Chapter 17

480 80 4
                                    

"Aku terbiasa berpura-pura sampai terkadang mengabaikan apa yang sebenarnya kurasa."

***

Pagi-pagi SMA Rising Dream dihebohkan dengan berita menggemparkan. Apalagi kalau bukan soal hubungan Andre dan Ginny? Ginny mengunggah berita itu di media sosialnya. Dan tentu saja, kabar keduanya resmi jadian menyebar cepat seperti virus. Dari mulut ke mulut. Dari satu kelas ke kelas lain. Sampai akhirnya Heksa juga Willy pun tahu.

Dari arah parkiran, Andre dan Ginny berjalan beriringan. Pemandangan itu spontan menjadi tontonan. Terutama anak-anak kelas X yang banyak mengidolakan Andre dibanding Heksa.

"Gue anter ke kelas lo."

"Nggak perlu sampai segitunya, Ndre. Gue tahu lo cuma pura-pura, kan?" Ginny merespons dengan suara pelan. Dan, tetap tersenyum karena sadar sedang menjadi pusat perhatian. "Asal lo tahu. Gue ini bukan cewek bodoh."

Andre yang berwajah teduh, tentu bisa mengelabui orang-orang di sekitarnya. "Terserah lo mau ngomong apa."

"Tapi, gue curiga. Lo sengaja ngajak gue jadian buat kasih gue ruang biar bisa deket sama Heksa. Dan, akhirnya lo juga ada kesempatan deketin Pijar."

Andre sengaja membiarkan Ginny berspekulasi sendiri. Ia tidak berminat menanggapi. Dan, kebetulan keduanya sudah sampai di depan kelas Ginny.

"OMG! Ginny emang the best! Nggak dapet Heksa, tapi dapet sahabatnya, dong."

Suara seorang gadis yang mengintip dari jendela membuat Ginny berbangga diri.

"Huum. Malah menurut gue, bagusan yang ini dibanding Heksa. Kalau Heksa mah, terlalu pecicilan," sahut suara lain.

"Iya, ih. Yang ini lebih kalem. Lembut gitu. Tipe-tipe cowok soft boy yang bikin melting!"

Respons yang jauh berbeda terlihat di depan kelas XII Bahasa. Heksa sudah petantang-petenteng di sana. Karena kelasnya berseberangan langsung dengan kelas Ginny, jadi ia bisa menyaksikan jelas drama sepasang kekasih itu.

"TAHAN GUE, WIL! TAHAN GUE!" Heksa menyisingkan lengan seragam. Sok-sokan mau baku hantam, tapi bingung mau baku hantam sama siapa.

Muka Heksa merah padam. Hidungnya kembang kempis kesal.

"Kalau lo ngehajar Andre, ntar dikira lo cemburu, Sa. Ih, kalau gue mah ogah, ya." Willy bergidik. Ia tahu cara meredam emosi Heksa.

"Lagian lo kan tahu kalo si Andre kayak stiker lima ribuan yang dijual di depan SD. Nempel sana sini, tapi gampang copot. Hehe," tambah Willy sembari tersenyum lebar. "Perumpamaan gue keren juga, ya?" tambahnya.

Heksa menggaruk-garuk kepala. Percuma konsultasi sama Willy. Dia mah pinternya kalau diajak diskusi soal makanan doang.

Berpasang-pasang mata mengiringi langkah Andre saat kembali ke kelas. Terutama Heksa yang langsung menyambutnya dengan heboh.

"Oh my God, my best-best, brooo. Lo kayaknya kudu dibawa ke RS, ya? Yuk, gue anterin check up di RS bokap gue."

Willy geleng-geleng sambil berdecak, "Ck. Tetep aja sambil promo, ya, Bun."

"Bukannya gitu, Wil. Gue cuma khawatir kalau si Andre abis kejedot kepalanya terus amnesia gitu. Sampai akhirnya mau jadian sama Jin Iprit!" Heksa menjelaskan dengan gaya lebay.

"Gue sehat lahir batin. Jasmani rohani," jawab Andre sembari melangkah masuk kelas, lalu menuju kursinya.

"Ndre!" Heksa menggebrak meja. Heboh sendiri. Padahal, yang diprotes kalem-kalem aja. "Lo tuh pinter, tajir, ganteng ... eh." Diam sejenak, Heksa meralat, "Ya, walau masih gantengan gue, sih. Pokoknya gue nggak setuju lo jadian sama Jin Iprit!"

"Yah, tapi udah telanjur jadian, Sa. Gimana, dong?" tanggap Andre santai. Sementara di depannya, Heksa ngomong pakai urat, Andre tetap kalem dan tenang. "Udah, lo tenang aja, dah."

"Nggak bisa, Ndre! Nggak bisa!" Kedua tangan Heksa terangkat. Ia bersikeras menolak hubungan Andre dan Ginny. "Lo itu bagian dari Cogan Hitz SMA Rising Dream. Kalau lo jadian sama Jin Iprit ... astaga ... apa kata dunia?"

"Emang dunia bisa ngomong, Sa?" ceplos Willy mulai pusing menghadapi drama kedua sahabatnya.

Mulut Heksa kembali terbuka. "Lo tahu kenapa gue nggak setuju, Ndre?" Sebelum menjabarkan alasannya, Heksa menarik napas dalam-dalam, "Pertama ... dia itu cewek licik. Kedua ... gue ngerasa dia punya niat jahat sama lo. Ketiga, gue mengendus adanya rencana busuk dia buat memecah belah persahabatan kita. Keempat ...."

Mendadak suasana kelas hehing. Suara teman-teman sekelasnya yang mulanya ribut, seketika kompak terdiam.

"Keempat? Kerakyatan yang dipimpin oleh ...."

Heksa menoleh ke belakang dan tampak Pak Broto berdiri sambil memelotot.

"Eh, Bapak." Heksa nyengir lebar. "Kok, Bapak di sini?"

Pak Broto semakin memelotot.

"Oh, iya lupa. sekarang Bapak jadi wali kelas kita, ya," ucap Heksa menjawab sendiri pertanyaannya. Ia melipir berjalan melewati Pak Broto untuk kembali ke kursinya.

Belum sampai lima menit Pak Broto masuk ke kelas Bahasa, murid-murid kelas itu dikejutkan dengan suara keras dari benda yang terjatuh. Tiba-tiba, seorang murid kelas lain datang masuk kelas sembari berteriak panik.

"PAK .... Kelas XII IPA 1 atapnya roboh, Pak! Anu ... ada murid yang ketimpa ...."

Bola mata Heksa berputar. Seketika, ia menyadari kelas yang dimaksud adalah kelas Ginny yang berada di seberang kelasnya.

"Astaga! Inikah waktunya? Gue gagal nepatin janji gue ke Pijar ...."

***

Happy Birth-Die 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang