FRAGMEN 8

123 11 0
                                    

Hujan adalah waktunya untuk bermalas-malasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan adalah waktunya untuk bermalas-malasan. Di pagi yang basah ini, aku masih meringkuk di bawah selimut dengan keadaan televisi menyala. Sarapan hanya diisi dengan setangkup roti tawar dan sebotol kopi kemasan. Biarlah, yang penting perut terisi. Keadaan kosan masih sepi. Maklum, sebagian besar penghuni tempat ini sering kali menghabiskan waktu malam minggu dengan begadang; entah itu berkumpul dengan teman ataupun menghabiskan waktu bersama pasangan, alhasil pagi hingga menjelang siang digunakan untuk beristirahat. Keuntungan tinggal di kosan yang buka 24 jam, setiap orang bisa keluar masuk kapan saja.

Empat tahun, tidak terasa sudah selama itu aku menempati tempat ini. Meski begitu, aku tidak terlalu akrab dengan penghuni kamar lain. Hanya bertegur sapa seperlunya saja, di luar itu, kami sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beginilah realitas hidup di kota besar, di balik gemerlapnya Jakarta, tidak mencampuri urusan orang lain adalah hal yang wajar dilakukan. Sayang, hal seperti itu tidak berlaku untuk Yuda. Pemuda itu kembali memberondongku dengan pertanyaan, "Jo, siapa, sih, cewek yang lagi deket sama lo?"

Kutebak, Yuda mengajak Dimas dan Tyo untuk bersekutu membuat tim investigasi dadakan guna menyelidiki gadis yang dimaksud. Buktinya, mereka secara bergantian mengirimiku pesan guna mengajak menghabiskan waktu akhir pekan bersama. Padahal, yang ingin mereka lakukan pastilah mengorek informasi. Aku sudah hafal betul dengan tabiat ketiga orang tersebut. Untung Mbak Fara belum turut serta, jika sudah, dapat dipastikan keadaan kantor akan heboh.

Fokusku kini tertuju pada televisi yang masih menyala. Layar masih menayangkan acara musik, membuatku turut bernyanyi. Sialnya, notifikasi ponsel terdengar saling bersahutan. Merasa terganggu, terpaksa aku meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ternyata sumbernya berasal dari grup Ikan Lele. Entah sedang membahas apa. Supaya tidak mengganggu, alih-alih membuka, aku memilih menyenyapkan notifikasi grup dan melihat-lihat menu status dalam WhatsApp.

Kening tiba-tiba saja berkerut, begitu melihat nama Sahla sudah melakukan pembaruan terkini. Begitu bulatan disentuh, muncullah foto gadis itu yang tengah berpose dengan seorang laki-laki. Laki-laki? Setahuku, di sekolah, gadis itu mendapatkan perundungan. Jangankan teman laki-laki, ketika ingin berteman dengan perempuan pun Sahla harus melakukan banyak hal dan pengorbanan. Lantas, kenapa tiba-tiba seperti ini?

Tanpa diperintah, berbagai kemungkinan berputar di dalam kepala. Bisa jadi Sahla hanya dimanfaatkan oleh laki-laki tersebut. Yang lebih parah lagi, gadis itu harus .... Seketika aku menggeleng, mencoba menghapus pikiran-pikiran negatif yang berkeliaran. Dengan gerakan cepat, jari membuka room chat. Pesan yang kukirim terakhir kali belum mendapatkan balasan, tapi gadis itu memiliki waktu untuk memperbaharui story WhatsApp. Ada apa sebenarnya?

Guna mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkeliaran, aku memilih untuk melakukan panggilan. Semoga saja seluruh pertanyaan langsung mendapatkan jawaban, daripada terus berasumsi dan membuat perasaan malah jadi tidak tenang.

Satu detik, dua detik, tiga detik; terdengar nada tut yang memekakkan telinga. Hingga di detik kesekian, panggilan tersambung. Kupikir Sahla tidak akan mengangkat, tapi ternyata yang terjadi malah sebaliknya.

CherishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang