah ini, biar kita bisa akrab sebelum mama lo dan papa gue menikah. Yah, papa gue emang seserius itu, dan biar lebih praktis nantinya."
Andre melirik Ginny dengan sinis. Namun, ia tidak mau terlihat tak ramah di depan Helen. Image kakak kelas yang humble sudah melekat pada dirinya.
"Eluna Ginny." Ginny menjulurkan tangan.
Tanpa prasangka apa-apa, Andre menjabat tangan gadis itu.
Bayangan-bayangan masa depan berkelebatan.
Gaun pernikahan berwarna putih.
Kue bertingkat dengan hiasan buah ceri merah yang segar.
Sang mempelai pria masuk.
Berdiri di depan altar menunggu kedatangan mempelai wanita.
Itu dirinya. Itu Andre yang bersiap merapal janji pernikahan.
Pintu terbuka.
Sesosok gadis dengan rambut digerai masuk.
Tiara menghiasi kepalanya.
Gadis cantik itu ....
GINNY?
"Nggak!"
Tanpa sadar, Andre menepis kasar tangan Ginny. Ia menggeleng-geleng sembari mundur dua langkah. Helen menatapnya kebingungan, tapi tidak berani bertanya.
Sementara itu, Ginny menatapnya aneh sambil menggumam, "Aneh banget sih, nih anak. Mending Heksa ke mana-mana."
Tanpa mengucap sepatah kata pun Andre berlari ke parkiran. Masuk ke mobil, lalu membenamkan wajah di balik kemudi.
"Arrrgh! Nggak mungkin!" Andre memekik frustrasi.
Kebencian Andre pada gadis itu semakin meradang. Ia sangat-sangat tidak mau dan tidak sudi berjodoh dengan Ginny.
Takdir yang berusaha dihindari, ternyata malah menghampiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Birth-Die 2
Teen FictionAndre Oktovian, yang memiliki kemampuan bisa melihat jodoh orang, akhirnya melihat jodoh masa depannya, yaitu Ginny. Karena tidak ingin hal itu terjadi, Andre berusaha untuk menggagalkan takdir tersebut, dan menghalangi Pijar (yang juga punya kekuat...